in

SMP IT Al Kahfi Pasaman Barat, Memperbaiki Kualitas Pendidikan Indonesia

Muhammad Iqbal, M.Pd
GURU SMP IT AL KAHFI PASAMAN BARAT

Lagi-lagi, sektor pendidikan, menjadi topik hangat yang tidak pernah berhenti menjadi perbincangan oleh khalayak ramai. Mulai dari masyarakat kelas bawah hingga kelas atas, semuanya, seolah tidak pernah bosan membahasnya.

Hal tersebut, sebenarnya bukanlah sesuatu yang aneh, sebab, sektor pendidikan, memang harus mendapat perhatian lebih dari setiap elemen masyarakat, sehingga upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat terealisasi setiap tahunnya.

Apalagi jika merujuk skor PISA yang diperoleh Indonesia yang masih belum seberapa. Programme for International Student Assessment (PISA), merupakan sebuah program penilaian dan peringkat siswa-siswa dari berbagai negara di dunia yang dilakukan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Program ini menilai kemampuan siswa dalam tiga bidang yaitu Matematika, Membaca, dan Sains. Penilaian PISA dilakukan setiap tiga tahun sekali dan sampel siswa yang diambil berasal dari siswa berusia 15 tahun yang bersekolah di sekolah menengah pertama.

Indonesia telah mengikuti PISA sejak tahun 2000 dan hingga saat ini, nilai PISA Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara maju lainnya. Berdasarkan data dari PISA 2018, nilai rata-rata siswa Indonesia untuk Matematika, Membaca, dan Sains berada di bawah rata-rata OECD.

Untuk Matematika, Indonesia mendapatkan nilai 379, sementara rata-rata OECD adalah 489. Untuk Membaca, Indonesia mendapatkan nilai 371, sementara rata-rata OECD adalah 487. Sedangkan untuk Sains, Indonesia mendapatkan nilai 396, sementara rata-rata OECD adalah 489.

Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa Indonesia masih jauh di bawah rata-rata negara-negara maju lainnya. Salah satu faktor yang memengaruhi rendahnya nilai PISA Indonesia adalah kurangnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Data dari UNESCO menunjukkan bahwa pengeluaran untuk pendidikan di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara-negara maju lainnya. Pada tahun 2017, Indonesia hanya mengeluarkan sekitar 3,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk sektor pendidikan, sementara negara-negara maju seperti Finlandia, Jerman, dan Kanada mengeluarkan lebih dari 5% dari PDB untuk sektor pendidikan.

Selain itu, kesenjangan antara pendidikan di daerah perkotaan dan pedesaan juga menjadi masalah yang besar di Indonesia. Data dari Pusat Statistik Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa terdapat ketimpangan dalam ketersediaan fasilitas pendidikan di daerah perkotaan dan pedesaan.

Di daerah pedesaan, masih banyak sekolah yang minim fasilitas, termasuk kurangnya guru yang berkualitas, sehingga siswa di daerah pedesaan memiliki kesulitan dalam memperoleh pendidikan yang berkualitas. Tidak hanya itu, rendahnya kualitas guru juga menjadi salah satu faktor rendahnya nilai PISA Indonesia.

Menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kurang dari 50% dari guru-guru di Indonesia memiliki kualifikasi dan sertifikasi yang memadai untuk mengajar. Selain itu, ada juga masalah dalam pengembangan kurikulum dan metode pengajaran di Indonesia.

Kurikulum di Indonesia masih terlalu teoritis dan belum mampu mengakomodasi perkembangan teknologi dan tren globalisasi. Hal ini menyebabkan kurangnya daya tarik dalam pembelajaran dan siswa cenderung tidak termotivasi dalam belajar.

Berdasarkan itu semua, wajar saja, jika membenahi pendidikan Indonesia, menjadi pembahasan yang tidak boleh terlewatkan. Seluruh stakeholder terkait mesti berpikir serius menemukan jalan keluarnya. Jangan sampai, rendahnya kualitas pendidikan, menghasilkan pelbagai problematika baru.

Seperti, kasus kekerasan yang baru-baru ini terjadi, parahnya kasus tersebut dilakukan oleh anak pejabat keuangan, bahkan sampai saat ini sang korban masih dirawat intensif di rumah sakit. Begitupun, dengan persoalan mengenai kesejahteraan guru.

Seperti yang dikabarkan di pelbagai media, ada seorang guru yang rela menjual salah satu organ penting dalam tubuhnya, karena gajinya kerap tak dibayarkan. Sungguh, pelbagai fenomena tersebut membuat kita pilu.

Namun, ditengah pelbagai problematika tersebut, secercah harapan muncul, ketika perhatian besar salah seorang kepala daerah di wilayah timur terhadap pendidikan di wilayahnya. Kebijakan yang dibuatnya, menuai decak kagum, siswa diminta untuk datang ke sekolah, di waktu subuh, sungguh kebijakan luar biasa. Sangat sesuai dengan penerapan konsep Islam.

Di mana, dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW, menyatakan, bahwa, di waktu tersebut terdapat keberkahan. Oleh sebab itu, sangat tepat, jika sekolah dimulai pada waktu tersebut. Semoga, dapat menjadi inspirasi di sekolah-sekolah lainnya. Sehingga, mulai dari langkah kecil tersebut, dapat memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia kedepannya. (Muhammad Iqbal, M.Pd, GURU SMP IT AL KAHFI PASAMAN BARAT)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Universitas Dharmas Indonesia Gelar Wisuda Ke-14

Dorong Hilirisasi Produk Kopi