in

SMK Negeri 2 Batusangkar: YFDP, Program Merantau Bagi Siswa

Mainisrina, S.S
(GURU SMKN 2 BATUSANGKAR)

Ka rantau madang di hulu, babuah babungo balun, ka rantau bujang dahulu, di kampung paguno balun. Sebuah pepatah dari Minang yang artinya mencari ilmu dan penghidupan di rantau agar bisa digunakan untuk mengembangkan kampung halaman.

Pepatah itu yang saya pikirkan ketika ditempatkan di SMKN 2 Batusangkar. Karena saya banyak menemukan siswa–siswa yang berasal dari luar daerah menuntut ilmu di SMKN 2 Batusangkar.

SMKN 2 Batusangkar berawal Sekolah Teknologi Menengah (STM) Pertanian di Bukittinggi. Keterbatasan lahan membuat sekolah ini pada tahun 1980 pindah ke Batusangkar dan berganti menjadi Sekolah Menengah Teknologi Pertanian.

Pada tahun 1994 sekolah ini kembali berubah namanya menjadi SMKN 2 Batusangkar. Saat itu pemerintah sedang giat-giatnya memprogramkan swasembada pangan, dan sekolah pertanian negeri hanya ada 2 di Sumatera Barat.

Hal itu membuat kampus ini begitu diminati oleh alumni SMP dari berbagai kabupaten/kota di Sumatera Barat hingga dari berbagai propinsi seperti Jambi, Riau, dan Sumatera Utara hingga siswa di sekolah ini didominasi olah anak rantau.

Anak rantau berasal dari kata anak dan rantau. Rantau sendiri artinya daerah di luar negeri sendiri. Pada saat sekarang pengertian merantau sudah menjadi luas.

Keluar dari kampung sendiri atau ke kota lain sudah dikatakan pergi merantau, apalagi pergi ke luar propinsi. Pada permulaan merantau bertujuan untuk mencari penghidupan.

Sedangkan sekarang untuk melanjutkan pendidikan ke negeri lain juga dikatakan pergi merantau, seperti salah satu contohnya yang dijalani oleh siswa jurusan pertanian di SMKN 2 Batusangkar, yang telah 2 tahun berturut-turut dikirim megikuti Youth Farmers Development Program (YFDP) di PT Farm Hill Semarang selama 6 bulan.

YFDP sendiri merupakan sebuah program pendidikan bagi siswa SMK Pertanian di mana mereka akan dibekali ilmu di bidang pertanian, baik softskill maupun hardskill dan memberikan pengalaman yang luas dalam dunia kerja industri pertanian modern khususnya pertanian hidroponik dan kesempatan menjadi trainer di sekolah selepas mengikuti YFDP di Semarang.

Dalam pengalaman saya sebagai guru, siswa yang merantau/memiliki pengalaman hidup di Rantau pada umumnya memiliki nilai plus yang membuat mereka menonjol dari segi perilaku maupun prestasi.

Selain menjadi pemuncak di kelas, mereka lebih mudah berorganisasi dan santun dalam bergaul. Merantau sendiri memang disarankan dalam budaya minang bahkan bangsa Indonesia seperti tercermin dalam peribahasa, tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina.

Kelebihan anak rantau (siswa rantau) tidak terlepas dari penerapan pepatah minang dalam pergaulan sehari hari. Ada 7 pepatah Minang yang harus diterapkan jika kita merantau, baik merantau untuk berdagang atau menuntut ilmu.

Adat Basyandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

Prinsip ini menjadi pegangan utama para perantau kemanapun mereka pergi. Kewajiban menjalanankan syariat agama tidak hanya sebatas ibadah tetapi juga membingkai cara bersikap sehari-hari.
Dima Bumi dipijak, disitu langik dijunjung.

Orang Minang adalah orang yang beradat. Namun tidak semua adat bersifat kaku. Ada adat yang sifatnya babuhua tungga (buhul tunggal), artinya bisa menyesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat dengan berpedoman pada pepatah dima bumi dipijak disitu langik dijunjuang.

Artinya, dimanapun mereka merantau haruslah mengikuti semua aturan yang berlaku di tempat tersebut. Hal ini akan membuat mereka survive dan diterima baik di tanah rantau Musuah indak dicari, basuo pantang diilakkan.

Perantau harus tahu tahu diri. Ia harus sadar bahwa ia adalah pendatang sehingga harus menjalin hubungan baik dengan pribumi setempat, membaur dan menghindari permusuhan.

Lain halnya bila merasa terusik, harga diri tetaplah harus dibela dan dipertahankan mati-matian. Namun filosofi “musuah indak dicari” ini adalah prinsip utama silat minang tetapi tetap dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.

Alam takambang jadi guru.

Sebagai orang baru, perantau sadar bahwa dirinya hanya anak buah yang sedang mencari induk semang. Ia harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Tidak ada alasan canggung dan malu ketika gagal karena tujuan merantau yang utama bukanlah sekedar uang tapi pengalaman. Belajar dari pengalaman dan terus bekerja keraslah yang kemudian mengantarkan mereka pada kesuksesan

Baraja ka nan manang, mancontoh ka nan sudah.

Tidak ada orang yang langsung sukses dan berhasil. Semuanya dimulai dari bawah dan dilanjutkan dengan kerja keras. Agar kerja keras tidak sia-sia, haruslah dilakukan dengan ilmu. Untuk itu harus belajar dari orang yang lebih berpengalaman sehingga kegagalan bisa diminimalisir

Tiada rotan akapun jadi, tiado kayu janjang dikapiang.

Semangat, kerja keras dan kreatif, prinsip utama yang harus dimiliki oleh orang yang ingin sukses. Sebagai suku yang terkenal akan bakat dagangnya, orang minang tak serta merta mewarisi bakat tersebut.

Selain kerja keras , tentulah harus pandai membaca situasi dan kondisi, menghitung segala kemungkinan dan untung rugi agar tetap bisa bertahan hidup dan sukses di rantau

Takuruang nak dilua, taimpiak nak di ateh.

Para perantau harus bisa membedakan mana kawan dan lawan sehingga saat persaingan terjadi, mereka tetap keluar sebagai pemenang. Penerapan 7 Pepatah akan membuat siswa menjadi pribadi yang berbudi, berakhlak, kreatif, tannguh, dan kaya akan pengalaman.

Mereka tidak akan gamang jika harus berhadapan dengan lingkungan yang baru dan siap terjun ke dunia usaha yang semakin ketat persaingannya. Jadi, bagaimana? Apakah anda telah siap merantau? Anda telah siap mengikuti YFDP? (Mainisrina, S.S, GURU SMKN 2 BATUSANGKAR)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Gunung Marapi Level Siaga, Kegiatan Luar Ruangan Sekolah Dihentikan

PLN Kembali Gelar Promo Tambah Daya Listrik Hanya Rp202.400 Sampai dengan Daya 5.500 VA