Setelah Dijerat, lalu Ditembak Mati
Lima pelaku sindikat perdagangan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) ditangkap petugas Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPLHK) Sumatera Wilayah II bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar dan polisi kehutanan di jalan lintas Jorong Simpang, Nagari Kotogadang Guguak, Kecamatan Gunungtalang, Kabupaten Solok, Minggu (19/2) sekitar pukul 08.00.
Informasi yang dihimpun Padang Ekspres menyebutkan, para pelaku diduga merupakan sindikat perdagangan lintas provinsi hewan langka yang dilindungi.
Kelima terduga itu berinisial, SY, 35, seorang petani asal Muaraempat, Kecamatan Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, N, 49, petani asal Desa Bungatanjung, Kecamatan Pangkalanjambu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Kemudian, IZ, 23, sopir asal jalan Perjuangan Bukit Batrem, Kota Dumai, Provinsi Riau.
Lalu, SU, 33, petani asal Pematanglingkung, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi dan DMS, 28, wiraswasta asal Pematanglingkung, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.
Kepala Seksi II BPPLHK wilayah Sumatera, Edward Hutapea mengatakan, penangkapan tersebut dilakukan setelah adanya laporan masyarakat tentang transaksi perdagangan kulit harimau, tulang-belulang dan bagian tubuh lainnya. Kemudian, tim melakukan pengintaian dan berhasil mengamankan pelaku.
“Ketika penangkapan, kami dapati bersama sejumlah barang bukti. Rencananya harimau tersebut akan dibawa ke Kota Padang untuk dijual,” ujar Edward saat ditemui di Kantor BKSDA Sumbar, Minggu (19/2).
Selain pelaku, polisi juga mengamankan barang bukti berupa selembar kulit, tulang-belulang dan paruh harimau, burung rangkong, dua unit mobil dan 8 unit telepon genggam. “Para pelaku masih diperiksa intensif. Mereka belum ditetapkan sebagai tersangka. Untuk barang bukti sudah kami amankan,” ucap Edward.
Diungkapkannya, harimau sumatera itu diperoleh melalui upaya penjeratan. Setelah terjerat harimau itu ditembak mati. “Dari kulit yang kami amankan, diduga baru mati sekitar satu minggu, berjenis kelamin betina,” kata Edward.
Menurut Edward, pihaknya akan terus melakukan penyelidikan karena kuat dugaan pelaku sudah sering melakukan ini. Mereka diduga masuk jaringan penjualan satwa lintas provinsi. Masing-masing pelaku memiliki peran yang berbeda-beda,” ucapnya.
Selama 2016 hingga 2017, lanjut Edward, BPPLHK telah menangani tiga kasus perburuan harimau sumatera. “Dua di antaranya sudah menjalani vonis hukuman pidana selama 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Kita berharap jangan ada lagi yang melakukan perburuan terhadap harimau. Apalagi, hasil perhitungan, harimau sumatera tersisa sekitar 600 ekor saja di Indonesia. Jangan biarkan mereka punah,” sebutnya.
Hukuman terhadap tindakan ini masih rendah, sehingga belum memberikan efek jera bagi pelaku. Namun pihaknya akan terus berupaya mencegah munculnya aksi perburuan terhadap satwa yang dilindungi sesuai dengan UU yang berlaku.
“Para pelaku kemungkinan akan dijerat Pasal 21 ayat 2 huruf d jo Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dengan ancaman hukuman pidana maksimum 5 tahun dan denda Rp 100 juta,” ungkap Edward.
Pengamat satwa dari Universitas Andalas, Wilson Novarino mendesak aparat hukum memberikan sanksi tegas terhadap para pelaku. Pasalnya, perbuatan mereka tak hanya mengancam kepunahan satwa yang dilindungi, juga merugikan negara dalam banyak hal.
“Kalau sudah jelas melanggar hukum, ya hukum dengan berat. Apa yang mereka kerjakan selama ini, jangan dibiarkan begitu saja. Kalau hukumannya di atas lima tahun, harus di atas lima tahun. Jangan dikurangi,” tegasnya.
Wilson menduga kemungkinan masih ada pelaku lain yang berkeliaran. Aparat penegak hukum harus melakukan penyelidikan dan menangkap pelaku lainnya sampai ke akar-akarnya.
“Semua elemen harus ikut melindungi satwa. Jika ditemukan, laporkan. Pihak terkait tidak bisa berjalan sendiri tanpa bantuan pihak lainnya,” ungkap Wilson. (*)
LOGIN untuk mengomentari.