in

Setop Kekerasan Terhadap Anak

Ristia Wulandari

Oleh: Ristia Wulandari
Mahasiswa IAN FISIP UMRAH

Belakangan ini kasus kekerasan terhadap anak semakin menonjol. Tindakan kekerasan yang terjadi berupa kekerasan fisik, batin, seksual, penganiayaan emosional atau pengabaian terhadap anak. Hal ini terjadi karena masih banyak orang tua yang menganggap kekerasan terhadap anak itu merupakan tindakan yang wajar.

Kekerasan terhadap anak sendiri bukanlah hanya tentang pemukulan ataupun tindakan-tindakan asusila saja. Ketika seorang anak merasa tertekan dengan perkataan orang tuanya yang kasar, itu juga masuk katagori kekerasan terhadap anak.

Setiap anak memiliki sisi psikologis yang berbeda-beda. Hal ini membuat banyak orang tua yang pusing ataupun bingung bagaimana cara agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Orang tua seharusnya lebih memahami setiap tingkah laku ataupun sisi psikologis yang ditunjukan oleh anak anak-anak. Contohnya, anak yang memasuki umur 3-7 tahun, pada rentang waktu ini merupakan saat berkembangnya kemampuan berbahasa bagi anak-anak.

Mereka sudah bisa mengungkapkan pikiran atau apa yang dirasakannya melalui perkataan atau bahasa. Pada rentang waktu ini juga, anak anak sudah mulai mencontoh perkataan ataupun tingkah laku yang dilihatnya.

Maka sudah menjadi tugas orang tualah untuk memberikan contoh yang baik terhadap anak. Mulai dari menjaga perkataan dan juga tingkah laku, serta mengajarkan ke pada anak yang mana yang baik dan yang buruk. Tentunya semua itu dilakukan tanpa ada kekerasan.

Di fase-fase remaja, seorang anak mulai berfikir logis, dan mulai mencapai puncak emosionalitasnya. Di fase ini remaja awal bersifat lebih sensitif, reaktif yang kuat. Emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung, marah, sedih, dan murung).

Sedangkan di fase remaja akhir sudah mampu mengendalikan perasaan tersebut dan lebih berfikir rasional. Seorang remaja yang tumbuh di lingkungan yang kurang kondusif memiliki kemungkinan besar kematangan emosionalnya menjadi terhambat, sehingga membuat seorang anak tersebut menjadi seorang yang melawan, pembangkang.

Kekerasan terhadap anak terjadi karena dalam masyarakat kita masih terdapat paradigma yang keliru. Anak dianggap sebagai komunitas kelas bawah dan hak milik orang tua! Ada pula orang tua yang mendidik anaknya sesuai dengan apa yang ia pikirkan saja hingga orang lain tak boleh ikut campur.

Cara berpikirnya itu harus dibalik. Hak anak harus diutamakan. Hak anak adalah untuk dilindungi orang tuanya. Bahkan, orang tua yang melakukan kekerasan terhadap anaknya sanksi pidananya ditambah lagi, karena orang tua harus berada di barisan paling depan untuk melindungi anaknya.

Kekeliruan lain yang kerap bercokol di pikiran orang tua adalah menganggap anak-anak sebagai manusia dewasa mini. Anak di anggap memiliki daya pikir ataupun kekuatan yang sama seperti orang dewasa, sehingga akan kuat ketika menerima perkataan kasar ataupun perlakuan dan benturan yang keras.

Sesungguhnya, tidak demikian. Justru kekerasan yang diterima anak, sekecil apa pun dalam bentuk apa pun, baik fisik, mental, seksual, hingga penelantaran, bisa menimbulkan luka yang membahayakannya secara fisik dan mental.

Menurut ahli psikologi anak Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si yang biasa dipanggil Kak Seto, Anak-anak itu ringkih sekali, fisik dan jiwanya. Kekerasan akan membentuk jiwa yang penuh perlawanan dan pemberontakan.

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.

Anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan.

Ketentuan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Merupakan Kewajiban Seluruh Masyarakat dalam melindungan anak bangsa,tetapi di utamakan orang tua ataupun di lingkungan keluarga karena keluarga merupakan rumah bagi seorang anak.

Jika suatu rumah sudah tidak bisa ataupun tidak nyaman untuk ditinggali seorang anak lagi, lantas kepada siapa seorang anak bisa mengadu? Peran masyarakat sendiri juga dinilai penting dalam melindungi hak seorang anak.

Contohnya peran masyarakat secara kelompok yaitu penyelanggaran sebuah lembaga kesejahteraan sosial, organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan, media massa, dan dunia usaha.

Pemerintah juga memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak.

Contohnya, melakukan sosialisasi dan program edukasi kepada semua golongan masyarakat mengenai pencegahan kejahatan terhadap anak dan tindakan-tindakan serta hukuman bagi pelaku. Sosialisasi akan dilakukan secara masif dan berkelanjutan. ***

What do you think?

Written by virgo

Dampak Kebijakan Bebas Visa

Lantamal IV Teken Kontrak Pertumbuhan Ekonomi