in

Tak Miliki E-KTP , Masyarakat Bisa Gunakan Surat Keterangan

BP/DUDY OSKANDAR
Suasana sosialisasi UU No 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum oleh KPU Sumsel di Hotel Emilia, Palembang, Selasa (19/12).

Palembang, BP

Anggota KPU Sumsel , Ahmad Naafi mengatakan, terkait soal surat keterangan kependudukan menurutnya sudah pernah di sosialisasikan pada saat pilkada gelombang II tahun 2017 dimana pemilih yang tidak memiliki E-KTP bisa menggunakan surat keterangan dari dukcapil, untuk melaksanakan pemilihan pada pemilu serentak 2017 lalu.
“Dan ini sudah ditentukan pada pemilu 2019, ketika mereka tidak memiliki E-KTP yang terproses , apalagi permasalahan E-KTP sudah panjang sekali sampai ke ranah pidana dan diproses KPK sedangkan syarat ditentukan UU No 7 tahun 2017 dan UU No 10 tahun 2016 dimana E-KTP syarat multak jika pemilih tidak terdaftar di DPT dan menjadi syarat bagi pemilih datang ke TPS pada pukul 12.00 sampai pukul 13.00,” katanya dalam sosialisasi UU No 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum oleh KPU Sumsel di Hotel Emilia, Palembang, Selasa (19/12) yang dihadiri sejumlah partai politik dan kalangan profesi dan masyarakat.
Dan surat keterangan kependudukan itu menurutnya, berbatas waktu dan pihaknya mengharapkan Dukcapil dan masyarakat di himbau segera mendaftarkan namanya maupun keuarganya ke ddukcapil atau ke petugasnya yang turun di lapangan.
“Petugas kita akan mencatat 20 Januari -18 Februari 2018, bagi penduduk yang tidak memiliki E KTP atau memiliki hak pilih umurnya 17 tahun atau sudah menikah, berikan keterangan seluasanya tanggal 20 Januari- 18 Februari kepada petugas kita, jangan ditutup-tutupi , termasuk ada keluarga yang disabilitas atau berkebutuhan khusus,” katanya.
Ketentuan ini menurutnya sebagai proses pendataan dan petugasnya akan melapor ke dukcapil atau pemerintah setempat bahwa di daerah tersebut banyak belum terdata sebagai pemutahiran data pemilih kita dalam rangka menentukan DPT.
Pihaknya, mengingatkan stekholder termasuk Bawaslu, jangan sampai petugasnya cuma mendata saja , ternyata data lama diambil tapi tidak kelapangan dan pihaknya mohon pengawasan Bawaslu dan jajaran bersama-sama melakukan pengawasan termasuk masyarakat dan parpol.
“Kami memperoleh data dari petugas PPS kita di lapangan, tetapi ternyata tidak jauh dari dulur , bibiknya disana jangan sampai terjadi petugas kita, jadi tidak jalan pendataan dan hanya terima honor, ini bisa menghambat termasuk menghambat partisipasi pemilih kita, datanya tidak valid , dilaporkan 1000 yang belum terdata 500 ternyata 500 ini golput , mau ke PPS tidak ada surat panggilan (C6), mau ke TPS tidak ada E-KTP, surat keterangan jauh, karena mengurusnya harus valid waktunya, dengan adanya pilkada mereka lebih aktip melihat nama-nama yang sudah terdata, silahkan kepetugas PPS dikelurahan atau desa di Sumsel,” katanya.
Mengenai alat peraga kampanye menurutnya, berdasarkan UU No 7 tahun 2017 banyak pengadopsi dari UU No 10 tahun 2016 tentang kampanye maupun tentang alat peraga kampanye
Menurutnya, alat peraga kampanye bisa di buat oleh KPU seperti baliho, umbul-umbul dan spanduk dan bisa juga dibuat oleh calon independent atau partai politik namun harus dicetak maksimal 150 persen dari jumlah yang difasilitasi KPU.
“Ini sebenarnya sama seperti ketentuan KPU tentang pemilihan kepala daerah UU No 10 tahun 2016 dan pada saatnya nanti ada pembatasan dana kampanye dan tetap dilakukan dalam bentuk peraturan KPU, ini tentu tidak bsa ditentukan sepihak oleh KPU juga harus diadakan pertemuan dengan peserta pemilu terkait pembatasan dana kampanye ini,” katanya.
Sedangkan anggota Bawaslu Sumsel Iwan Ardiansyah mengharapkan, jangan sampai kampanye hitam dan , money politik , kampanye berbau sara terjadi di Sumsel.
“Artinya kita kerjasama kalau tindak pidana kita selesaikan di Sentra Gakkumdu, kita menggandeng kepolisian, jaksa sesuai amanat undang-undang bersama-sama menghindari masalah tersebut,” katanya.
Untuk media sosial pihaknya mengharapkan jangan dijadikan kampanye gelap.
“Kalau terlibat money politik, sampai pembatalan calon , pernah dilakukan Bawaslu RI calon petahanan di batalkan kepersertaannya , hal tersebut jangan terjadi di Sumsel,” katanya.
Sedangkan praktisi hukum, Husni Chandra SH menilai sosialisasi yang dilakukan KPU Sumsel harus bisa menimbulkan kesadaran pemilih mengetahui haknya dan harus dilindungi karena ukuran demokrasi hak berpolitik dan keikut sertaan politik semakin banyak.
Dan dia berharap tingkat partisipasi politik pemilih bisa ditingkatkan atau sekitar 97 persen.
“ Dan kepentingan partai sendiri lebih akuntabel, lebih profesional dan berintegritas,” katanya.# osk

What do you think?

Written by Julliana Elora

Pemda Harus Turun Tangan

“Saat Ini Indonesia Over Produksi Dokter”