in

Stop Penjualan Obat Sirup, Sumbar Tunggu Hasil Uji Gangguan Ginjal Akut

Ilustrasi.(NET)

Angka kematian pasien gangguan ginjal akut misterus mencapai 48 persen atau 99 anak. Penyelidikan mengenai penyebab penyakit ini masih belum ditemukan. Meski demikian, Kementerian Kesehatan untuk sementara waktu ini melarang penjualan obat sirup secara bebas.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan yang diterima Jawa Pos (grup Padang Ekspres) kemarin (19/10), Jawa Barat menempati rangking pertama dengan kasus kematian terbanyak. Yakni 25 anak.

Lalu DKI Jakarta 21 anak. Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Aceh masing-masing 10 anak. Kematian juga terjadi di Bali, Jogjakarta, Banten, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, NTT, dan Papua Barat.

“Jumlah kasus yang dilaporkan hingga 8 Oktober adalah 206 kasus dari 22 provinsi,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan M Syahril kemarin (19/10).

Di Jakarta ada sembilan anak yang dilaporkan sembuh dari penyakit ini. Sementara Jawa Timur lima anak. Lalu di Jawa Barat dan Banten masing-masing ada tiga anak yang sembuh.

Masih pada data yang sama, 45 persen pasien anak dilaporkan mengalami penyakit ini memiliki gejala demam. Lalu 49 persen pasien mengalami gangguan berkemih. Gejala lainnya infeksi saluran cerna dan ISPA.

Namun ada 20 persen anak yang berpenyakit tersebut masih belum teridentifikasi gejalanya. Pada pemeriksaan USG, bentuk dan ukuran ginjal normal dan tidak ada kelainan. Hanya saja pemeriksaan laboratoriumnya terdapat kenaikan keratin.

“Dari hasil pemeriksaan tidak ada bukti hubungan kejadian gangguan ginjal akut misterius dengan vaksin covid maupun infeksi covid,” tegas Syahril. Hingga kini, Kementerian Kesehatan bersama stakeholder terkait masih mencari penyebab penyakit tersebut.

Senyawa dalam salah satu jenis obat masih diteliti. “Untuk tingkatkan kewaspadaan, Kemenkes sudah meminta kepada seluruh nakes di faskes, sementra ini tidak meresepkan obat dalam bentuk cair atau sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas,” katanya. Penjualannya pun tak boleh bebas lagi.

Lalu bagaimana jika si kecil sakit? Syahril mengimbau agar masyarakat harus konsultasi dengan dokter. Apalagi untuk meminumkan obat dalam bentuk cari atau sirup. “Sebagai alternatif dapat gunakan tablet, kapsul, atau lainnya,” jelasnya.

Dia juga menyarankan jika terjadi penurunan frekuensi buang air kecil atau sama sekali tidak keluar, harus segera lakukan pemeriksaan ke fasyankes. Selain itu diharapkan membawa obat yang dikonsumsi sebelumnya.

Menurut surat yang dikeluarkan oleh Kemenkes yang ditujukan untuk pemda dan organisasi profesi kesehatan, ada 14 rumah sakit yang ditunjuk sebagai rujukan. Rumah sakit rujukan itu terdapat layanan hemodialisa dan dokter spesialis ginjal anak.

14 rumah sakit itu antara lain RSUP dr Cipto Mangunkusumo, RSUD dr Soetomo, RSUP dr Kariadi Semarang, RSUP dr Sardjito, RSUP Prod Ngoerah, RSUP H Adam Malik, dan RSUD Saiful Anwar Malang.

“Dalam upaya turunkan fatalitas, Kemenkes melalui RSCM telah membeli penawar yang didatangkan langusng dari luar negeri untuk diberikan ke pasien yang dirawat di seluruh rumah sakit di Indonesia,” kata Syahril.

Ditemui terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (MenkoPMK) Muhadjir Effendy mengatakan, penghentian obat sirup yang dilakukan Kemenkes merupakan bagian dari upaya pencegahan.

Di samping, upaya investigasi yang saat ini masih terus berjalan guna mengetahui penyebab dari penyakit gagal ginjal akut misterius yang tengah marak terjadi.

“Investigasi saat ini sedang berjalan. Saya kira perlu (penghentian obat-obatan tertentu, red) sambil diadakan pengkajian lebih dalam,” ujarnya ditemui di sela acara High-level Intergovernmental meeting on the Final Review of the Asian and Pacific Decade Of Persons with Disabilities (HLIGM-FRPD) di Jakarta, kemarin (19/10).

Menurutnya, saat ini kondisi yang sama juga tengah di Afrika Barat. Namun di sana, sudah dipastikan penyebabnya yakni obat sirup yang berasal dari Asia Selatan. Dia memastikan, jika obat yang sama tidak beredar di Indonesia.

Tapi, dia meminta agar ditelusuri lebih dalam apakah ada obat lain yang memiliki kandungan sama dengan obat dari Asia Selatan tersebut. “Kalau yang sekarang berada di Afrika Barat itu dipastikan tidak ada di Indonesia, cuma apakah mungkin ada jenis yang lain atau yang punya kandungan sama. Itu yang sedang dicari,” paparnya.

Kondisi saat ini dinilainya sudah mengkhawatirkan. Apalagi melihat jumlah kasus yang sudah mencapai 206 kasus dengan kematian sebanyak 99 kasus. Karenanya, dia mendorong agar Kemenkes dan BPOM segera melakukan langkah-langkah pencegahan.

Sementara itu, Epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman menilai, keputusan Kemenkes untuk menghentikan penggunaan obat sirup tepat untuk saat ini. Upaya ini sebagai mitigasi awal dan respon awal sembari menunggu proses penyelidikan lebih lanjut.

Menurutnya, menyetop hal-hal yang bisa berpotensi menyebabkan gagal ginjal akut perlu dilakukan. Apalagi, ada literatur yang mendukung. Misal, penggunaan beberapa obat baik yang sifatnya antipiretik atau penurun demam atau lalu obat batuk yang mengandung Diethylene Glycol (DEG).

“Sementara tepat. Sampai ada kepastian dari investigasi yang dilakukan bahwa ini terkait atau tidak, atau obat yang ada saat ini aman atau tidak,” ungkapnya. Kendati demikian, Dicky meminta, kebijakan tersebut disertai dengan rekomendasi obat yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat ketika ada kasus batuk pilek.

Pemerintah dan IDAI juga perlu kembali mensosialisasikan pola hidup sehat yang jadi opsi paling aman untuk menghindari segala risiko infeksi penyakit. “Tetap harus ada solusi, gak plek berhenti. Harus ada solusi yang menenangkan,” tegasnya.

Menurutnya, kondisi gagal ginjal akut di Indonesia sudah tergolong kejadian luar biasa (KLB). Hal ini berdasarkan case fatality rate cukup tinggi di beberapa daerah yang telah mencapai 50 persen. “Tentu sangat logis dalam konteks Indonesia. Satu di tengah lemahnya deteksi dini dan kedua, terbatasnya sarana prasarana,” ungkapnya.

Lemahnya deteksi dini sangat berpengaruh lantara kasus ini termasuk emergency. Sehingga, jika telat terdeteksi maka akan sulit tertolong. Lalu, sarana dan prasarana menyangkut hemodialisa.

Keduanya kemudian diperparah dengan kesadaran masyarakat untuk deteksi dini kesehatan anak, behavior dalam melakukan pengobatan sendiri, hingga enggan ke faskes ketika sakit. “Semua berkontribusi,” keluhnya.

Adanya senyawa EG dan DEG pada obat sirup ini menjadi atensi. Apalagi kejadian di Gambia, WHO menyebutkan ada empat jenis obat batuk dari India yang menjadi penyebab gangguan ginjal akut misterius. Obat tersebut menurut catatan BPOM tidak beredar di Indonesia.

Dalam regulasi persyaratan registrasi produk obat, BPOM sendiri telah menetapkan persyaratan semua produk obat sirup untuk anak dan dewasa tidak boleh menggunakan EG dan DEG.

Tapi bisa saja EG dan DEG terdapat dalam cemaran larutan kimia gliserin atau propilen glikol yang biasa digunakan sebagai zat pelarut tambahan. BPOM minta industri farmasi yang memiliki produk obat sirup untuk melapor. Terutama yang berpotensi ada cemaran EG dan DEG.

Ada yang Masih Jual

Sementara itu, seorang petugas di Apotek Kimia Farma yang berada di kawasan Jalan Garuda, Kemayoran, Jakarta Pusat mengungkapkan, pihaknya sudah mengetahui adanya surat edaran dari Kemenkes yang sementara waktu melarang apotek untuk menjual obat bebas atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat.

“Terkait surat itu, sudah tahu. Tapi, kalau larangan yang resminya dari BPOM kan belum ada, belum ada edarannya,” katanya saat ditemui pada Rabu sore (19/10).

Karena itu, dikatakannya, pihaknya pun hingga saat ini masih menjual obat bebas atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat. Terlebih, untuk stok obatnya sendiri pun masih tersedia. “Yang beli obat itu juga masih ada, tapi ya beberapalah,” ucapnya.

Sedangkan, Bambang pemilik Apotek Rakyat di Jalan Sumur Batu Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat mengungkapkan, pihaknya juga sudah mengetahui terkait dengan adanya surat edaran dari Kemenkes yang sementara waktu melarang apotek untuk menjual obat bebas atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat.

“Iya, sudah tahu. Jadi, per hari ini kami memang sudah tidak menjual obat tersebut. Untuk stoknya tapi masih ada. Paling kalau memang ada yang mau beli ya harus pakai resep dokter, kalau tidak kami ya tidak berani menjualnya,” ucapnya.

21 Kasus di Sumbar

Di sisi lain, Dinas Kesehatan Sumbar mengakui, ada 21 kasus gangguan ginjal akut misterius di Sumbar. Kepala Dinas Kesehatan Sumbar Lila Yanwar menjelaskan, sampai saat ini kasus tersebut masih dalam pembicaraan dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Sumbar.

“Ya. Itu memang yang dilaporkan dari RSUP M Djamil. Terakhir pada angka 21 dalam pengawasan atau observasi anak-anak yang mengalami demam kemudian mengalami gagal ginjal akut,” tuturnya kepada awak media, Rabu (19/10).

Dia menyebut, untuk penanganan saat ini telah dilakukan dokter ahli bagian anak RSUP M Djamil Padang. Sementara itu, terkait gejala klinis pihaknya belum dapat memublikasikan karena masih menunggu hasil uji laboratorium dan lainnya yang sedang dikirim ke Pusat.

“Kemungkinan besok pagi (hari ini, red) kita akan mendapat laporan lengkap dari RSUP M Djamil dan juga IDAI Sumbar,” terangnya.

Laporan tersebut berisikan tentang progresif dan penatalaksanaan. Serta saat ini pihaknya juga tengah membuat pedoman yang lebih tepat untuk kasus gagal ginjal progressif apikal tersebut.

“Saat ini untuk gejala yang sama. Tapi kita belum katakan termasuk gagal ginjal juga. Tapi memiliki gejala gagal ginjal yang sama. Dilaporkan ada satu di RS Rasyidin dan satu di RS Mentawai. Itu sudah termasuk yang ke-21 tadi. dan 19 dirawat di RSUP M Djamil,” jelasnya.

Lila menyampaikan, pasien datang dari beberapa kabupaten dan kota. Namun untuk rincian kabupaten/kota yang memiliki kasus tesebut, baru bisa dipublikasikan oleh pihaknya secara resmi hari ini (20/10). (lyn/mia/jpg/cr4)

Dalam jumpa pers hari ini juga akan disampaikan secara resmi oleh satgas terkait apakah ada yang meninggal. “Mungkin lebih tepat besok (hari ini, red) kita lakukan bersama-sama karena ini ada kewenangan dari RSUP M Djamil juga, untuk menyatakan bahwa angka yang meninggal sekian orang,” sambungnya. (lyn/mia/jpg/cr4)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Presiden Jokowi Kunjungan Kerja ke Bangka Belitung

Andre Rosiade: Pantau Stok Sembako, Pasar Rakyat Butuh Gudang