Hari Menanam Pohon di Mata Tukiman Ketua KTNA Bintan
Atas dedikasinya terhadap lingkungan, petani asal Bintan ini berangkat ke Jakarta untuk menerima penghargaan dari Presiden ke-6 RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sekarang dirinya fokus menebar semangat bercocok tanam ke masyarakat.
Tanjunguban – Adalah Tukiman Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Bintan. Empat tahun lalu, dia menerima penghargaan sebagai KTNA terbaik nasional di Istana Negara, Jakarta.
Ditemui Tanjungpinang Pos, di rumahnya, Kampung Sei Jeram Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara, tidak sedikit pun ada yang berubah dari pria berusia 47 tahun ini. Ia menjadikan tani sebagai pekerjaannya sehari-hari.
Warga RT 01 RW 01 ini menuturkan, mungkin sebagian orang berpandangan hidup menjadi petani tidak akan menjadi orang yang sukses atau mapan. Namun, lulusan SMP ini mematahkan pandangan itu. Ia sudah bertani sejak tahun 1998.
Pria yang lahir dari kota kecil yang dikelilingi pegunungan, di Jawa Timur itu memberanikan diri merantau ke Pulau Bintan. Semula, dirinya tidak memiliki pekerjaan tetap, sehingga dirinya nekad menjadi buruh tani di Kampung Sei Jeram.
Saat itu, dia meninggalkan sebentar pekerjaan tani. Ia menjadi tenaga honor di Fasharkan Mentigi milik TNI AL di Tanjunguban. Di sana, dia bekerja selama setahun, baru kemudian kembali bercocok tanam. Ia kembali memulai kegiatan bercocok tanam dengan menumpang lahan milik warga. Ia juga mengikuti kelompok tani yang ada untuk meningkatkan kemampuannya.
Tahun berganti tahun, pekerjaannya menjadi petani membuahkan hasil. Selain memiliki lahan bertani, ia juga memiliki rumah dan hidup berkeluarga. Meski pekerja petani merupakan pekerjaan yang cukup berat dan jauh dari baju dan sepatu bagus, namun hingga saat ini dirinya berhasil membesarkan kedua anaknya. Meski tidak menjadi orang kaya, namun usahanya yang dimulai dari nol hingga mampu menyekolahkan anaknya hingga kuliah. Bahkan berkat fokus dan menyebarkan semangat bertani, ia didapuk menjadi Ketua KTNA pada tahun 2011 lalu.
Setahun kemudian, ia menerima penghargaan dari presiden sebagai pengurus KTNA terbaik di Istana Negara, Jakarta. Ia mengatakan, semangat bertani juga harus dijalani dengan sungguh-sungguh. Dahulu, katanya, petani hanya mampu bercocok tanam saja, namun kini juga harus menguasai pasar guna memasarkan hasil panen. Petani kini dapat menjaga harga pasar agar produk yang dijualnya tidak anjlok.
”Dahulu itu banyak petani yang bercocok tanam karena harga produknya mahal. Sehingga ramai-ramai menanam, namun saat panen raya harganya anjlok, akibatnya petani merugi dan bangkrut,” sebutnya.
Ia menyebutkan, perlu adanya kekhususan dalam bertani, misalnya satu petani menanam 2 atau 3 tanaman saja, sehingga hasilnya lebih baik. Seperti menanam cabai, maka cukup cabai yang didalami, sehingga hasil produksinya meningkat dan terarah.
”Saat ini sudah banyak petani yang fokus. Hasilnya jauh lebih baik dan maksimal. Seperti petani sayuran di Bintan yang hasilnya sudah dijual ke Batam hingga Singapura,” jelasnya.
Di beberapa daerah di luar Bintan, sudah banyak petani yang sukses yang mampu menyekolahkan anaknya hingga menjadi dokter atau insinyur. Ini menunjukkan jika bertani dapat menjadi tumpuan hidup.
”Di Bintan juga sudah banyak yang sukses, bahkan setiap bulan mampu mendapatkan keuntungan puluhan juta rupiah. Kalau saya ya bersyukur, dengan modal yang tidak seberapa yang penting mampu memenuhi kebutuhan keluarga dan menyekolahkan anak,” jelasnya.
Selain itu, dia menanam berbagai tanaman di pekarangan seperti jengkol, petai, durian, mangga. Selain menambah pemasukan, juga menghijaukan lingkungan menjadi lebih asri. (Jendaras Karloan)