Presiden Joko Widodo, Senin kemarin, memerintahkan semua pejabat dan anak buahnya untuk tidak melakukan tindakan atau mengeluarkan pernyataan yang bisa menimbulkan kegaduhan dan kontroversial.
Dalam pernyataannya, secara tegas Jokowi mengatakan sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan panglima tertinggi angkatan bersenjata, ia memerintahkan semua anak buah untuk fokus pada pekerjaan masing-masing. Jokowi melarang anak buahnya bertindak dan bertutur kata yang membuat masyarakat bingung.
Pernyataan itu bisa dibaca sebagai respon paling tegas, menanggapi kegaduhan baru-baru ini yang dipicu pernyataan Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengenai impor senjata ilegal oleh institusi tertentu. Pernyataan itu menimbulkan gejolak luar biasa, hingga menyeret publik ke arah wacana liar dan negatif serta mudah berubah menjadi adu domba.
Pernyataan Presiden Joko Widodo itu penting dan memang harus dikeluarkan segera. Apalagi, hari ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai membuka pendaftaran partai politik peserta pemilu 2019. Artinya, bisa dikatakan secara resmi Indonesia sudah memasuki tahun politik.
Publik jelas ingat dengan kegaduhan yang terjadi pada 2012, dua tahun menjelang pemilu 2014. Media massa hampir setiap hari diwarnai kegaduhan politik. Mulai dari kasus Century yang menyeret-nyeret Wakil Presiden Boediono, badai korupsi yang mengguncang Partai Demokrat dan PKS, perseteruan menteri dengan DPR, hingga kampanye hitam yang terus meningkat hingga pemilu.
Kondisi itu seperti terulang kembali tahun ini. Sebagian publik mungkin akan mencurigai bahwa kegaduhan memang sengaja dilakukan demi kepentingan politik 2019. Politik kegaduhan membuat pemerintah, institusi negara atau institusi politik sibuk mengklarifikasi kegaduhan yang dibuat pihak lain. Politik kegaduhan untuk menyerang lawan politik, secara langsung atau tidak langsung, hanya akan membuat negara berjalan lambat.