Ungkapan “tua di jalan” adalah ungkapan tepat dan tak terbantahkan. Betapa seringnya waktu dan umur kita dihabiskan di jalan, dan diperparah lagi karena macet.
“Tambah tua” lebih bergegas, kalau kita cemas, marah, kesal, sesuai dengan ungkapan “jangan marah nanti cepat tua”. Saya dimanjakan karena usia—tidak mengendarai sendiri. Ada sopir. Kalau pun sopir berhalangan dan harus menghadiri suatu acara—undangan dari tv, seminar, atau lokasi shooting—tak perlu risau.
Karena pihak pengundang biasanya menawari antar-jemput. Sehingga sebenarnya tak perlu “cepat tua” karena kesal-kesal di kemacetan. Tapi, bahkan sebagai penumpang pun, kejengkelan sangat membebani.
Mungkin justru karena tak bisa berbuat apa-apa. Kemaren, saya menjajal cara “baru”, menghabiskan umur di jalan. Tidak memakai sopir biasanya, melainkan dengan taksi online. Dengan demikian, mempunyai teman baru di perjalanan. Juga materi pembicaraan baru:
berapa lama narik taksi, dulu kerja di mana, sampai mendengar kecemasan bahwa usaha ini bisa dihentikan setiap saat, dan kemudian juga terkait kemacetan, atau politik di DKI, dan lain sejenisnya.
Termasuk kebijakan yang diperoleh di jalanan bahwa petunjuk dari Google— atau apa pun namanya, tidak dimaksudkan sebagai menipu, dan heran “ada pasar diciptakan di tengah jalan.”
Dengan bea sekitar lima puluh ribu rupiah, dengan durasi satu sampai satu setengah jam—kalau tidak kena macet, saya merasa ditemani. Merasa menemukan suasana lain, yang tak akan terjadi kalau bersama sopir pribadi.
Dan cukup menghibur, melintasi jalanan yang biasa saya lalui pada hari-hari tertentu. Pulangnya, sengaja saya mencari taksi dengan argo, dan terjadi pembicaraan dengan topik sama, namun berbeda.
Soal kesalahan perusahaan taksi dulu salah mengantisipasi adanya taksi online, kenapa milih taksi berargo, yang bayarnya 4–5 lebih tinggi, dan melebar seperti pengemudi yang pertama: tukar pikiran keadaan sekarang, termasuk berita yang viral.
Tua di jalan memang menyebalkan. Dan kalau kita belum bisa mengubah kemacetan dan kesemrawutan di jalan, barangkali kita bisa mengubah diri kita, melalui pencarian teman di jalan. Bisa di taksi, bis, kereta api, atau apa saja yang berada di jalan. Mungkin bisa mengurangi ketuaan.