
PADEK.CO—Program Bangga Kencana atau Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana, menjadi salah satu program unggulan BKKBN. Bangga Kencana menjadikan keluarga sebagai sandaran pembangunan serta berfokus mewujudkan keluarga yang berkualitas.
“Keluarga itu harus cukup pangannya, sandangnya, papan (rumahnya), pendidikannya, dan kesehatannya. Jika lima unsur ini beres, maka masyarakat sudah beres dengan urusan keluarganya. Tapi kenyataannya masih banyak keluarga-keluarga yang bermasalah. Salah satu masalah itu adalah, masih ada keluarga yang melahirkan anak stunting,” ujar Anggota Komisi XI DPR, Darul Siska, saat Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana di Gedung UDKP Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung, Rabu (17/1/2024).
Ia menyebut, tahun 2022 masih ada 24 persen anak stunting di Indonesia, 2023 sudah 21 persen, dan di akhir 2024 bisa menjadi 14 persen saja. Komisi IX bersama mitra kerja BKKBN dan Kemenkes, ingin memahami masalah ini bersama-sama dan mengatasinya. Apakah ini penting? Sangat penting karena jika semua keluarga sudah maju, Pemerintah tinggal memberi fasilitas dan pembangunan lainnya.
‘’Bapak ibuk sudah tahu apa itu anak stunting? Anak yang gagal tumbuh, gagal berkembang karena kekurangan gizi, penyakit yang berulang. Bapak ibuk ingin anaknya membanggakan, maka tidak boleh lahir anak stunting ini,” ujar Darul Siska.
Hal ini diamini oleh Dra Nurbaiti Djabang MSi dari Perwakilan BKKBN Provinsi Sumbar. ‘’Jadi ini bukan soal anak yang tubuhnya pendek. Jika pendek pun, namun gizinya cukup dia akan pintar. Yang kita permasalahkan pada anak-anak stunting itu adalah perkembangan kecerdasan otak anak-anak kita,” ungkap Nurbaiti.
Mengeliminir anak-anak stunting Indonesia secara massif dilakukan agar pada 2045 nanti Generasi Emas Indonesia itu menjadi kenyataan. ‘’Pemerintah Indonesia ingin tahun 2024 ini tidak ada lagi lahir anak-anak stunting. Gizi anak harus dicukupi oleh bapak ibuk, agar perkembangan kecerdasan otaknya baik. Agar perkembangan fisiknya juga baik,” ujarnya.
Pencegahan agar tidak lahir anak stunting, dimulai sejak hamil. BKKBN Sumbar punya tim pendamping keluarga (TPK) sebanyak 52 orang. Di Kabupaten Sijunjung ada 446 anggota tim pendamping yang tersebar di nagari. Mereka terdiri dari Bidan Desa, kader PKK, kader KB.
TPK melakukan pendampingan pada tiga kelompok sasaran, yaitu calon pengantin, ibu hamil, serta baduta dan balita. Tugasnya adalah melakukan pengawasan dan edukasi kepada kelompok sasaran untuk mencegah stunting.
“Jadi saya minta kepada Wali Jorong, Wali Nagari, Kepala Desa, Lurah dan unsur perangkat daerah di tingkat RT dan RW melaporkan, me-whatsapp tim pendamping keluarga ini ketika ada calon pengantin yang mengurus surat-surat untuk pernikahannya. Jadi TPK nantinya akan bisa ambil bagian untuk pencegahan terlahirnya anak stunting,” pinta Nurbaiti.
Sedangkan Sekretaris Dinas Pengendalian Penduduk dan KB Sijunjung, Hendri Nurka SSos MSi, menyampaikan bahwa dalam program Bangga Kencana itu mencakup isu-isu stunting, kemiskinan ekstrim, dan bonus demografi. Dalam Bangga Kencana ada program Kampung KB, Kampung Keluarga Berkualitas. Ini harus ada di tiap nagari.
“Pengentasan anak stunting yang sudah ada itu mencakup pola asuh, pola makan, dan sanitasi/jamban. Sedangkan untuk mencegahnya diharapkan kita bersama mengawal hari 1.000 kehidupan yaitu 2 tahun. Kalau kita bisa mengawal itu kita bisa menutup jendela stunting ini,” ujar Hendri Nurka.
Ia juga berharap kepada keluarga-keluarga muda agar menerapkan 4T. Yaitu, jangan Terlalu muda melahirkan, jangan Terlalu Tua melahirkan. Jangan Terlalu dekat melahirkan, dan jangan Terlalu banyak anaknya.
“Dan tentu saja semua upaya ini butuh peran ninik mamak, cadiak pandai, dan bundo kanduang di setiap nagari di Kabupaten Sijunjung,’’ ujarnya. (hsn)