Tidak terasa sebentar lagi kita akan berpisah dengan bulan istimewa, bulan Ramadhan. Di bulan ini, umumnya, setiap muslim begitu bersemangat melakukan pelbagai amal saleh. Masjid yang biasanya sunyi.
Di bulan penuh rahmat ini, masjid –masjid tersebut terlihat begitu ramai, dipenuhi Jemaah yang ingin menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Mulai dari salat wajib lima waktu, pelbagai salat sunah, solat tarawih, tilawah Al Quran, dan pelbagai amal lainnya.
Masing-masing mereka fokus mencapai target-target amalan yang telah ditetapkan sebelumnya. Berharap, semua target tersebut tercapai dan berhasil meraih predikat takwa dari Allah SWT. Lebih lanjut, Bulan paling mulia ini juga sering disebut sebagai bulan tarbiah atau bulan pendidikan.
Pernyataan tersebut, bukan analogi sembarangan. sebab, di bulan Ramadan ada banyak karakter yang dapat diraih, terutama karakter takwa. Drs. Khusnul Fathoni, M.Ag dalam tulisannya, menjelaskan, bahwa ibadah puasa yang diwajibkan pada bulan Ramadan, harus dipahami secara benar, proporsional, dan komprehensip.
Sehingga, ia berharap, umat muslim dapat terhindar dari pemahaman keliru yang menyatakan bahwa puasa hanya sekadar syariat tanpa memahami hakekat penting dari puasa. Alhasil, melalui pemahaman tersebut, maka setiap muslim mampu merasakan seutuhnya pendidikan yang langsung diberikan Allah SWT kepada hambanya pada bulan Ramadan ini.
Adapun, nilai-nilai pendidikan yang tersirat pada bulan Ramadan ini, diantaranya, yaitu, pertama, mendidik nilai kejujuran. Bisa dikatakan, kejujuran adalah harga mati. Karakter mulia ini, begitu penting untuk dimiliki, terutama bagi para pelajar.
Sebab, karakter tersebut sangat susah ditemukan saat ini, apalagi ditengah keterbukaan informasi yang merajalela, memudahkan mereka mengakses apapun, termasuk inspirasi untuk melakukan tindakan kecurangan. Maka tidak heran, jika ada pelajar yang bisa meraih nilai sempurna, tanpa belajar sama sekali. Terlihat perkara sepele, tetapi, jika terus dibiarkan dan didiamkan.
Maka, perkara sepele tersebut akan berujung menjadi persoalan besar. Mereka akan terbiasa berbuat curang dimanpun dan dalam kondisi apapun. Misalnya, kasus korupsi. Kasus, yang sering kali dilakukan oleh para pejabat tinggi tersebut, merupakan salah satu contoh dari pembiasaan tindak kecurangan sejak dini.
Kedua, mendidik karakter sabar. Sabar adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosi dan hawa nafsu agar tidak melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT. Karakter mulia ini sangat penting untuk dimiliki oleh setiap pelajar. Sebab, dengan adanya karakter sabar ini, maka tindakan kekerasan, tawuran antar pelajar akan dapat teratasi.
Tidak seperti sekarang, di mana, tindak kekerasan di kalangan pelajar seolah tidak terbendung untuk dilakukan. Seolah, mereka beranggapan bahwa tidak dinyatakan keren, jika tidak ikut tawuran, perundungan, dan pelbagai tindak kekerasan lainnya.
Ketiga, mendidik karakter pejuang. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi, bagi mereka yang belum terbiasa, dibutuhkan perjuangan panjang untuk melakukannya.
Terlebih, tantangan yang mesti dihadapi silih berganti berdatangan, yang jika tidak kuat menghadapinya, bisa-bisa berjatuhan di tengah jalan, bahkan di awal perjalanan. Tetapi, bagi yang mampu bertahan sampai di akhir Ramadan, maka daya juang mereka juga akan bertahan untuk di bulan-bulan berikutnya.
Mereka akan menjadi pelajar pejuang. Berjuang di tengah keterbatasan, berjuang di tengah keterbukaan, berjuang untuk selalu meningkatkan kapasitasnya sebagai seorang pelajar. Begitu banyak nilai-nilai pendidikan yang ditawarkan di bulan Ramadan ini.
Rasanya, sangat disayangkan jika dibiarkan begitu saja, di penghujung, sisa-sisa Ramadan yang sebentar lagi pergi ini, mari sama-sama kita gali makna penting di dalamnya, terutama dalam mendidik diri.
Pesantren Ramadan yang terprogram dengan baik di masjid-masjid terdekat dari rumah, hendaknya mampu menjadikan pelajar pemakmur masjid, yang hatinya selalu terpaut dengan masjid, menghidupkan masjid dengan pelbagai amalan, yang dilakukan, tidak hanya di bulan Ramadan, tetapi juga di bulan-bulan berikutnya.
Begitu juga dengan guru, momentum Ramadan hendaknya tidak berakhir begitu saja, program-program berbasi masjid yang dilakukan tidak hanya sebatas di Ramadan saja. Tetapi, hendaknya, dapat bertahan di bulan-bulan berikutnya.(Muhammad Iqbal, M.Pd
PASAMAN BARAT, GURU SMP IT AL KAHFI)