
Dewasa ini sampah merupakan PR bagi setiap kita. Di sudut-sudut kota, di kolong jembatan, dan di tepi jalan, sudah tak asing lagi mata kita melihat kantong-kantong plastik berisikan sampah organik maupun non organik.
Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap dampak sampah yang berserakkan dimana-mana merupakan hal penting yang perlu kita benahi bersama. Menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan sudah sering kali digalakan oleh pemerintah daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan lapisan masarakat lainnya.
Tapi masih saja ada beberapa oknum masyarakat yang tidak mengindahkan imbauan dari pemerintah daerah dan beberapa pihak lainnya. Akibatnya sampah menumpuk dimana-mana, dan memberikan dampak buruk terhadap keasrian lingkungan serta kesehatan kita sebagai masyarakat yang tinggal dan bermukim di daerah yang terkontaminasi sampah.
Menyikapi permasalahan seperti itu, tim guru SMP IT Insan Kamil Batusangkar menciptakan sebuah gebrakan untuk mengurangi banyaknya sampah yang menumpuk dengan menjadikannya suatu produk yang memiliki nilai jual.
Gebrakan ini berawal dari hadirnya kurikulum baru, yakni kurikulum merdeka yang bertujuan untuk mengembalikan otoritas sekolah dan pemerintah daerah untuk mengelola sendiri pendidikan yang sesuai dengan kondisi di daerahnya.
Mengusung tema gaya hidup berkelanjutan dengan judul proyek “ Sampahku Tanggung jawabku” proyek I P5 Pancasila Implementasi kurikulum merdeka digencarkan dengan memadukan antara mata pelajaran Bahasa Inggris yang di ampu oleh Mutiara, S.Pd dan Bahasa Indonesia yang di ampu oleh Yuliana Putri, S.Pd dengan materi procedure text langkah- langkah melakukan sesuatu.
Pada pertemuan pertama, guru pembina proyek dan siswa mengukur meja siswa yang nantinya akan dibuat pola kain perca berdasarkan ukuran tersebut. Setelah pengukuran pola, siswa didampingi oleh guru pembina berkunjung ke pasar tradisional Batusangkar untuk mengumpulkan kain perca yang terbuang sia-sia di pasar bertingkat tersebut.
Setiap siswa mengantongi surat tugas dari sekolah, jadi mereka tidak akan kesusahan nantinya berkomunikasi dengan para penjahit di pasar. Cara siswa berkomunikasi dengan penjahit juga menjadi atensi bagi guru pembina proyek untuk menilai bagaimana siswa turun ke lapangan dan berbaur dengan masyarakat.
Setelah mendapatkan cukup banyak kain perca, siswa dan guru kembali ke sekolah dan melanjutkan dengan menggunting pola sesuai ukuran yang telah di ukur sebelumnya. Masing-masing siswa mendapatkan 100 potong kain perca yang sesuai ukurannya. Kemudian dilanjutkan dengan proses menjahit satu persatu kain perca menjadi 10 potong.
Jadi potongan kecil kain perca di jahit 10 buah hingga menjadi lebih panjang. Proses penjahitan ini memakan waktu sekitar 12 kali pertemuan karena siswa menjahit manual dengan menggunakan penjahit tangan.
Ini bertujuan supaya siswa telaten dan sabar menghadapi permasalahan kecil maupun besar yang mereka hadapi, serta menumbuhkan kebanggaan bagi siswa sendiri. Dengan mampu menciptakan sesuatu yang memiliki nilai jual dari tangan mereka sendiri.
Setelah semua siswa mempunyai 10 potong kain perca, dilanjutkan dengan menjahit pinggiran furing sebagai dasar taplak meja nantinya. Setelah furing selesai dijahit, 10 potong kain perca tadi di jahit satu persatu ke furing tersebut.
Penjahitan bibir kain furing dan 10 potong kain perca ke furing menghabiskan 3 kali pertemuan karena memang dibutuhkan kesabaran dalam melukannya. Pada pertemuan berikutnya, siswa merapikan jahitan mereka jika masih ada yang belum rapi dan menjahitkan nama mereka di taplak mejanya masing-masing.
Setelah taplak meja dari perca selesai dikerjakan, guru dan siswa bisa menggunakannya saat ada agenda di sekolah misalnya peringatan hari besar islam, rapat wali murid, dan lain-lain.
Mereka sangat bangga bisa menciptakan taplak meja dari hasil karya mereka sendiri. Ini bertujuan untuk dikemuadian hari siswa bisa menciptakan karya lain yang memiliki nilai jual untuk menyongsong tantangan global era 4.0.
Selain itu juga untuk menumbuhkan kesadaran siswa terhadap dampak buruk sampah bagi lingkungan hidup dan kesehatan. Alih-alih untuk membuang sampah sembarangan, siswa di harapkan dapat mengubah sampah tersebut menjadi hal yang bermanfaat bagi kehidupannya dan masyarakat.(***)