PADANG, METRO–Polda Sumatra Barat (Sumbar) dan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar bersinergi untuk mewujudkan penegakan hukum berkeadilan secara restorative justice atau penyelesaian perkara di luar pengadilan.
Ketua LKAAM Sumbar, Fauzi Bahar Datuk Nan Sati mengatakan, tindak pidana ringan tidak mesti diselesaikan lewat pengadilan. Kadang kala bisa diselesaikan secara adat atau berdamai dengan melinatkan niniak mamak.
“Upaya penyelesaian ini menggunakan konsep pendekatan restorative justice atau keadilan restoratif. Kami mengapresiasi Kapolda Sumbar yang sudah sepakat untuk menerapkan mekanisme ini di Sumbar,” ungkap Fauzi Bahar, Kamis (4/8).
Menurutnya, konsep restorative justice ini tentu memberi peluang kepada LKAAM sendiri untuk menyelesaikan perkara-perkara ringan di lingkungan anak-anak dan kemenakan. Sehingga, perkara pidana ringan tidak mesti lewat pengadilan.
“Ini adalah peluang bagi LKAAM dalam menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi di tengah masyarakat Minang. Kasihan anak kemenakan kita, baik yang jadi korban maupun pelaku tindak pidana ringan,” katanya.
Menurut Fauzi Bahar, bentuk dukungan terhadap konsep keadilan restoratif tersebut, LKAAM Sumbar membuat kesepakatan dengan Polda Sumbar yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kasus agar bisa diselesaikan secara adat melalui keadilan restroratif.
“LKAAM dan KAN akan bangkit serta berwibawa karena diberi kewenangan melalui restorative justice. Tentunya kita mendukung dengan adanya restorative justice ini. Sehingga para ninik mamak kembali dicari dan dibutuhkan anak kemenakan untuk menyelesaikan perkaranya,” tuturnya.
Diketahui, beberapa waktu lalu, LKAAM Sumbar dengan Polda Sumbar sudah sepakat untuk menerapkan Restoratif Justice yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) beberapa waktu lalu.
Kapolda Sumbar, Irjen Pol Teddy Minahasa Putra mengatakan bahwa Adat Minangkabau memiliki wewenang untuk menghukum secara adat. Lagian, suku minang memegang teguh nilai-nilai luhur budaya yang berlaku berinteraksi di dalam sosial masyarakat.
“Ini yang menjadi landasan kita untuk mengangkat kembali nilai-nilai luhur budaya dan adat minangkabau untuk masuk di dalam penyelesaian sengketa hukum yang terjadi dalam masyarakat yang sifatnya non vokasi,” ucapnya.
Diakuinya, kesepakatan itu telah dibicarakan beberapa waktu lalu. Dalam kesepakatan itu, lahirlah MoU antara LKAAM Provinsi Sumbar dengan Polda Sumbar tentang penyelesaian masalah di luar pengadilan.
“Ketika PKS itu sudah menjadi konsensus kita bersama, mari kita laksanakan dengan sebaik-baiknya dan kita taati sebaik-baiknya. Jangan ada lagi pertengkaran, perkelahian akibat dari PKS kita harus mampu tunduk, patuh dan sama-sama kita laksanakan,” katanya.
Irjen Pol Teddy menerangkan, Restorative Justice konsepnya adalah mengembalikan suatu keadaan sengketa itu kepada kondisi semula. Maka yang berperan dalam hal ini adalah korban dan pelaku, termasuk masyarakat lain yang akan melakukan memediasi.
“Kemudian juga diketahui, bahwa Restorasi justice di lingkungan Polri telah dilaksanakan sejak bergulirnya Perpol nomor 8 tahun 2021. Kami pun sudah mengimplementasikannya di lapangan,” tegasnya
Irjen Pol Teddy membeberkan di Sumbar, jumlah kasus yang diselesaikan secara restorasi justice selama 2021 yakni sebanyak 1.011 dari 5.585 kasus.
“Sementara di 2022, dari total 2.257 kasus tindak pidana yang ditangani, sebanyak 257 kasus di antaranya dapat selesai melalui penerapan mekanisme restorative justice,” pungkasnya. (rgr)