in

Strategi Penyerapan APBD

Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa APBD berperan penting dalam mempercepat gerak roda pembangunan di setiap daerah, terutama menggerakkan pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah pusat berupaya mengalokasikan dana ke seluruh level tingkat pemerintahan di Indonesia. Buktinya, sejak diberlakukannya desentralisasi fiskal, hampir sepertiga dari dana APBN dialokasikan ke daerah. 

Khusus APBN 2017 mencapai Rp 2.080,5 triliun. Sebesar Rp 764,9 triliun ditransfer ke daerah. Sumbar memperoleh DIPA senilai Rp 31,19 triliun. Tujuan penggunaan anggaran tersebut tidak lain guna meningkatkan pelayanan publik, sekaligus mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi di seluruh daerah maupun nasional.

Kualitas pelayanan publik dan pertumbuhan ekonomi dapat diwujudkan bila serapan anggaran terutama di daerah, bisa dilakukan secara cepat. Namun, hingga kini serapan anggaran terutama APBD tampaknya masih saja rendah.

Serapan Anggaran dan Permasalahan

Penyerapan anggaran khususnya APBD pada hampir semua daerah di Indonesia dalam dua tahun terakhir ini boleh dikatakan sangat lambat. Ada daerah yang baru menyerap ABPD sampai September 2016 (kwartal III) 35%, dan ada juga mencapai 60%. Tetapi sesuai disiplin anggaran, seharusnya sampai September terserap lebih kurang 70%.

Kenyataan menunjukkan lain, rata-rata di seluruh daerah di Indonesia daya serap APBD sangat rendah. Rata-rata 50%. Tentu sulit mengharapkan APBD berperan meningkatkan pelayanan publik dan sekaligus mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional. 

Fakta menunjukkan sebagian besar daerah yang memiliki serapan anggaran rendah, pertumbuhan ekonominya juga rendah. Salah satu contoh Provinsi Riau. Meski anggaran 2016 cukup besar, lebih kurang Rp 11,5 triliun, tetapi sampai kwartal III 2016 daya serapnya baru 34,7%, dan laju pertumbuhan  ekonominya hanya  1,11%.

Penyerapan APBD yang rendah tidak terlepas dari beberapa faktor penyebab. Pertama, terlambatnya eksekutif dan legislatif menyusun perencanaan dan penganggaran, sehingga ketuk palu APBD terlambat. Kedua, munculnya rasa ketakutan bagi aparatur pemda menggunakan dana tersebut secara cepat. Ini wajar terjadi karena pemahaman pemegang program/kegiatan masih rendah, sementara risiko yang harus ditanggung adalah “penjara”.

Meski sudah ada penegasan Presiden bahwa ketakutan menggunakan dana APBD seharusnya tidak perlu terjadi, sebab Badan Pengawas Keuangan dan BPKP siap memberikan pendampingan, kenyataannya ketakutan masih saja ada. 

Ketiga, terlambatnya proses tender. Meskipun penetapan anggaran sudah dilakukan pada 31 Desember, tetapi proses tender seringkali baru dimulai April dan Mei. Ini karena belum siapnya SKPD dan peserta tender belum melengkapi administrasi.  

Keempat, ketetapan alokasi anggaran 20% urusan pendidikan, 10% urusan kesehatan, 25% belanja modal, membuat pelaksanaan belanja barang dan jasa yang selama ini digunakan untuk bantuan ke masyarakat baik bidang pertanian, kelautan, industri, pariwisata, tidak dapat dilakukan lagi.

Kelima, sering terjadi pergeseran sumber daya manusia pengelola keuangan di daerah. Sementara pengganti dari SDM pengelola keuangan tersebut tidak memiliki pengetahuan dan keahlian yang memadai. 

Keenam, kesengajaan pemda menyimpan dananya di bank daerah guna mendapatkan bunga deposito, sehingga dapat menggenjot penerimaan PAD dan menghindari kemungkinan risiko hukum. Ketujuh, penyerapan anggaran beberapa kementerian negara/lembaga dengan porsi pagu yang besar sangat berpengaruh terhadap penyerapan anggaran secara keseluruhan. 

Strategi Pemecahannya

Mengatasi itu, ada beberapa langkah dan strategi. Pertama, eksekutif dan legislatif haruslah memiliki persepsi sama dalam menyusun perencanaan pembangunan dan penganggaran di daerah, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. 

Kedua, para pelaksana anggaran (APBD) sebenarnya tidak perlu takut dengan masalah hukum sepanjang sesuai aturan pengelolaan keuangan. Ketiga, lakukan proses tender sesuai aturan dan jadwal secara disiplin. Agar berjalan baik perlu terapkan reward dan punishment.  

Keempat, perubahan nomenklatur anggaran perlu disikapi pengelola keuangan negara maupun pengelola keuangan daerah secara cepat dan tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan SDM yang tepat dan memiliki keahlian dan pemahaman dalam pengelolaan keuangan daerah.

Kelima, guna mengatasi masalah provinsi tidak dapat memberikan bantuan dana ke masyarakat dalam bentuk bantuan sosial, maka peraturannya (Permendagri) terkait kewenangan tersebut hendaklah dibuat lebih fleksibel. Artinya, sejauh alokasi anggaran pendidikan, kesehatan, serta belanja modal sudah terpenuhi, pemda dapat saja memberikan bantuan ke masyarakat, terutama untuk meningkatkan produksi di daerah masing-masing.

Keenam, meskipun pemda memiliki kewenangan penuh mengatur dan menempatkan semua SDM-nya, untuk pengelola keuangan perlu diatur waktunya. Sebab, SDM pengelola keuangan ini membutuhkan keahlian khusus dan membutuhkan waktu untuk memahami aturan-aturan yang banyak dan cepat berubah. Karena itu, penempatan SDM pengelola keuangan daerah haruslah ada aturan tertentu yang mengaturnya baik dari sisi kompetensi maupun waktunya.

Ketujuh, keinginan sebagian besar pemda menempatkan dana APBD pada bank haruslah diantisipasi lewat aturan yang dapat membatasinya. Aturan tersebut, paling tidak setingkat Permen baik Permenkeu maupun Permendagri. Dengan begitu, pemda tidak sewenang-wenang lagi menempatkan uang masyarakat di bank meskipun itu tidak melanggar aturan.

Kedelapan, lima kementerian yang memiliki anggaran paling besar, haruslah secara disiplin mengalokasikan anggarannya ke setiap daerah provinsi di Indonesia. Dengan demikian, penyerapan anggaran di daerah dapat lebih cepat. Bila tidak, kementerian tersebut dapat diberikan sanksi pemotongan anggaran tahun berikutnya. 

Kesembilan, pemberian reward and punishment melalui pemotongan (DAK). Sebab punishment dengan penahanan DAU sebesar 25% tampaknya kurang efektif.

Kini, masyarakat mengharapkan pemda menjalankan APBD secara efektif dan efisien, sehingga mampu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, penurunan pengangguran dan kemiskinan. Karena itu, penyerapan APBN maupun APBD sesuai aturan yang berlaku mutlak diupayakan oleh pemerintah. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Israel Tak Sepakat dengan Pertemuan Perdamaian di Perancis

Inilah Besaran Honorarium Anggota Konsil Kedokteran dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran