Kekhawatiran menyelimuti perasaan sejumlah petani di Korong Piliang dan Tanjung, Nagari Gasangadang, Kecamatan Batanggasan, Kabupaten Padangpariaman.
Bagaimana tidak, puluhan hektare areal pertanian mereka yang terhampar di bantaran Sungai Batang Gasan, terus mengalami penyusutan akibat tergerus air sungai.
Sidun, petani yang terdampak di Korong Tanjuang mengaku, pengikisan lahan akibat aliran sungai Batang Gasan itu sudah berlangsung lama. Kondisi ini sudah berbulan-bulan, bahkan bertahun dialami petani di sana.
“Lahan-lahan pertanian kami di sini, terus berkurang dan berganti jadi aliran sungai. Beberapa petani, baik di Tanjung maupun di Piliang, sudah ada yang kehabisan lahan,” kata Sidun, saat dijumpai tengah memeriksa areal sawahnya, kemarin (26/6).
Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, lanjutnya, wilayah Gasangadang dan sekitarnya kerap dihadapkan pada musim penghujan. Kondisi ini membuat volume air sungai di Batang Gasan acap naik.
Arus sungai pun menjadi lebih deras. Kondisi itupun membuat lahan sawahnya terus terkikis. Saat ini, dirinya telah kehabisan sekitar sepertiga hektare lahan sawahnya.
“Sepertiga hektare itu kalau normal hasil panennya bisa dapat 400 padi atau 25 karung ukuran 50 kilogram. Selama dua pekan ini, pengikisannya sangat parah. Terakhir kali Jumat (17/6) lalu, sungainya meluap,” sebutnya.
Jika dirunut lebih jauh, imbuhnya, aliran sungai Batang Gasan sendiri semula jauh dari areal pertanian warga. Namun karena acap meluap, aliranya lantas berubah dan bergeser hingga banyak menghantam lahan-lahan warga.
Kekinian, kerugian petani setempat terasa kian berat. Pasalnya, selain areal tanam yang kian menyusut ulah terkikis aliran sungai, lahan-lahan tersisa yang sedang ditanami jagung dan padi juga terancam gagal panen.
Para petani setempat mengeluh, namun tak bisa berbuat banyak. Lebih disayangkan, kondisi ini luput dari perhatian pejabat terkait. Pasalnya ia belum pernah melihat pejabat datang meninjau apalagi bertindak menangani nasib petani di sana.
“Semenjak petani di sini ketar-ketir memikirkan nasib kelangsungan pertaniannya, belum ada pejabat terkait datang menyemangati. Apalagi memberi solusi,” kata dia.
Untuk itu, ia berharap pihak terkait di pemerintahan hingga tingkat terbawah, secepatnya menangani persoalan yang dialami para petani setempat.
Menurutnya, jika lambat diupayakan minimalisasi pengikisan tanah akibat arus sungai itu, maka kehilangan lahan akan menyasar lebih banyak petani di situ.
“Solusinya bisa dilakukan peralihan arus sungai atau memasang tanggul penahan tebing. Bisa dengan memasang bronjong di sepanjang aliran atau di titik lahan-lahan warga yang terdampak pengikisan,” hemat Sidun.
Senada, Rapit, petani lainnya juga mengaku terdampak pengikisan lahan akibat aliran sungai di Batanggasan itu. Berbeda dengan Sidun, Rapit justru kehabisan seluruh lahan sawahnya di Piliang.
“Tumpak sawah saya yang di Piliang sudah habis terban tergerus aliran sungai. Ada lahan saya yang ditanami jagung di Tanjuang, namun saat ini juga terancam karena juga berada di pinggiran sungai,” akunya sembari berharap agar pemerintah secepatnya menangani persoalan itu.
Selain persoalan pengikisan lahan, sambungnya, air batang Batang Gasan juga sering merendam pertanian warga hingga memicu gagal panen. Beberapa titik jalan dan jembatan di Korong Tanjuang juga telah amblas dihondoh aliran sungai yang meluap.
Amblasnya infrastruktur itu sejak 2020 lalu. Hingga saat ini, akses yang rusak belum satupun yang mendapat sentuhan pembenahan dari pihak terkait. Kecuali masyarakat sekitar yang swadaya melakukan perbaikan darurat.
Plt Kepala Dinas PUPR Padangpariaman, Budi Mulya mengatakan, persoalan aliran sungai di Padangpariaman, sudah sangat sering disampaikan pihaknya kepada Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera V di Padang.
“Kita selalu berupaya ke provinsi ataupun pusat untuk penanganan aliran sungai di Padangpariaman. Namun, saya rasa untuk mengakomodirnya bergantung pada kondisi anggaran,” ujar Budi.
Begitupun menyangkut infrastruktur di Padangpariaman yang mengalami kerusakan seperti di Batang Gasan tersebut. Katanya, Pemkab Padangpariaman selalu berusaha mengusulkan untuk pembenahannya.
“Daerah kita belakangan memang kerap diterpa kejadian seperti banjir atau luapan air sungai karena curah hujan yang tinggi. Sementara, penanganan harus dilakukan bertahap, karena keterbatasan anggaran. Kita akan terus mengusulkan dan berusaha mendapatkan anggaran untuk itu,” tukas Budi. (ptr)