

Jakarta (ANTARA) – Nama Marsinah kembali menjadi sorotan publik setelah Presiden Prabowo menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh yang berjasa bagi bangsa dan negara pada peringatan Hari Pahlawan, Senin (10/11), di Istana Negara, Jakarta.
Marsinah merupakan tokoh aktivis buruh perempuan asal Jawa Timur yang dikenal karena perjuangannya membela hak-hak pekerja di masa Orde Baru. Kini, Marsinah resmi bergelar Pahlawan Nasional.
Kisah perjuangan dan misteri kematian Marsinah pun pernah diangkat ke layar lebar melalui film berjudul “Marsinah: Cry Justice” yang diproduksi oleh PT Gedam Sinemuda Perkasa.
Film berdurasi 115 menit ini disutradarai oleh Slamet Rahardjo Djarot dan diproduseri oleh Gusti Randa, Damsyik Syamsul Bachri, serta Emirsyah.
Sementara skenarionya ditulis oleh Agung Bawantara, Eros Djarot, Karsono Hadi, dan Slamet Rahardjo Djarot.
Film ini pertama kali diputar di Festival Film Internasional Pusan di Korea Selatan pada 15 November 2001, kemudian tayang di Indonesia pada 18 April 2002.
Tak berhenti di situ, film ini juga mendapat kesempatan tampil di Festival Film CINEFAN di India pada 19 Juli 2003.
Sinopsis film “Marsinah: Cry Justice”
Berbeda dari film biografi pada umumnya, film “Marsinah: Cry Justice” tidak menggambarkan secara langsung kisah hidup Marsinah atau detik-detik penculikannya pada 8 Mei 1993.
Film ini justru berfokus pada peristiwa setelah kematian Marsinah, yang menggambarkan proses hukum yang carut-marut dan penuh penyimpangan.
Kisah perjuangan Marsinah dan para buruh di pabrik tempatnya bekerja, PT Catur Putra Surya (CPS), hanya ditampilkan sekilas melalui adegan kilas balik hitam putih.
Fokus utama film ini adalah penderitaan orang-orang yang ditangkap setelah peristiwa pembunuhan tersebut, termasuk Mutiari, Kepala Personalia PT CPS, yang menjadi korban tekanan aparat.
Dalam film, Mutiari mengalami penyiksaan hingga kehilangan anak di kandungannya akibat interogasi yang brutal.
Bahkan, ia dijadikan tersangka pembunuhan Marsinah sebagai bentuk pelampiasan dari tekanan publik terhadap aparat.
Bersama rekan-rekannya, Mutiari menjalani proses pengadilan yang tidak adil dan terpaksa mengakui perbuatan yang tidak mereka lakukan karena siksaan tiada henti.
Hingga akhirnya mereka dibebaskan oleh Mahkamah Agung setelah mengajukan banding dan kurangnya barang bukti. Namun, pelaku sesungguhnya di balik kematian Marsinah tak pernah terungkap.
Lewat pendekatan sinematik yang kuat, film ini menggambarkan rentannya keadilan dihadapkan pada kekuasaan. Fokus film lebih menyoroti tragedi hukum dan kemanusiaan, yang mengaitkan kasus kematian Marsinah.
Daftar pemain
Berikut adalah beberapa nama pemain dari film “Marsinah: Cry Justice”.
- Megarita sebagai Marsinah
- Dyah Arum Retnowati sebagai Mutiari
- Liem Ardianto Lesmana sebagai Yudi Susanto
- Djoko Ali sebagai Yudi Astono
- Suparno sebagai Suprapto
- Pritt Timothy sebagai Soewono
- Handoko Surya Wijaya sebagai Bambang Wuryantoyo
- Kemal Rudianto sebagai Karyono Wongo
- Djoko Ari Purnomo sebagai Widayat
- Marwito sebagai A.S. Prayogi
- Intarti sebagai Marsini
- Tosan Wiryawan sebagai Hary Sarwono
- Djoko Ari Purnomo sebagai Widayat
Penghargaan film
Film ini pun menuai banyak apresiasi di berbagai ajang penghargaan. Beberapa di antaranya yakni:
- Slamet Rahardjo Djarot sebagai “Sutradara Terpuji” dalam Festival Film Bandung 2003 (Menang)
- Dyah Arum sebagai “Aktris Terpuji” dalam Festival Film Bandung 2003 (Menang)
- Berthy Lindia Ibrahim sebagai “Penata Artistik Terbaik” dalam Festival Film Indonesia 2004 (Menang Piala Citra)
- Emirsyah dan Gusti Randa sebagai “Film Terpuji” dalam Festival Film Bandung 2004 (Menang)
- Slamet Rahardjo Djarot sebagai “Film Terbaik” dalam Festival Film Indonesia 2004 (Nominasi Piala Citra)
- Slamet Rahardjo Djarot sebagai “Sutradara Terbaik” dalam Festival Film Indonesia 2004 (Nominasi Piala Citra)
- Tosan Wiryawan sebagai “Aktor Terbaik” dalam Festival Film Indonesia 2004 (Nominasi Piala Citra)
- Megarita sebagai “Aktris Pendukung Terbaik” dalam Festival Film Indonesia 2004 (Nominasi Piala Citra)
- Agung Bawantara, Eros Djarot, Karsono Hadi, dan Slamet Rahardjo sebagai “Skenario Terbaik” dalam Festival Film Indonesia 2004 (Nominasi Piala Citra)
- Yudi Datau sebagai “Sinematografi Terbaik” dalam Festival Film Indonesia 2004 (Nominasi Piala Citra)
- Tri Rahardjo sebagai “Editing Terbaik” dalam Festival Film Indonesia 2004 (Nomiansi Piala Citra)
Baca juga: Anggota DPR: Marsinah pahlawan bentuk penghormatan perjuangan buruh
Baca juga: Sosok Marsinah, buruh tangguh yang ditetapkan sebagai pahlawan
Baca juga: Kakak Marsinah bangga Kapolri peduli ke buruh
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

