Kita mengenal guru sebagai seorang manusia yang mampu mengajar dan mentransfer ilmu kepada peserta didik. Guru berusaha dengan segala upaya dalam penyampaian materi ajar agar dapat dipahami oleh peserta didik.
Di awal pembelajaran, di sela bahan ajar, dan bahkan di akhir pembelajaran, guru selalu memberi dan mencontohkan pendidikan karakter. Itulah rutinitas guru dalam beraktifitas.
Namun bicara soal pendidikan karakter, berarti bicara dengan peserta didik, generasi muda. Bahkan jauh kedepan pandangan kita adalah masa depan bangsa, guru sangat berperan aktif dalam membentuk karakter anak bangsa.
Bagaimana guru membentuk karakter peserta didik?. Untuk mewujudkan tugas ini, tidaklah mudah, butuh usaha maksimal dan kerja yang berkesinambungan. Untuk itu perlu didukung oleh beberapa faktor seperti orang tua, lingkungan dan masyarakat.
Sebagai cotoh karakter disiplin dan jujur. Peserta didik yang disiplin taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya dan menjadi tanggung jawab, serta mengerjakan sesuatu sesuai dengan rencana.
Sedangkan peserta didik yang jujur berprilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. Membentuk dan menciptakan peserta didik yang disiplin dan jujur dimulai dari orang tua atau kehidupan di rumah tangga.
Seiring dengan waktu, anakpun telah mulai bersosialisasi dengan lingkungan, baik lingkungan keluarga, tetangga, sekolah dan masyarakat. Pada usia balita, orang tua harus cerdas menjaga anaknya dari segala ancaman yang akan merusak karakter si anak.
Nilai disiplin harus dijunjung tinggi. Orang tua membuat perencaaan hal-hal positif yang diberikan kepada buah hatinya, seperti bermain berapa lama, istirahat berapa lama, makan berapa lama. Orang tua yang hebatlah (parenting skill) yang akan mampu membiasakan nilai-nilai disiplin dan jujur sesuai umur anaknya masing-masing.
Pembiasaan-pembiasaan di atas merupakan pendidikan awal pembentukan karakter si anak yang didominasi oleh keluarganya sendiri. Karena sikap ini merupakan pondasi kuat untuk menghadapi kehidupan selanjutnya yang lebih luas. Pada usia 4 atau 5 tahun, si anak mulai masuk ke pendidikan formal.
Berawal dari PAUD, TK, SD, dan seterusnya. Di usia anak mulai dewasa atau katakan di bangku pendidikan SMA/Sederajat merupakan masa rentan/respon terhadap lingkungan. Makanya seorang guru dalam mendidik dan mengajar akan mampu menjembatani nilai-nilai karakter dan meneruskan dari orang tua/keluarga ke dunia pendidikan berikutnya.
Selanjutnya, guru juga menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya, kapan saja dan di mana saja guru itu berada. Karakter seorang guru akan memberi penguatan pendidikan karakter pada peserta didik.
Jika peserta didik telah mananam karakter jujur dan disiplin, apa dampaknya terhadap diri sendiri dan dampaknya di masa depan? Peserta didik yang disiplin biasanya memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional.
Anak didik cerdas secara intulektual mampu memanfaatkan kompetensi intelektual tersebut secara maksimal. Setiap tindakan dan putusan dalam setiap gerak hidup anak didik merupakan perwujudan dari kecermelangan pikirannya.
Anak didik yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi akan mudah memperoleh prestasi akademis yang tinggi sesuai dengan apa yang diinginkannya. Cerdas secara emosional merupakan kemampuan peserta didik dalam mengatur dan mengendalikan perasaannya.
Peserta didik yang cerdas secara emosional akan mudah merintis perjuangannya meraih apa yang yang dicita-citakannya. Mereka tidak terlalu bangga ketika sukses diraihnya dan tidak terlalu berduka, ketika ujian hidup datang pada dirinya.
Guru yang hebat mampu memprediksi siswa yang cerdas, itu dalam kehidupan yang akan datang. Masa-masa mudahnya peserta didik merupakan masa emas yang digunakan untuk mempersiapkan diri meraih masa depan yang cerah dan disiplin dalam belajar.
Menjalani masa remaja dengan jujur dan disiplin, akan terhindar dari pergaulan bebas, kenakalan remaja dan hal-hal yang merusak diri sendiri. Tindakan yang jujur dan disiplin tetap dipertahankan oleh orang tua kepada anaknya dirumah. Orang tua melindungi anaknya dengan nilai-nilai agama.
Menanamkan keyakinan dan ketaatan beribadah, dan mengawasi anaknya dalam pergaulan remaja sehingga terbentuklah karakter anak yang berakhlak mulia. Seiring dengan itu, di sekolah siswa akan mudah bersosialisasi dengan teman-teman, guru dan lingkungan sekolah.
Seandainya nanti siswa yang berkarakter jujur dan disiplin menjadi pemimpin di negara yang tercinta dan kita banggakan ini tentu semua orang yakin dan percaya, dia akan menjadi pemimpin yang sejati berakhlak mulia. Pemimpin inilah yang dibutuhkan rakyat saat ini, yaitu pemimpin yang memahami makna kepemimpinannya, mengerti kewajiban dan tanggung jawabnya dalam memimpin. (Ir. Asnidar, GURU SMKN 2 BATUSANGKAR)