JAKARTA – Persidangan in absentia membuat fakta-fakta yang terjadi di dalam suatu perkara tidak terungkap secara menyeluruh. Hal itu terjadi karena terdakwa yang terlibat dalam perkara tersebut tidak diikutsertakan dalam pengadilan.
“Gagasan sidang in absentia hendaknya tidak segera direalisasikan. Karena akan menunjukkan bahwa KPK tidak berdaya menemukan Harun Masiku. Selain itu, jika diadili dan dinyatakan bersalah juga kesulitan melakukan eksekusi,” kata pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad kepada Koran Jakarta, Minggu (8/3).
Suparji menanggapi hal itu terkait pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron yang menyatakan pihaknya tidak menutup kemungkinan akan melakukan persidangan in absentia terhadap tersangka buron yakni Harun Masiku selaku mantan Kader PDIP.
Tidak Menyerah
Meskipun dalam Undangundang tidak dipermasalahkan melakukan persidangan in absentia, namun Suparji meminta KPK agar tidak menyerah dalam menemukan para tersangka buron, termasuk Harun Masiku. KPK harus sungguhsungguh memburu dan menemukannya, seperti bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan aparat penegak hukum yang lain.
“Dibolehkan (sidang in absentia) dengan syarat tersangka tidak ditemukan setelah melalui pencarian dalam waktu yang lama dan sungguh-sungguh,” kata Suparji.
KPK dinilai belum maksimal dalam melakukan pencarian. Suparji yakin KPK dapat menemukan Harun Masiku terlebih yang bersangkutan berada di Indonesia. Suparji mengambil contoh keberhasilan KPK dalam menemukan tersangka buron yaitu mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, M Nazaruddin.
“(KPK) belum maksimal. Dulu Nazaruddin sampai ke luar negeri saja bisa ketemu. Ya semestinya bisa, di luar negeri saja bisa,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar menyebut persidangan in absentia yang dilakukan KPK ini sudah pernah terjadi. Ini juga diatur dalam Undang-undang (UU). Namun, untuk menempuh persidangan in absentia, KPK harus memenuhi beberapa persyaratan.
“Syarat maju ke pengadilan ada sejumlah hal, formil dan materiil. Selama bisa terbukti bukan hanya dirangkai tapi ada buktinya. Kalau Harun Masikunya nggak ada ya bisa dibawa ke pengadilan. Yang bisa merangkai teorinya gitu. Nanti pernyataaan keluarga, kalau nggak terima, dia bisa Peninjauan Kembali (PK) kalau sudah inkrah,” ungkap Haris.
Sebelumnya, Ghufron menyebut kemungkinan persidangan Harun digelar secara in absentia jika penyidikan untuk pemenuhan berkas perkara Harun telah selesai dan dilimpahkan ke persidangan. Jika, tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proses PAW anggota DPR terpilih dari Fraksi PDIP periode 2019-2024 yang melibatkan mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan belum ditemukan.
Ghufron menambahkan di dalam persidangan itu diberikan kesempatan bagi tersangka membela diri atas kasus yang menjeratnya. Namun, bila kesempatan membela diri itu tak diambil oleh tersangka, itu adalah hak dia. ola/N-3