Hampir semua klub di Indonesia mengandalkan penjualan tiket laga kandang sebagai andalan pemasukan.
Jadi, kalau itu tidak ada, sementara kompetisi dilanjutkan dengan ditambah pengeluaran untuk protokol kesehatan, bisa dipastikan bakal banyak tim yang megap-megap.
Tapi, tetap saja PSSI, lewat Ketua Umum Iwan Bule, percaya diri mengusulkan Liga 1, kompetisi sepakbola strata teratas Indonesia, dimulai lagi September nanti. Sedangkan Liga 2 sebulan kemudian.
Dalam virtual meeting dengan klub-klub Liga 1 dan Liga 2 kemarin, Iwan menyebutkan, lanjutan Liga 1 sangat mungkin berformat home tournament dan dihelat di Pulau Jawa.
Sedangkan untuk Liga 2, sistem kompetisinya dibagi menjadi empat grup dan tiap grup diisi enam tim. Dengan iming-iming klub Liga 1 mendapat tambahan subsidi Rp 800 juta per bulan, sedangkan kontestan Liga 2 dijanjikan Rp 200 juta per bulan.
Persiraja Banda Aceh langsung menolak usul itu. Klub promosi Liga 1 asal Tanah Rencong tersebut memang konsisten meminta kompetisi diputar lagi secara penuh dan dengan penonton.
Alasannya sederhana, salah satu pemasukan terbesar bagi Persiraja adalah tiket penonton pada pertandingan home. Jika semua pertandingan dilaksanakan di Pulau Jawa, otomatis mereka akan kehilangan sumber pemasukan itu. ”Kami kalau main home juga selalu penuh. Tentu merugikan jika harus main di Jawa,” cetus Sekretaris Persiraja Rahmat Djailani kepada Jawa Pos (grup Padang Ekspres).
Tambahan subsidi Rp 800 juta per bulan, menurut Rahmat, sangat tidak cukup untuk Persiraja jika harus jadi musafir di Pulau Jawa. ”Kami bukan menolak, tapi subsidi Rp 800 juta per bulan main di Pulau Jawa bikin bangkrut klub. Tidak cukup bagi kami,” tegasnya.
Di atas kertas, Rahmat mencontohkan, jika tiap main kandang mendapat pemasukan Rp 1 miliar tiap pekan, kalau sebulan, dua sampai tiga kali main home, Persiraja sudah mendapat lebih dari Rp 3 miliar. Lebih dari tiga kali lipat dibanding subsidi yang ditawarkan PSSI.
Indikasi PSSI menginginkan kompetisi dilanjutkan itu sebenarnya sudah terungkap dalam rubrik Cerita Minggu di Jawa Pos 31 Mei lalu. Plt Sekjen PSSI Yunus Nusi saat itu mengatakan, dua opsi paling masuk akal adalah liga lanjut tanpa penonton dan dibarengi protokol kesehatan ketat atau dihentikan dan diganti dengan turnamen.
Sementara sikap ke-18 klub Liga 1 terbelah dalam tiga opsi. Satu opsi lain selain yang sudah disebut Yunus adalah kompetisi dihentikan total untuk berbenah mempersiapkan musim depan. Dengan alasan kesehatan karena penambahan kasus positif covid-19 di Indonesia masih tinggi.
Salah satu klub yang meminta kompetisi tetap lanjut adalah Arema FC. Arema pula yang mengusulkan agar sisa kompetisi dihelat di Jawa saja dengan alasan kemudahan akses.
CEO PSIS Semarang Yoyok Sukawi membenarkan hal tersebut. Mahesa Jenar –julukan PSIS– juga hanya banyak mengandalkan tiket pertandingan kandang sebagai pemasukan.
Kalkulasinya, 50–60 persen pendapatan Mahesa Jenar beberapa musim terakhir justru berasal dari tiket pertandingan kandang. Sedangkan dari sponsor hanya 20 persen. Sisanya hak komersial.
Yoyok mengakui memang belum berhitung untung rugi dengan subsidi Rp 800 juta per bulan plus harus rela bermain tanpa penonton. Walau berasal dari Jawa, bermain di Jawa (di luar kandang mereka) bukan berarti juga meringankan.
Sebab, seperti juga tim-tim lain, PSIS pasti juga membutuhkan dana untuk sewa penginapan atau bus, belum lagi disesuaikan dengan protokol kesehatan. ”Selama ini tidak pernah cukup (subsidi). Karena paling hanya 5 sampai 10 persen dari total pendapatan klub,” ungkapnya.
Sikap yang berbeda ditunjukkan Persipura Jayapura. Selain bersyukur kompetisi diusulkan untuk dilanjutkan, tim Mutiara Hitam tidak merasa ada masalah jika pertandingan dilangsungkan tanpa penonton.
Menurut Ketua Umum Persipura Benhur Tomi Mano, pendapatan utama tim yang dia pimpin selama ini berasal dari loyalitas dan dukungan sponsor. Loyalitas itu muncul tak lain karena transparansi keuangan yang diterapkan di Persipura. Sponsor lantas berani membayar dana yang berlimpah untuk mendukung tim berlaga di Liga 1. Bahkan, 80 persen pendapatan klub berasal dari sponsor. ”Pengeluaran terbesar kami dari akomodasi, tiket, dan penginapan. Itu saja. Apalagi sejak stadion kami direnovasi,” ungkapnya. (rid/c9/ttg/jpg)
The post Tak Cukup Subsidi Rp 800 Juta appeared first on Padek.co.