DJP Gencarkan Pemeriksaan dan Gijzeling
Target penerimaan pajak tahun ini diperkirakan kurang (shortfall) sekitar Rp 50 triliun. Namun, realisasi penerimaan pajak pada semester pertama ternyata lebih baik karena tumbuh 2,4 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati, penerimaan perpajakan pada semester pertama tahun ini mencapai Rp 571,9 triliun atau lebih baik daripada triwulan kedua 2016 sebesar Rp 522 triliun.
“Kontribusi terbesar berasal dari PPh (pajak penghasilan) migas yang tumbuh 69 persen. Selain itu, PPN nonmigas tumbuh 13,5 persen, melonjak tajam bila dibandingkan dengan tahun lalu yang minus 3,1 persen,” tutur Ani, sapaan akrab Sri Mulyani Indrawati.
Dari kepabeanan penerimaan bea keluar tumbuh 31,6 persen, jauh lebih baik daripada tahun lalu yang tercatat minus 33 persen. Data tax amnesty juga termanfaatkan dengan baik sehingga penerimaan PPh Pasal 25 orang pribadi sepanjang semester pertama 2017 mencapai 5,8 triliun.
“(Penerimaan PPh Pasal 25 orang pribadi, red) jauh melampaui pencapaian sepanjang 2016 yang hanya 5,3 (triliun, red),” terang Ani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR pada Kamis malam (13/7).
Dengan hasil yang cukup positif tersebut, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu memutuskan memangkas target shortfall penerimaan perpajakan dari semula Rp 50 triliun menjadi Rp 30 triliun. Kekurangan Rp 20 triliun dibebankan pada kinerja Ditjen Pajak.
“Dari data tersebut, dapat terlihat bahwa geliat ekonomi mulai tumbuh seiring dengan membaiknya harga minyak dan meningkatnya ekspor,” jelasnya.
Dengan pemangkasan shortfall, lanjut Ani, pendapatan negara diproyeksikan meningkat Rp 21,93 triliun menjadi Rp 1.472 triliun. Kenaikan itu berasal dari kenaikan penerimaan pajak yang ditargetkan naik Rp 20 triliun serta kenaikan penerimaan migas. Dalam RAPBNP 2017, pemerintah menargetkan penerimaan pajak hanya Rp 1.450 triliun.
Faktor yang memengaruhi kenaikan penerimaan migas adalah penyesuaian parameter perhitungan penerimaan migas. Selanjutnya, defisit anggaran diperkirakan mencapai 2,67 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB).
Penambahan target penerimaan pajak Rp 20 triliun telah dibahas dengan jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi dan para kepala kantor wilayah DJP juga menyanggupi penambahan target penerimaan pajak tersebut.
“(Tambahan penerimaan pajak berasal, red) dari extra effort. Pak Ken dan timnya menyampaikan, dilihat dari postur penerimaan semester satu dan sesudah disisir per kantor wilayah, mereka bisa menjanjikan kenaikan Rp 20 triliun. Pokoknya, kami lihatnya dari kanwil-kanwil saja,” imbuh Ani.
Ken membenarkan pernyataan Sri Mulyani. Untuk menggenjot kenaikan Rp 20 triliun itu, DJP memperkuat penegakan hukum melalui pemeriksaan pajak. Hingga Juni saja, upaya tersebut membuahkan hasil Rp 36 triliun.
Karena itu, Ken optimistis target tambahan penerimaan pajak hingga akhir tahun bisa tercapai. “Jadi, ada pemeriksaan, ada penagihan, ada gizjeling (paksa badan wajib pajak). Iya, bisa (tercapai, red). Kalau saya optimistis,” tegasnya.
Penyanderaan atau gijzeling selama ini diterapkan pada wajib pajak yang menunggak pembayaran pajak minimal Rp 100 juta. Wajib pajak juga memiliki aset untuk melunasi tunggakan pajak, tetapi iktikad baiknya diragukan.
Setiap Hari Lakukan Gijzeling
Tambahan target penerimaan pajak membuat DJP menggencarkan pemeriksaan dan penagihan. Sepanjang tahun ini, DJP menargetkan tambahan Rp 59 triliun dari penegakan hukum tersebut. Salah satu yang akan digiatkan adalah paksa badan atau gizjeling.
“Mau tak mau saya perintahkan semua, 341KPP (kantor pelayanan pajak), setiap hari harus ada satu yang disandera. Tentu dengan dilandasi bahwa wajib pajak itu sudah incracht (berkekuatan hukum tetap),” kata Ken.
Gijzeling adalah upaya terakhir jika penegakan hukum yang lain sudah tidak memungkinkan. Setelah program amnesti pajak, pihaknya memang fokus melakukan upaya law enforcement. Hampir setiap hari DJP memeriksa WP yang dinilai bermasalah dengan pembayaran pajaknya. “Hampir setiap hari kami melakukan penyanderaan, tapi tidak melakukan ekspose,” terangnya.
Dalam melakukan pemeriksaan, pihaknya mengacu data yang dimiliki. Para wajib pajak itu akan dipanggil untuk diperiksa dan diminta membayar jika masih memiliki tunggakan pajak.
“Kami enggak akan ngawur. Kami punya data. Setelah tax amnesty, banyak yang tidak ikut dan banyak yang ikut, tapi ngasal. Kami imbau untuk pembetulan SPT,” katanya.
Pemeriksaan akan dilakukan secara rutin dalam enam bulan ke depan sehingga target pajak dapat terpenuhi. “Kami mencari data akurat yang valid. Kami sangat serius selama enam bulan ke depan karena ada target,” imbuhnya.
Pada 12 Juli lalu, Kanwil Ditjen Pajak Kalimantan Timur dan Utara telah menyandera seorang penanggung pajak dengan inisial EB di Lapas Salemba. EB adalah pemegang saham PT MMKU yang bergerak di bidang pertambangan emas dan perak.
Perusahaan tersebut memiliki utang pajak Rp 2,37 miliar yang berasal dari tagihan pajak penghasilan serta pajak bumi dan bangunan untuk tahun pajak 2013, 2015, serta 2016.
Penyanderaan dilakukan setelah berbagai upaya penagihan secara persuasif oleh DJP tidak membuahkan hasil. Penanggung pajak yang disandera bisa dilepaskan bila utang pajak dan biaya penagihan telah dibayar lunas atau jangka waktu dalam surat perintah penyanderaan terpenuhi.
Sehari setelah disandera, EB sudah melunasi seluruh tunggakan pajak serta biaya penagihan. Jadi, yang bersangkutan telah dibebaskan dari penyanderaan. (*)
LOGIN untuk mengomentari.