JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS diperkirakan melemah, hari ini (2/5), melanjutkan pelemahan pada awal pekan ini. Hal itu dipengaruhi dampak kelanjutan penguatan dollar AS karena didorong data inflasi sesuai ekspektasi. Kurs dollar AS menguat terhadap mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Senin (30/4) atau Selasa (1/5) pagi WIB.
Data inflasi yang mendekati target bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) memberikan sinyal potensial untuk kenaikan suku bunga AS (FFR) yang lebih cepat. Departemen Perdagangan AS pada Senin (30/4), melaporkan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS, tidak termasuk makanan dan energi, pengukur inflasi utama, naik 1,9 persen dalam 12 bulan hingga Maret.
Angka itu hampir menyamai target 2,0 persen The Fed. Seperti diketahui, pertimbangan kenaikan FFR didasarkan pada data inflasi dan tingkat pengangguran. Data lain menunjukkan pendapatan dan belanja pribadi AS masing-masing naik 0,3 persen dan 0,4 persen pada Maret. Sementara itu, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin (30/4) sore, bergerak melemah sebesar 37 poin dari sehari sebelumnya menjadi 13.895 rupiah per dollar AS.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Senin mengatakan dollar AS kembali mengalami apresiasi terhadap sejumlah mata uang dunia, termasuk rupiah ditopang oleh prospek kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau The Fed dalam pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 1-2 Mei 2018.
“Dollar AS bergerak stabil di area positif, pekan ini pelaku pasar akan melihat hasil pertemuan kebijakan The Fed,” kata Ariston. Kendati demikian, lanjut dia, apresiasi dollar AS relatif tertahan sehingga tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah tidak tertekan lebih dalam.
Sentimen dari yield obligasi Amerika Serikat yang menurun di bawah level psikologis tiga persen menjadi salah satu faktornya. “Yield obligasi Amerika Serikat yang menurun menahan momentum dollar AS,” katanya.
Ant/E-10