Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan, DPR mulai mensosialiasikan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Badan Keahlian DPR (BKD). Penundaan selama ini akibat berbagai persoalan dan dinamika politik di DPR RI. Revisi UU KPK tidak terkait dengan kasus e-KTP.
“Penundaan sosialisasi yang cukup lamaini lantaran dinamika politik di DPR, dan akan dimulai sekarang melalui seminar biasa,” ujar Fadli Zon di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (8/3).
Menurut Fadli Zon, apa yang dilakukan BKD merupakan tugas rutin mensosialisasikan UU. Tapi ada juga yang mengkaitkan dengan kasus e KTP yang sedang gencar ditangani KPK. “Saya kira sosialiasi itu hal rutin yang memang seharusnya dilakukan BKD. Misalnya meminta masukan, kritik dari kampus dan pakar,” tutur Fadli.
Dikatakan, usulan mensosialisasikan revisi UU KPK sudah ada sejak pertengahan 2016. Presiden Jokowi sudah menyetujui RUU KPK tersebut. “Kita sudah rapat konsultasi dengan presiden dan presiden menyatakan perlu revisi UU KPK. Di DPR ada yang mendukung dan ada juga menolak,” tambah Fadli.
Walaupun dilakukan sosialisasi revisi UU KPK, tidak berarti DPR benar-benar ingin membahas kembali UU KPK. Mengingat revisi UU KPK tidak masuk dalam program legislasi nasional 2017. “Jadi, belum tentu direvisi. Saya kira apa yang dilakukan BKD sebagai tugas rutin dan bukan hanya RUU KPK tapi RUU yang lain,” katanya.
Menyinggung gencarnya pemberitaan kasus e-KTP yang melibatkan sejumlah anggota DPR, Fadli mengatakan, kasus e-KTP harus dipercayakan kepada penegak hukum untuk mengungkap fakta-fakta di persidangan. “Kita perlu menghargai proses hukum. Memang banyak rumor, tapi fakta hukum yang menentukan proses pengadilan. Apa yang menjadi rumor belakangan, termasuk di masa lalu, tidak sepenuhnya benar,” jelas Fadli.
Soal keterlibatan sejumlah nama besar di legislatif maupun eksekutif, Fadli kembali menyerahkan kepada proses hukum dan apa yang beredar melalui media sosial perlu diklarifikasi. “ Jangan sampai mencoreng nama yang disebut. Apakah nama-nama terkait Ketua DPR Setya Novanto, yang bisa saja dicatut tanpa bukti, makanya perlu klarifikasi,” ungkapnya.
Ditambahkan, anggota DPR yang mengembalikan uang korupsi e-KTP merupakan pernyataan sepihak, apakah betul dikembalikan. “Saya kira kita harus melihat fakta hukum ketimbang keterangan yang belum tentu benar. Ini kan tidak jelas sumbernya. Bersabar saja proses pengadilan ini agar bisa tuntas,” paparnnya.#duk