Jakarta (ANTARA News) – Mantan personel band Peterpan sekaligus pemain keyboard The Titans Andika Naliputran (AN) ditangkap polisi di Bandung, Jawa Barat, pada 21 Februari 2017, atas dugaan penyalahgunaan narkotika jenis tembakau gorila.
Tembakau gorila menjadi berbahaya karena bukan sembarang tembakau, tetapi ada campuran cairan ganja sintetis di dalamnya.
Apa itu tembakau gorila?
Tembakau sintetis atau biasa disebut tembakau gorila oleh para pemakainya ternyata memberikan rasa yang “mengerikan” dengan efek “melayang” yang tidak enak.
Sejumlah sumber yang didapat ANTARA News menyebutkan bahwa tembakau gorila atau “gori” bisa menyebabkan rasa mual, muntah, hingga hilang kesadaran hanya dalam dua kali hisap. Namun sumber itu mengatakan efek tersebut tidak berlangsung lama, hanya satu sampai dua jam saja.
“Kalau tembakau sintetis sejenis gori, cukup dua kali hisap sudah bisa bikin ‘melayang’. Tapi kalau jujur, rasanya melayangnya itu tidak enak,” kata seorang pegawai swasta pria berinisial VS di daerah Jakarta Timur, Kamis.
Pria yang mengaku sudah belasan tahun mengonsumsi ganja itu mengaku mencicipi tembakau gorila karena penasaran dengan efek yang ditimbulkan. Namun setelah mengetahui rasa tembakau gorila, dia ogah menggunakannya lagi.
“Dibandingkan gele (ganja), gori itu parah rasanya. Enggak enaklah, bikin mual, kalau kebanyakan badan malah enggak bisa digerakkan. Jadi bego,” lanjut dia kemudian mengatakan barang itu bisa didapatkan dari jaringan pertemanan sesama pengguna.
Di lokasi berbeda, seorang sumber lain menceritakan bahwa tembakau gori terlihat seperti tembakau biasa namun ketika dihisap menimbulkan rasa pusing. Berbeda dengan ganja yang bisa membuat penggunanya berkhayal, menggunakan tembakau gori justru memberikan rasa tidak nyaman.
“Aduh itu tembakau enggak jelas. Kalau gele kan bisa bikin slow dan berkhayal, nah kalau gori ini enggak jelas. Serba enggak enak rasanya. Enggak bikin berhalusinasi juga, habisnya rasanya tidak enak,” kata pria berinisial H di Jakarta Timur.
Seorang pemakai berinisial AB mengatakan tembakau gorila bisa menyebabkan muntah hingga tak sadarkan diri untuk orang yang baru pertama kali memakai.
“Kalau baru pertama kali bisa sampai jackpot (muntah),” kata dia.
Harga
Para pemakai itu mengaku mendapatkan tembakau gorila dengan harga Rp50ribu untuk dua linting sepanjang ukuran tusuk gigi. Harga yang dianggap murah dan lebih mudah ditemukan membuat para pengguna mencicipi tembakau gorila ketika sulit menemukan ganja.
“Sekarang sih Rp50ribu dapet dua linting. Dua linting sudah bisa bikin melayang satu tongkrongan. Soalnya dua-tiga kali hisap sudah melayang,” kata AB.
“Sekarang lebih gampang cari gorila. Soalnya gele enggak ada,” lanjut dia.
Ia mengaku, tembakau gorila dijual dilingkungan pertemanan. Barang yang dibeli berupa daun tembakau kering yang dilinting menggunakan kertas papir, atau sama seperti akan mengonsumsi ganja.
Di sisi lain, para pengguna tersebut ingin berhenti menggunakan tembakau gorila karena dampak yang membahayakan. “Teman saya masuk rumah sakit karena kebanyakan,” kata AB.
Dilansir dari keterangan pers Badan Narkotika Nasional (BNN) awal 2017, tembakau gorila masuk dalam klasifikasi new psychoactive substances dengan nama AB-CHMINACA yang termasuk jenis synthetic cannabinoid (SC).
Meskipun demikian hingga saat ini zat tersebut belum masuk daftar lampiran UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), namun sejauh ini telah masuk dalam tahap finalisasi draft di Kemenkes untuk masuk dalam Narkotika gol. I.
Kebanyakan dari SC yang beredar dikonsumsi dengan cara dihisap seperti rokok, kemudian SC akan diabsorbsi oleh paru-paru dan kemudian disebarkan ke organ lain terutama otak.
Oleh karena itu salah satu efeknya yakni seseorang akan terlihat “plonga-plongo” sambil membayangkan menjadi “sesuatu” misal superman dan lain sebagainya. Sedangkan efek samping penggunaan SC yaitu dimulai dari gangguan psikiatri seperti psikosis, agitasi, agresi, cemas, ide-ide bunuh diri, gejala-gejala putus zat, bahkan sindrom ketergantungan.
COPYRIGHT © ANTARA 2017