in

SMP Muhammadiyah 6 Padang, Punishment Menurut Pendidikan Islam

Febri Malfi
(GURU SMP
MUHAMMADIYAH 6 PADANG)

Lembaga pendidikan saat ini, terkadang menghadapi keadaan yang sulit dan “dilematis” dalam memberikan pendidikan kepada siswa. Tindakan penegakan disiplin terhadap siswa seringkali dianggap sebagai tindakan kekerasan terhadap anak, meskipun sebenarnya tujuan dari hukuman ini adalah memberikan pembelajaran dan efek jera yang positif.

Baru-baru ini seorang guru yang bernama Akbar Sarosa menjadi perbincangan di dunia maya. Ia adalah Guru Agama yang bertugas di SMKN 1 Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan saat ini terseret dalam sebuah kasus hukum.

Orangtua seorang murid mengajukan tuntutan sebesar Rp 50 juta, karena tidak terima anaknya dihukum disebabkan menolak untuk melakukan shalat berjamaah. Kasus ini bermula ketika Akbar berupaya mendisiplinkan tiga anak murid yang tak salat berjamaah yang merupakan kegiatan sekolah yang wajib diikuti seluruh murid.

Akbar dikabarkan memukul murid yang membandel. Informasi tentang kasus ini telah tersebar melalui video singkat yang dibagikan secara online di dunia maya. Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimanakah cara yang seharusnya dilakukan oleh seorang pendidik dalam memberikan punishment kepada siswa yang “dianggap melanggar” tersebut?

Tentunya hal ini harus dipikirkan secara komprehensif (menyeluruh), apakah punishment yang diberikan dapat membuat siswa menjadi lebih baik atau tidak, atau justru siswa tersebut (bahkan orangtuanya) malah menantang balik. Nampaknya inilah yang menjadi dilema bagi guru zaman now.

Untuk menemukan solusinya, mari kita merujuk pada teori-teori Pendidikan Islam yang telah diajarkan oleh role model kita semua, yaitu nabi Muhammad SAW. Menurut Pendidikan Islam, terdapat pedoman tentang memberikan hukuman pada anak atau siswa yang harus dilakukan dengan bijak dan berdasarkan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Dalam Islam, pukulan atau hukuman fisik pada siswa adalah tindakan yang sangat tidak disarankan dan seharusnya dilakukan hanya dalam keadaan yang sangat terbatas, sebagai langkah terakhir, dan hanya jika diperlukan dalam situasi-situasi yang sangat serius.

Prinsip-prinsip dasar dalam Islam adalah kasih sayang, keadilan, dan pendekatan mendidik yang bijak terhadap anak-anak. Pukulan atau hukuman fisik seharusnya bukan pilihan utama atau rutin dalam mendidik anak. Nabi Muhammad SAW menunjukkan pentingnya kasih sayang dan perhatian terhadap anak-anak. Beliau pernah menggendong cucunya, Hasan bin Ali, dan menciuminya.

Seorang sahabat yang hadir bertanya mengapa Nabi melakukan itu, dan Beliau menjawab, “Karena aku mencintainya. Barangsiapa yang tidak menunjukkan kasih sayang kepada yang kecil, maka ia bukan dari golonganku” (H.R Bukhari).

Namun dalam beberapa riwayat hadis, Nabi Muhammad juga pernah mengekspresikan rasa ketidakpuasan atau ketegasan dalam mendidik anak-anak di sekitarnya. Tapi, penting untuk dicatat bahwa marah yang dinyatakan Nabi tidak pernah melibatkan tindakan fisik yang kasar atau hukuman yang berlebihan.

Nabi mendorong anak-anak untuk menjalankan kewajiban ibadah seperti shalat. Seperti terdapat pada sebuah hadis yang berbunyi: “Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan salat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukulah mereka (jika meninggalkannya) saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.” (H.R Abu Dawud).

Hadis ini mengacu pada pentingnya mendidik anak-anak untuk melaksanakan shalat, yang merupakan salah satu kewajiban dasar dalam Islam. Namun, perlu dipahami bahwa instruksi “ pukulah mereka jika tidak shalat saat usia sepuluh tahun “ tidak boleh diartikan secara harfiah atau sebagai tindakan fisik yang merugikan anak-anak.

Dalam konteks ini, “pukul” bukan berarti tindakan fisik yang menyakiti, tetapi lebih kepada tindakan pendidikan atau dorongan yang tegas dan kuat. Memberikan hukuman pada siswa dalam konteks pendidikan Islam harus dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, kasih sayang, dan mempertimbangkan prinsip-prinsip Islam.

Beberapa hal yang harus dilakukan adalah, pertama, niat yang baik, niatkan hukuman sebagai cara untuk mendidik dan membimbing siswa menuju perilaku yang lebih baik, bukan sebagai bentuk pemarah atau hukuman semata.

Kedua, berbicara dan penjelasan, sebelum memberikan hukuman, cobalah berbicara dengan siswa terlebih dahulu, ajukan pertanyaan, dengarkan alasan mereka, dan berikan penjelasan mengapa aturan tersebut penting dalam Islam.

Ketiga, hukuman yang proporsional, pastikan hukuman yang diberikan sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Jangan memberikan hukuman yang berlebihan untuk kesalahan kecil dan begitupun sebaliknya. Keempat, hukuman yang mendidik: pilih hukuman yang bersifat mendidik dan bermanfaat.

Hukuman seharusnya membantu siswa memahami konsekuensi dari tindakan mereka dan mendorong mereka untuk memperbaiki perilaku. Kelima, doa dan dukungan, selalu mendoakan siswa dan memberikan dukungan spiritual untuk membantu mereka mengatasi kesalahan mereka. Wallahu a’lam.(Febri Malfi, GURU SMP MUHAMMADIYAH 6 PADANG)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Bawaslu Kota Solok Deklarasikan Kampung Pengawasan Partisipatif, Semua Pihak Mengawasi

DPW Syarikat Islam Sumbar Dilantik: Hamdan Zoelva: Meningkatkan Martabat Pribumi