in

Tahun Baru dalam perspektif Islam dan Pendidikan

Saat ini, mungkin semua keluarga di seluruh Indonesia sedang menyiapkan dompet beserta isinya demi menyambut tahun baru 2018 M. Bahkan ada juga orangtua yang mengajak anak serta menantunya keluar menuju kota-kota besar, tempat-tempat rekreasi, makam-makam, pantai-pantai, makan-makan di taman, dan berbagai macam-macam tempat dan cara yang pariatif demi ikut serta dalam menyaksikan dan merayakan tahun baru yang lebih meriah. Tahun baru merupakan salah satu momentum yang indah untuk mengeksplor kreativitas dalam mengembangkan potensi diri baik itu bersifat individu maupun kolektif.

Dalam perspektif Islam, tahun baru merupakan momentum untuk mempererat persaudaraan, baik itu sekala mikro dan makro. Yaitu mempererat hubungan dalam berbangsa, bernegara, antar umat beragama dan seagama bahkan lingkungan. Dalam tahun baru 2018 ini juga merupakan momentum untuk melakukan perubahan sosial ke lebih baik dari tahun sebelumnya. Dengan banyak-banyak pergi saling mengungjungi, saling mengisi dan saling menesehati dalam rangka mewujudkan manusia yang lebih beradab.

Bentuk perayaan tahun baru sangatlah banyak, mulai dari membeli petasan, begadang malam, mengucapkan selamat tahun baru dan masih banyak lagi. Dalam perayaan tahun baru, bukan hanya  orang berkeluarga, orang dewasa namun banyak juga dari kalangan anak-anak yang ikut serta. Dalam perspektif pendidikan keikutsertaaan anak-anak dalam merayakan tahun baru merupakan stimulus dalam melakukan beradaptasi dengan lingkungan. Perlu diketahui bahwa anak adalah peniru ulung, apa yang dilakukan orangtua secara tidak langsung akan berbentuk kebiasaan pada anak. Maka jika orang tua melakukan kebiasaan buruk di depan anak-anak, bukan tidak mungkin anak tersebut akan ikut menirukannya. Dalam hal tahun baru 2018 ini, jika kita mengajarkannya bermain petasan mungkin, maka kita telah membentuk kebiasaan anak untuk hidup dalam berpetasan. Apabila kita mengajarkan anak begadang malam tanpa ada manfaatnya, maka secara tidak langsung kita telah mengajarkan anak kepada perbuatan yang tidak bermanfaat atau sia-sia. Dalam Hadits di jelaskan yang artinya “ Di antara tanda kebaikan Islam sesorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya” (HR. Tirmidzi).

Tahun baru memang momentum yang dinanti-nantikan oleh banyak orang. Keberadaanya sangat identik dengan perayaan yang meriah. Banyak masyarakat yang membangun persepsi bahwa tahun baru adalah awal dari kehidupan baru yang meraka akan jalani. Dari sinilah kemudian rasa kebahagian mereka ungkapkan dalam bentuk hiburan dan pestaria dengan berbagai macam cara. Tetapi dari itu semua, sebenarnya tidak bisa lepas dari kecerdasan emosional yang ada pada dirinya masing-masing. Persepsi tersebut, dalam kaitan dengan anak, tidak mustahil bisa saja seorang anak mengikuti persepsi tersebut. Karena anak dari sejak lahirnya merupakan kertas kosong yang belum ada isinya, dipengaruhi faktor lingkungan. Jadi kita sebagai orang tua sayogyanya memberikan contok yang baik-baik di depan anak-anak. Semoga bermanfaat.

kamu juga bisa menulis karyamu di vebma,dibaca jutaan pengunjung,dan bisa menghasilkan juta rupiah setiap bulannya,

What do you think?

Written by Julliana Elora

BERITAPAGI – Selasa, 2 Januari 2018

Politik Uang dan Ujaran Kebencian Pemicu Kerawanan