in

SMP Negeri 3 Kecamatan Bukik Barisan, Euforia Mudik Lebaran

Drs. Faisal Adri
Guru IPS UPTD SMPN
3 Bukit Barisan

Dahulu kala antara Mudik dan Lebaran tidak memiliki kaitan satu sama lain. Dalam bahasa Jawa Ngoko, Mudik bearti “Mulih dilik” yang berarti pulang sebentar saja. Namun saat ini pengertian Mudik dikaitkan dengan kata “Udik”‘ yang berarti kembali ke kampung, desa atau lokasi yang menunjukkan antonim dari kota.

Lantas pengertian ini ditambah menjadi “Mulih Udik” yang berarti kembali ke kampung halaman atau desa saat lebaran. Mudik lebaran merupakan suatu tradisi untuk berkumpul lagi bersama keluarga dalam suasana perayaan Hari Raya Idhul Fitri atau orang biasa menyebutnya Lebaran.

Orang-orang pada rela antre, berdesak-desakan serta menikmati macet panjang demi bisa melaksanakan tradisi pulang ke kampung halaman dan berkumpul bersilahturahmi bersama keluarga tercinta mereka saat menikmati lebaran.

Selain itu juga ajang berbagi kepada sanak saudara andai tolan bahkan saat ini momentum untuk berkumpulnya teman-teman seangkatan Reuni baik yang dikampung ataupun waktu sekolah dulu yang telah lama ditinggal untuk ikut merasakan keberhasilannya dalam merantau.

Mudik juga merupakan suatu Terapi Psikologis, memanfaatkan libur lebaran untuk berwisata setelah setahun sibuk dalam rutinitas pekerjaan sehingga saat masuk kerja kembali memiliki semangat baru.

Beratnya tantangan yang dihadapi para pemudik, tidak pernah menyurutkan niat dan kemauan mudik kekampung halaman, paling tidak ada tiga alasan yang menjadi tujuan pemudik pulang kampung.

Pertama, dorongan keagamaan yang telah menjadi budaya karena peristiwa Idhul Fitri dengan saling memaafkan dapat merajut kemabli tali silahturahmi dengan keluarga secara langsung.

Kedua, ziarah ke makam, ini telah menjadi budaya dikalangan masyarakat bahwa menjelang puasa Ramadhan dan Idul Fitri anak-anak, menantu keluarga, famili pergi ziarah ke kuburan orang tua, kakek, nenek serta leluhur sambil mendoakan.

Ketiga, rindu kekampung halaman selalu diobati dengan mudik merupakan fenomena sosial yang menarik sebagai makhluk sosial, rindu kepada asal-usulnya di kampung halaman. Mereka tetap melakoni dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan.

Tradisi mudik merupakan tradisi Primodial masyarakat petani Jawa yang sudah berjalan sejak sebelum zaman Kerajaan Majapahit. Dahulu para perantau pulang ke kampung halaman untuk membersihkan makam para leluhur dan keluarganya sekaligus meminta keselamatan dalam mencari rezeki.

Namun istilah mudik lebaran baru berkembang sekitar tahun 1970-an. Saat itu Jakarta sebagai ibukota Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. Saat itu sistim pemerintahan Indonesia tersentral disana dan ibukota Negara melesat dengan berbagai kemajuannya dibandingkan kota-kota lain di Tanah Air.

Bagi penduduk lain yang berdomisili di Desa, Jakarta menjadi salah satu kota tujuan impian untuk mereka mengubah nasib. Lebih dari delapan puluh persen para Urbanis datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Mereka yang sudah mendapatkan pekerjaan biasanya hanya mendapatkan libur panjang pada saat lebaran saja. Maka momentum inilah yang dimanfaatkan untuk kembali ke kampung halaman.

Hal ini terus berlanjut dan semakin berakar ketika banyak urbanis yang mencoba peruntungannya di kota. Tidak hanya di Jakarta, tradisi perpindahan penduduk dari desa ke kota juga terjadi di ibukota provinsi lainnya di Indonesia. Terlebih diterapkannya Otonomi daerah sejak tahun 2000, maka orang semakin banyak mencari peruntungan di kota.

Akan tetapi masyarakat memang tidak bisa meninggalkan tradisi mudik ini. Hal-hal lain yang membuat perantau wajib melaksanakan pulang kampung adalah mencari jalan untuk mencari keberkahan rezki bersilahturahmi dengan Orang tua dan keluarga dan juga menjadi pengingat asal usul daerah atau (Ingat Kampung Halaman sebagai tanah kelahirannya) bagi mereka yang merantau (http://sentuh Qalbu budaya mudik).

Mudik lebaran dikategorikan sebagai gejala sosial karena kegiatan mudik ini sudah menjadi rutinitas tahunan masyarakat Indonesia. Inilah yang menjadikan mudik menjadi salah satu gejala sosial kemasyarakatan terutama masyarakat yang berada di pedesaan yang terjadi bukan hanya karena pengaruh agama tetapi juga karena sudah sistim kekerabatan yang bernuansa penuh kekeluargaan.

Perubahan sosial, budaya mudik juga membawa perubahan sosial didalam masyarakat karena saat mudik akan berdampak pada bidang kehidupan sosial seperti transportasi, ekonomi serta meningkatnya kunjungan wisata di berbagai daerah di Indonesia.

Tindakan mudik lebaran yang sifatnya sosial juga bermakna subjektif kepada orang lain terutama orang orang yang berada dikampung halaman. Maka setiap tindakan subjektif sejauh dihubungkan dengan orang lain itu merupakan tindakan sosial.

Tradisi mudik disamping memiliki dimensi spritual, dimensi psikologis juga mempunyai dimensi sosial, dimana dimensi sosial menunjukkan bahwa banyak orang ingin mudik ke kampung halaman karena ingin menaikkan posisinya di depan keluarga dan kerabat.

Ada anggapan bahwa kehidupan di perkotaan selalu lebih baik dan lebih berhasil dibandingakan dengan kehidupan di desa. Oleh sebab itu mudik menjadi salah satu media untuk mengkomunikasikan cerita keberhasilan sekaligus menaikkan posisinya pada strata sosial yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Ini dapat diujudkan dengan memakai baju baru yang mahal, alat elektronik dengan teknologi maju, membawa mobil mewah serta barang-barang lainya yang bertujuan untuk ditunjukkan didepan keluarga, tetangga, dan kerabat. Alhasil mudik juga menjadi penyalur jiwa konsumeris dan hedonis.

Pada hakekatnya mudik yang biasanya dilakukan saat hari raya Idhul Fitri untuk meningkatkan kebersihan hati dengan keluarga, tetangga dan kerabat tanpa adanya keinginan untuk menunjukkan prestise, melainkan untuk menjalin kekeluargaan dan kehangatan kembali.

Dilihat dari kesejahteraan sosial masyarakat yang kembali kekampung halaman akan memberikan dampak positif yakni akan memiliki makna bagi peningkatan kesejahteraan.(Drs. Faisal Adri, GURU UPTD SMPN 3 BUKIK BARISAN)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Menlu: Semua Persiapan KTT ke-42 ASEAN On The Right Track

Semrawut PKL di Depan Pedagang Toko Pasar Raya, Miko: Pemko Padang Harus Adil