Mengenakan kaos jumpers polos abu-abu tua, Presiden Jokowi lengkap dengan keluarganya kecuali Kaesang Pangarep, mendatangi pameran alas sepatu bertajuk Jakarta Sneaker Day di pusat belanja Senayan City, Jakarta, 3 Maret 2018.
Kehadiran Presiden Jokowi yang didampingi oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sore itu, menyita perhatian pengunjung pusat belanja tersebut, dan menyempatkan foto bersama orang nomor satu di republik ini. Berita selengkapnya dapat dilihat di /berita-aktual/berakhir-pekan-dengan-kunjungi-pameran-sepatu-sneaker.html
Pameran Jakarta Sneaker Day sudah digelar dua kali. Pertama kali diselenggarakan tahun 2017, pameran ini menghasilkan omzet kurang lebih sekitar Rp12,5 miliar selama dua hari, dan mendatangkan pengunjung lebih dari 15 ribu orang. Sebuah angka yang cukup menggembirakan, mengingat untuk masuk pun, pengunjung harus membeli tiket. Tahun ini, tarif tiketnya adalah Rp70 ribu.
Rebut Kembali!
Indonesia pernah menjadi pemain penting dalam industri alas kaki pada tahun 1980-1990-an, ketika banyak merek ternama dari luar negeri membangun basis produksinya di sini. Lapangan kerja yang besar pun tercipta, dan ekonomi yang berputar dari industri alas kaki ini sempat menjadi primadona. Meskipun statusnya hanyalah tukang jahit bagi merek-merek asing seperti Adidas, Nike, Reebok, dan semacamnya, secara ekonomi nilainya amat fantastis.
Sayangnya, kue yang sempat membesar tersebut kemudian direbut oleh negara-negara lain, terutama Vietnam, Thailand, dan India. Kurangnya insentif, upah buruh yang terus meningkat, sampai dengan maraknya pembajakan membuat para pemilik merek berbelok memindahkan usahanya ke negara-negara tersebut.
Sekarang ini, Indonesia menduduki peringkat kelima dalam produksi alas kaki setelah China, India, Vietnam, dan Brasil. Sementara itu konsumen Indonesia untuk alas kaki juga terus tumbuh seiring tumbuhnya anak-anak muda generasi baru yang jumlahnya mencapai lebih dari 70 juta jiwa.
Industri alas kaki sendiri pda tahun 2015 menyumbang PDB (produk domestik bruto) sebesar Rp31,44 triliun, dan naik menjadi Rp35,14 triliun pada tahun 2016. Dengan kontribusi sebesar itu, Indonesia memiliki pangsa pasar sebesar kurang lebih 4,4% dari industri alas kaki. Jika dibandingkan dengan China yang menguasai lebih dari 50% pangsa pasar, Indonesia memang masih jauh tertinggal. Akan tetapi, Indonesia memiliki harapan untuk mendongkrak produksi alas kaki, mengingat produk-produk buatan Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar internasional. Pemerintah menargetkan setidaknya pada tahun 2020 Indonesia bisa merebut pangsa pasar 10% dari industri ini.
Oleh karena itu, kehadiran Presiden Jokowi dalam pameran Jakarta Sneaker Day 2018, diharapkan akan semakin menggairahkan industri alas kaki di tanah air, terutama dalam bersaing dengan merek-merek ternama yang berkelas internasional. Industri alas kaki lokal ini menyebar di berbagai kota menengah dan kecil di Jawa Barat dan Jawa Timur, mulai dari Bogor, Bandung, Tasikmalaya, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, dan Magetan.
Industri alas kaki bermerek lokal ini juga berpotensi untuk menjadi lebih besar di pasar domestik, mengingat anak-anak muda milenial dan sentenial sekarang ini memiliki kecenderungan untuk tidak terlalu peduli terhadap merek ternama. Mereka pada umumnya lebih mementingkan kualitas, keunikan, serta kenyamanan dipakai. Maka, di situlah terbuka peluang besar, mengingat desain-desain yang diproduksi terbatas akan semakin digemari anak-anak muda. Produksi yang unik dan terbatas ini yang tidak dapat dilakukan oleh merek-merek terkemuka bertaraf internasional, mengingat pasar mereka menjangkau berbagai negara.
Melalui kehadirannya dalam Jakarta Sneaker Day, Presiden Jokowi tampaknya ingin mendorong terciptanya ekosistem baru yang memungkinkan industri alas kaki lokal mendapat tempat lebih besar, setidaknya di pasar domestik. Berulang kali Presiden mengatakan pentingnya menumbuhkembangkan industri kecil dan menengah sehingga mampu bersaing dengan merek-merek internasional. Presiden Jokowi sendiri dalam kesempatan sore itu juga membeli sebuah sepatu produksi pengrajin sepatu dari Bandung.
Kehadiran tersebut tentu saja juga dapat menjadi pintu masuk bagi upaya untuk merebut kembali pasar alas kaki yang sempat dikuasai pada tahun 1990-an. Apalagi, produk-produk alas kaki Indonesia berbahan tekstil memiliki variasi desain yang dapat dikombinasikan dengan kekayaan alam dan budaya Indonesia. Pemanfaatan kain tenun, batik, songket, yang dikombinasikan dengan produk-produk bahan pabrikan, menjadikan alas kaki produksi para pengrajin Indonesia memiliki ciri khas yang tidak dapat diduplikasi oleh industri-industri alas kaki yang mengandalkan manufaktur.
Sejak tahun 2010, produksi industri alas kaki Indonesia kebanyakan diekspor ke negara-negara Amerika Serikat, Jepang, Belgia, Belanda, Brasil, dan negara-negara Eropa lainnya seperti Jerman dan Perancis. Korea Selatan, China, dan Meksiko adalah negara-negara berikutnya yang menjadi tujuan ekspor.
Jika ditilik dari pasar tujuan ekspor, industri persepatuan di Indonesia masih memiliki potensi untuk tumbuh di negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, termasuk pasar di Timur Tengah dan Afrika.
Milenial dan Sentenial
Di dalam negeri, pasar sepatu untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan kaum milenial dan sentenial juga terbuka lebar. Bonus demografi berupa kehadiran generasi baru ini akan mulai terjadi pada tahun 2020 dan mengalami puncaknya pada tahun 2030 mendatang. Persentase generasi berumur di atas 15 tahun itu sudah mencapai lebih dari 30% dari seluruh populasi penduduk Indonesia hari ini. Apabila secara kasar jumlah penduduk Indonesia adalah 260 juta jiwa, maka jumlah generasi milenial ini sudah mencapai hampir 80 juta jiwa.
Bahkan di kota-kota besar, jumlah penduduk remaja ini sudah mendekati 40% dari populasi penduduk di sebuah kota. Jakarta misalnya, memiliki generasi muda yang jumlahnya sudah berkisar 40%-50% dari jumlah penduduk.
Dengan potensi pasar dalam negeri yang sedemikian besar, dorongan Presiden Jokowi untuk makin menggairahkan industri alas kaki di tanah air layak untuk terus dijaga dan dikembangkan. Apabila hal tersebut bisa diwujudkan, kue ekonomi yang bergulir melalui industri ini dapat dipastikan akan dinikmati oleh para pelaku usaha di tanah air, yang sebagian besar juga diisi oleh anak-anak muda.