Palembang, BP
Berdasarkan pengaduan masyarakat warga eks transmigrasi yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Transmigrasi (FKTM) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) , Kabupaten Banyuasin belum lama ini membuat Tim Analisis DPD RI dan pihak terkait mendatangi Desa Perambahan Baru Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin, Jumat (16/6).
Sedangkan Tim Analisis Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI dipimpin Abdul Gafar Usman dan beranggotakan Siska Marleni SE Msi bersama pihak Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN , Pemerintah Kabupaten Banyuasin dan masyarakat setempat serta pihak perusahaan
Sebelumnya perwakilan dari FKTM Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) diterima oleh Abdul Gafar Usman, Ketua BAP bersama anggota BAP lainnya di Gedung B DPD RI, Senayan-Jakarta pekan lalu.
Dilihat dari hasil laporan yang diterima DPD RI diketahui telah terjadi penyerobotan lahan milik warga oleh perusahaan perkebunan. Dan untuk memastikan fakta kebenaran laporan tersebut Tim Analisis DPD RI terjun langsung ke lokasi yang disengketakan antara warga dan perusahaan perkebunan tersebut.
“Terungkap fakta yang real setelah dilakukan peninjauan langsung ke lokasi dan ternyata benar. Ada beberapa lahan milik warga yang telah dipergunakan pihak perusahaan sebagai wahana perkebunan,” kata Anggota Tim Analisis Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI Siska Marleni SE Msi , Jumat (16/6).
Setelah mendapatkan fakta kebenaran tersebut barulah Tim Analisis DPD RI melakukan rapat evaluasi guna mencari penyelesaian terbaik terhadap kedua belah pihak.
“Output dari pada pertemuan tadi bagaimana mendapatkan solusi terbaik terkait kepastian hukum bagi masyarakat maupun perusahaan dengan tidak lagi membahas siapa benar siapa salah yang pasti ada kesalahan dan itu harus kita perbaiki bersama,” lanjutnya.
Penyelesaian yang dimaksudkan disini tentunya berkaitan erat dengan kepastian hukum dan administrasi yang jelas bagi kedua pihak yang bersengketa.
“Ini menjadi target kita sehingga masyarakat mendapatkan apa yang menjadi hak dan keadilan serta perusahaan juga setelah mendapat kepastian mereka juga akan dapat melakukan produksi secara stabil dan kondusif. Kemudian tidak lagi terbebani dengan masalah yang akan mengganggu kesinambungan usaha mereka,” katanya.
Sejauh ini pihaknya mengupayakan dan memediasi pengaduan masyarakat dengan perusahaan tersebut agar sama-sama bersepakat mencari win-win solution.
“Harapan kami pihak pemilik lahan dalam hal ini warga mau menyerahkan lahannya untuk diolah perusahaan dengan catatan bagi hasil usaha. Pihak perusahaan pun hanya diperbolehkan mengelola bukan memiliki lahan tersebut dengan kewajiban membagi hasil usaha,” kata Siska.
Hal Senada dikemukakan Ketua Badan Akuntabilitas Publik DPD RI, Abdul Gafar Usman menurutnya sebagaimana komitmen DPD RI terhadap apa yang menjadi kewajiban selaku wakil rakyat, wakil pemerintah dan wakil pemerintah di daerah, maka pihaknya merespon secara cepat dan tepat apa yang menjadi laporan dan aspirasi rakyat warga eks transmigrasi yang tergabung dalam forum komunikasi masyarakat transmigrasi Sumsel terkait sengketa lahan di Desa Perambahan Baru Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin dengan perusahaan perkebunan.
“Hasil komunikasi yang telah kita lakukan baik dari pemerintah, perusahaan dan rakyat, maka kita komitmen tidak mencari siapa yang salah dan apa yang salah tetapi menemukan solusi kedepan sehingga semua merasa dihormati dan didapatkan kesepakatan, bahwa perusahaan akan kita minta sebagai pemberi hasil usaha kepada masyarakat dan pemerintah memberi pengakuan diatas lahan HGU itu secara fakta adalah milik masyarakat. Perusahaan hanya diberi kewenangan mengelola dan berkewajiban membagi hasil usaha,” katanya.
Lebih jauh dijelaskannya, dengan adanya lahan milik masyarakat yang dikelola perusahaan untuk kegiatan perkebunan tersebut maka DPD RI meminta masyarakat menghargai kerja keras perusahaan. Sementara perusahaan berkomitmen dengan masyarakat tentang tata kelola apakah melalui sistem bagi hasil atau pun plasma.
“Sehingga masyarakat akan merasakan hasil dari lahan milik mereka yang dikelola perusahaan menjadi perkebunan tersebut,” katanya.
Agar hasil yang didapat maksimal antara pemilik lahan dan perusahaan disarankan dibuat masa waktu HGU. Dalam masa waktu berjalan bagi hasil atau plasma tetap berlangsung. Setelah HGU berakhir, perusahaan harus mengembalikan sepenuhnya lahan tersebut ke masyarakat pemiliknya.
“Sampai HGU berakhir maka kerjasama pun berakhir pula. Selanjutnya lahan itu menjadi milik masyarakat secara autentik. Kedepan apabila dimungkinkan dibuatkan kerja sama baru silahkan apa yang di inginkan masyarakat menjadi komitmen lanjutan,” katanya.
“Kesimpulannya tanah itu diberi pengakuan sebagai tanah masyarakat, masyaraat juga memberi pengakuan ke perusahaan telah melakukan usaha diatas lahan tersebut sehingga terjadilah kerjasama dan ini kita minta diselesaikan dan disepakati pada bulan Juli 2017 mendatang. Kita utamakan win-win solution,” katanya.
Nirwan , Direktur Penyediaan Tanah Transmigrasi, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) memastikan akan ada pertemuan lanjutan .
“Solusi awal ditawarkan ada kerjasama antara perusahaan dan masyarakat, kita minta kebesaran hati dari perusahaan untuk mengakui ada lahan usaha masyarakat yang masuk dalam HGU mereka, sehingga bisa kerjasama dalam bentuk plasma, kemudian masyarakat bisa membayar kridit dan sebagainya, hasilnya bisa di bagi antara perusahaan dan masyarakat, itu solusi yang kita tawarkan, tapi pihak perusahaan akan berkonsultasi lagi, mungkin keputusannya akan kita bicarakan pada pertemuan bulan Juli nanti,” katanya.
Sedangkan Ahmad Basuki selaku ketua FKTM menyampaikan bahwa permasalahan lahan milik masyarakat Eks Transmigrasi Desa Perambahan Baru Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan yang diambil oleh PT. Tunas Baru Lampung, Tbk sudah berlangsung cukup lama.
Berbagai upaya telah ditempuh oleh masyarakat, mulai dari pertemuan dengan Pemerintah Daerah, DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, Kementrian Transmigrasi dan Polda namun tidak kunjung menemukan solusi.
Permasalahan terjadi ketika PT Tunas Baru Lampung yang telah menggarap lahan usaha milik masyarakat eks transmigrasi mengklaim lahan tersebut milik perusahaan.
“Padahal kesepakatan awal lahan usaha tersebut merupakan jatah warga eks trasnmigrasi dari pemerintah yang diplasmakan kepada perusahaan PT. Tunas Baru Lampung, namun sayang kesepakatan tersebut tidak dibuat secara tertulis,” ujarnya.
Permintaan dari warga eks transmigrasi sebenarnya sangat sederhana yaitu, lahan usaha yang terlanjur digarap dilanjutkan dan dijadikan plasma sesuai dengan aturan yang berlaku, disepakati bersama antar warga transmigran dengan perusahaan sebagai pihak ketiga dan bisa bermitra dengan baik difasilitasi oleh Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Berdasarkan permasalahan yang ada maka FKTM dalam audiensinya mengajukan permohonan kepada BAP DPD RI untuk melakukan mediasi antara masyarakat Eks Transmigrasi Desa Perambahan Baru Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan dengan PT. TBL, Tbk karena lahan usahanya sudah diambil oleh PT. Tunas Baru Lampung, Tbk dari tahun 2007 dengan dalih telah memiliki sertifikat HGU.
“Untuk itu FKMT memohon kepada BAP DPD RI untuk dapat memerintahkan Menteri BPN RI merevisi atau mencabut ijin sertifikat HGU PT. Tunas Baru Lampung, Tbk yang telah melanggar Undang-Undang Transmigrasi dan memerintahkan kepada Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk bersikap tegas terhadap perusahaan yang melanggar Undang-Undang,” katanya. #osk