Wajar jika Presiden Jokowi marah besar karena tidak puas dengan kinerja menteri-menterinya. Kemarahan presiden bukan tanpa dasar. Para menteri dinilai tidak dapat mengambil kebijakan tepat dan sesuai saat kondisi ekonomi Indonesia sedang mengalami tekanan besar akibat pandemi Covid-19.
Hal itu diungkapkan Senator asal Provinsi Kalimatan Utara, yang juga Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri SE MH.
“Selain kurang gesit, lambatnya Kementerian dalam mengambil keputusan, menjadi satu indikasi jika seorang menteri tidak serius menjalankan pekerjaannya,” ujar Hasan.
Terkait isu reshuffle yang akan dilakukan Presiden Jokowi di kabinetnya, lanjut Hasan, hal tersebut merupakan hal yang wajar pula, apalagi saat ini tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah sangat rendah. Hasan menilai, adanya tarik ulur kepentingan dalam kebijakan pemerintah saat menangani pandemi Covid-19 dan New Normal juga menjadi salah satu penyebab menurunnya kinerja beberapa kementerian.
“Jika melihat dinamika politik yang terjadi, kemudian, lambannya kinerja beberapa menteri Jokowi-Ma’ruf. Sangat mungkin dilakukan reshuffle dalam rangka penyegaran Kementerian sekaligus menjawab kegelisahan publik terkait berbagai kebijakan yang tidak prorakyat,” tegas HB.
Hasan berharap jika terjadi reshuffle kabinet, jangan sampai hal tersebut menjadi tarik-menarik kepentingan berbagai pihak, terutama partai koalisi pendukung yang mengincar kursi menteri. Posisi menteri harus diisi oleh orang yang layak dan merupakan pilihan presiden.
“Kita berikan ruang sebebas-bebasnya kepada presiden untuk mengevaluasi para menterinya, jangan ada pihak yang menekan dan mengintervensi sehingga menyandera pak presiden,” pesan Hasan.
Lebih lanjut, Hasan Basri menyatakan, dalam rangka memberi keseimbangan, khususnya keterwakilan daerah, sudah saatnya presiden memberikan porsi menteri itu kepada perwakilan lembaga DPD RI.
“Tinggal menunjuk siapa yang paling pas diposisikan sebagai pembantu presiden dari kalangan DPD RI, sehingga ada keterwakilan daerah di pemerintahan,” harapnya.
Menurut HB, hal ini bisa saja dilakukan, mengingat juga pernah terjadi di era presiden SBY, di mana pengelolaan beberapa kementerian diberikan kepada perwakilan DPD RI sebagai representasi daerah.
“Kami mendorong Bapak Presiden untuk mengevaluasi menteri dengan rapor merah,” tutup HB. (rel/hsn)