Setelah sukses memproduksi Green Diesel (D-100) melalui pengolahan minyak sawit 100%, PT Pertamina siap memproduksi green energy lainnya, seperti Green Gasoline dan Green Avtur dari kilang dalam negeri pada tahun-tahun mendatang.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan Pertamina memiliki tugas untuk menghadirkan inovasi-inovasi yang dapat berdampak luas bagi bangsa dan negara Indonesia.
Langkah ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo yang menekankan pentingnya menghasilkan Bahan Bakar Nabati (BBN) dengan mendayagunakan sumber daya alam domestik untuk membangun ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional.
“Pertamina menyampaikan terima kasih atas dukungan pemerintah dan semua pihak agar Pertamina terus mengembangkan green energy seperti B30 dan B50 serta D-100. Pertamina telah menyelesaikan penyiapan kilang dan katalis merah putih, yang nantinya akan dilanjutkan dengan kajian keekonomian” ujar Nicke di sela-sela kunjungan ke fasilitas pengolahan RBDPO di Kilang Dumai, Riau, Rabu (15/7/2020).
Saat kunjungan ke Kilang Dumai, Wakil Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Budi Santoso Syarif mengatakan bahwa selain Green Diesel saat ini Pertamina juga tengah mengembangkan BBN lain berbahan sawit yaitu Green Gasoline dan Green Avtur
“Untuk Green Gasoline, Pertamina sudah melakukan uji coba sejak 2018, 2019 dan 2020 di Kilang Plaju dan Cilacap. Namun uji coba tersebut baru mampu mengolah minyak sawit RBDPO sebesar 20%. Sedangkan ujicoba mengolah minyak sawit menjadi Green Avtur akan dilakukan di akhir tahun 2020 juga di Kilang Cilacap” ungkapnya.
Menurut Budi, walaupun ujicoba Green Gasoline yang dilakukan Pertamina baru mampu mengolah minyak sawit sebesar 20% namun hal ini adalah yang pertama di dunia mengingat mengolah minyak sawit menjadi Green Gasoline belum pernah dilakukan dalam skala operasional.
“Mengolah minyak sawit menjadi green diesel sudah dilakukan juga oleh beberapa perusahaan lain di dunia, namun mengolah minyak sawit menjadi green gasoline belum pernah dilakukan di dunia dan Pertamina adalah yang pertama karena selama ini hal tersebut masih sebatas skala laboratorium untuk riset” lanjut Budi
Selain Dumai, Pertamina juga akan membangun Standalone Biorefinery di Cilacap dengan kapasitas 6.000 barel per hari dan Standalone Biorefinery di Plaju dengan kapasitas 20.000 barel per hari. Kedua standalone Biorefinery ini kelak akan mampu memproduksi Green Diesel maupun Green Avtur dengan berbahan baku 100% minyak nabati.
Budi menambahkan, tantangan ke depan, Pertamina tidak hanya mengembangkan green energy dari CPO atau sawit, tetap juga dari sumber daya lainnya seperti algae, gandum, sorgum dan sebagainya. Pertamina akan terus mendayagunakan segala sumber daya alam domestik, untuk mendukung kemandirian dan kedaulatan energi nasional.
Sekarang ini, lanjut Budi, Pertamina terus berusaha untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada di Indonesia dengan mengoptimalkan market yang ada dalam negeri, karena cukup besar. Mengolah kelapa sawit menjadi bahan bakar memiliki TKDN (Total Kandungan Dalam Negeri) yang amat sangat tinggi dan berpotensi mengurangi defisit transaksi negara, karena sawit adalah bahan baku domestik yang transaksinya dilakukan dengan mata uang rupiah, dengan begitu akan berdampak positif pada pertumbuhan perekonomian nasional.
Sebagaimana diketahui, Pertamina telah menggunakan FAME untuk program biodiesel sejak tahun 2006 dan hingga tahun 2017, selama 11 tahun, penyerapan FAME mencapai 9,2 juta KL. Pada tahun 2018, Pertamina menjalankan Program B20 dimana penyerapan FAME sebesar 3,2 juta KL yang pencampurannya dilakukan di 69 lokasi. Melalui Program B30, pada tahun 2019, penyerapan FAME meningkat tajam sebesar 5,5 juta KL dan tahun 2020 ditargetkan meningkat menjadi 8,38 juta KL.
Implementasi program B20 dan B30 di tahun 2019 telah menghemat devisa negara sebesar Rp 43,8 triliun dan tahun 2020, Pertamina menargetkan penghematan devisa sebesar Rp 63,4 triliun dengan serapan tenaga kerja sebanyak 1,2 juta orang.
“Seiring berjalannya waktu terdapat trend shifting pada penggunaan bahan bakar, yaitu semula bahan bakar fosil perlahan bergeser ke bahan bakar terbarukan. Pola pemenuhan energi nasional pun mengalami perubahan dari sebelumnya mengandalkan foreign supply menjadi domestik supply. Untuk itu kita harus terus berupaya memaksimalkan dalam hal pemberdayaan dan pengelolaan sumber daya lokal yang kita miliki,” pungkas Budi. (*)