in

Tak Sanggup, Ajukan Penangguhan

UMP Sumbar Naik jadi Rp 2,1 Juta 

Kabar baik bagi pekerja di Sumbar. Di tengah kondisi perekonomian yang belum membaik, Pemprov Sumbar memastikan besaran upah minimum provinsi (UMP) 2018 naik menjadi Rp 2.119.067 atau naik sebesar 8,71 persen dari UMP tahun 2017 sebesar Rp 1.949.284. 

Perhitungan kenaikan UMP ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yakni dari penjumlahan pertumbuhan ekonomi dan inflasi saat ini, kemudian dikalikan dengan besaran UMP di tahun berjalan.

“Kenaikan UMP tahun 2018 ini tertuang dalam SK Gubernur Nomor 562-879-2017 tanggal 31 Oktober 2017. Makanya, hari ini (kemarin, red) kami publikasikan ke media massa,”ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumbar, Nazrizal Nazaruddin kepada  Padang Ekspres,  kemarin (2/11).

Seiring keluarnya UMP tahun 2018 ini, Nazrizal meminta perusahaan  bisa menunaikan kewajiban dengan baik. Yakni, membayar upah sesuai aturan dan tepat waktu. Bagi yang belum mampu, dapat mengajukan  penangguhan sesuai  ketentuan berlaku. 

“Surat penangguhan tersebut dapat diberikan paling lambat tanggal 21 Desember. Hal ini sesuai ketentuan bahwa pengajuan itu 10 hari sebelum UMP 2018 berlaku pada 1 Januari 2018,” terang Nazrizal.  

Penangguhan itu, menurut dia, bisa dilakukan jika perusahaan memenuhi sejumlah syarat dan ketentuan, serta secara prosedural. Permohonan itu dilakukan pengusaha kepada gubernur melalui dinas tenaga kerja setempat.

Sesuai pasal 5 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-231/Men/2003 disebutkan, persetujuan penangguhan upah minimum ditetapkan melalui SK gubernur untuk jangka waktu paling lama 12 bulan.

Alternatif yang diberikan di antaranya, persetujuan untuk membayar upah minimum sama dengan upah minimum lama, atau persetujuan untuk membayar upah minimum lebih besar daripada upah minimum lama. Namun, lebih rendah dari upah minimum baru, atau bisa juga menaikkan upah minimum secara bertahap. Sehingga pada masa yang ditentukan, nilainya sama dengan upah minimum baru.

 Kabid Hubungan Industrial dan Pengawasan Tenaga Kerja Disnakertrans, Helen menyebutkan, tahun ini hanya dua perusahaan mengajukan penangguhan dari 265 perusahaan besar, 305 perusahaan sedang dan menengah, serta 3.270 perusahaan kecil (sesuai data wajib lapor ketenagakerjaan 2016).

Nazrizal menekankan bahwa upah mempunyai peran strategis, karena menjadi salah satu unsur kesejahteraan. Tentunya, di samping jaminan sosial, fasilitas dan pemberian lainnya kepada pekerja/ buruh. “Makanya, kebijakan penetapan upah minimum ini merupakan jaring  pengaman sosial untuk melindungi agar upah tidak merosot seiring tidak seimbangnya antara penawaran dan permintaan tenaga kerja,” jelas dia.

Khusus perusahaan yang sudah memberikan upah di atas UMP yang  sudah ditetapkan, Nazrizal menegaskan bahwa perusahaan bersangkutan dilarang  menurunkan atau mengurangi upahnya. “Pengaturan  kenaikan upah di atas UMP di perusahaan, harus dimusyawarahkan  oleh pengusaha dengan pekerja atau serikat kerja di masing-masing perusahaan,” ujarnya.

Hasil musyawarah ini, tambah dia, haruslah dibuat  secara  tertulis dan dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan  dan perjanjian kerja bersama (PKB) di perusahaan  masing- masing. Tunjangan tidak tetap yang selama ini diberikan, selanjutnya tetap diberikan. 

Terkait pekerja dalam masa percobaan, upah paling rendah tidak boleh kurang dari UMP. Upah pekerja harian lepas, tetap mengacu kepada upah bulanan yang dibayarkan berdasarkan jumlah hari kerja. Di mana ketentuan perhitungan  upah seharinya adalah; perusahaan yang hari  kerjanya  6 hari seminggu, upah hariannya upah sebulan dibagi 25. Untuk hari kerja 5 hari, upah sebulan dibagi 21.

“Kita juga mengimbau pekerja tetap berusaha meningkatkan produktivitas kerja dengan ukuran profesi kerja yang sudah disepakati  bersama antara pengusaha dan pekerja atau serikat  kerja,” ujarnya.
 
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sumbar Arsukman Edi menyebutkan bahwa penetapan UMP tahun 2018 ini mengacu pada PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. “Untuk UMP tahun ini, kami tentu hanya bisa menerima saja keputusan itu. Saya berharap tahun 2019 mendatang, penetapan UMP menggunakan formula baru,” tukasnya.

Dia berharap pada penetapan UMP tahun 2019, indikator penetapan upah menggunakan standar kebutuhan hidup layak (KHL). Sesuai hasil rakor Dewan Pengupahan se-Indonesia  beberapa waktu lalu, ada keinginan nantinya ada tim independen yang akan menentukan KHL di masing-masing provinsi.

“Ini ditujukan untuk mencari angka ideal dalam penetapan UMP, sehingga tak merugikan pekerja dan kalangan pengusaha,” ucapnya.

Sejauh ini, diakuinya, masih banyak perusahaan di Sumbar belum mematuhi aturan pembayaran UMP tersebut. “Padahal sesuai UU Ketenagakerjaan, bagi perusahaan yang tak membayar upah sesuai UMP bisa dipidana atau dikenakan denda. Cuma saja, sampai saat ini tak satu pun dari perusahaan yang melanggar itu dijerat sanksi pidana atau denda,” terang dia.

Dia juga menyebut, muncul wacana penetapan UMP dibagi pada tiga kategori; usaha kecil , menegah dan besar. “Ide ini mencuat saat rakor dewan pengupahan se- Indonesia,” tukas Edi lagi.

Terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumbar Muzakir Aziz mengatakan hal sama. “Kalau sekarang, kami mau bilang apa. Kan aturannya sudah jelas, yakni PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Umur PP itu kan lima tahun, nanti tahun  2019 kami baru bisa protes,” kata Muzakir.

Dia menyebut, kalangan pengusaha sudah memahami bahwa UMP bakal naik setiap tahunnya. Cuma saja untuk Sumbar, penerapan UMP belum sepenuhnya bisa dilaksanakan mengingat 99 persen pelaku usaha masuk kategori UKM. “Kalau UKM tak bisa bayar upah sesuai UMP ini. Apalagi industri kecil,” ucapnya. 

Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) menilai kenaikan UMP 2018 justru akan merugikan bagi industri ritel. Pasalnya, saat ini kondisi ritel sedang jatuh bangun karena adanya pelemahan terhadap daya beli. Kendati formulasi UMP sudah dilakukan dengan sedemikian rupa, hal itu dianggap tetap memberatkkan ritel. Polemik di masyarakt pun tidak terelakkan.

Pasalnya, baik pengusaha maupun dari tenaga kerja memiliki pandangan masing-masing atas kenaikan upah tersebut. “Bisa diperdebatkan ini cukup tidak cukup, kalau dari buruh pasti tidak akan cukup, dari pengusaha mungkin memberatkan,” kata Kepala BPS, Suhariyanto di kantornya, Rabu (1/11).

Meski demikian, formulasi kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71 persen masih bisa dianggap dalam batas kewajaran. Setidaknya, pemerintah telah memberi garansi terhadap kenaikan upah tenaga kerja setiap tahunnya. “Kalau kita ikuti semuanya, masing-masing punya kepentingan. Tetapi, formula itu mungkin tidak sempurna tapi bagus untuk memberikan jaminan ada kenaikan UMP di seluruh provinsi,” pungkasnya. 

Terpisah, pengamat ekonomi dari Universitas Bung Hatta (UBH) Syafrizal Chan menyebutkan, secara garis besar UMP Sumbar sebesar Rp 2,1 juta per bulan, bisa dibilang standar dibandingkan tahun sebelumnya.

“Dengan penetapan UMP ini, bisa menciptakan iklim kerja yang bagus antara pekerja dan pihak perusahaan. Jika kita lihat biaya hidup di Padang bagi pekerja lajang, upah sebesar Rp 2,1 itu sudah bisa ditabung sekitar Rp 500 ribu per bulannya,” terangnya.

Senada, pengamat ekonomi dari Universitas Andalas (Unand) Syafruddin Karimi menegaskan, UMP Sumbar sebesar Rp 2,1 juta perbulan masih standar. “Penetapan ini seharusnya memperhatikan inflasi, sehingga tak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan,” sebutnya.

Namun untuk pekerja yang sudah menikah, menurut Syafruddin, UMP sebesar Rp 2,1 juta itu terasa kurang. “Cuma saja itu kan baru UMP, tentu masih ada uang lain yang akan dibayarkan perusahaan,” ulasnya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Alumni SMP 12’91 Kunjungi Mantan Guru

Pemerintah Jamin Data Registrasi Prabayar Aman