Jakarta (ANTARA) – Mumbai yang damai dan menjadi tempat tujuan para turis berbagai negara tiba-tiba berubah menjadi kota yang mencekam di bawah teror sepuluh pemuda.
Para pemuda itu membawa senjata api, bom, dan menjalankan misi bunuh diri mengatasnamakan Islam di bawah perintah seorang yang mereka sebut “Saudara”.
Gambaran Mumbai yang dilanda teror mencekam karena aksi kejam itu menjadi cerita utama yang dibawa sutradara Anthony Maras di film berjudul “Hotel Mumbai”, yang dicuplik dari kisah tragis pada 26 November 2008.
Cerita “Hotel Mumbai” berawal dari adegan Abdullah (diperankan aktor Suhail Nayyar), Imran (Amandeep Singh) dan delapan orang rekannya menuju Mumbai menggunakan perahu karet. Mereka lalu berpencar ke berbagai tempat seperti stasiun kereta api, kafe dan Taj Mahal Palace Hotel.
Target para teroris itu adalah warga berpaspor Amerika dan Inggris, namun tanpa kenal ampun mereka juga membunuh warga India yang berada di sana.
Sesampai di lokasi, mereka menembaki semua orang di sana dengan membabi buta. Di Taj Mahal Palace Hotel, teroris memasuki hotel dan memberondong siapa saja. Darah, desingan peluru dan ledakan menjadi sajian utama sepanjang film.
Selama hampir 123 menit, jantung penonton akan berdegup kencang dan batin pun diaduk-aduk saat menyaksikan adegan demi adegan kekerasan dalam film thriller itu.
Kisah sang pelayan
Di tengah kepanikan, seorang pelayan hotel bernama Arjun (Dev Patel), chef Hermant Oberoi (Anupam Kher) dan staf hotel berjuang menyelamatkan para tamu, di tengah serangan yang bertubi-tubi.
Di antara para tamu itu adalah pasangan suami istri, Zahra (Nazanin Boniadi) dan David (Armie Hammer) beserta anak mereka Cameron dan pengasuhnya, Sally (Tilda Cobham), lalu pria asal Rusia, Vasili (Jason Isaacs).
Lakon para tetamu di film ini, menjadi bumbu drama yang membuat penonton terpancing emosi.
Arjun yang ketakutan luar biasa berusaha menenangkan para tamu yang terjebak dalam sebuah restoran dan bilik rahasia. Ia bisa saja lari menyelamatkan dirinya sendiri, namun karena “tamu adalah dewa”, Arjun bertahan di hotel dan bertindak sebagai pahlawan.
Ia bahkan rela melepaskan pagri –sorban– yang menjadi kehormatan keluarganya demi menyelamatkan turis Asia bernama Bree (Natasha Liu) yang terluka parah.
Staf hotel lainnya juga memilih untuk tetap berada di hotel dan melakukan yang mereka bisa untuk para tamu. Lalu apa balasan dari para tamu terhormat itu?
Citra buruk
Dalam kejadian sesungguhnya, teror di Mumbai pada 2008, menurut pemerintah dan aparat India dilakukan oleh sepuluh pemuda asal Pakistan di bawah organisasi teroris yang mengatasnamakan Islam, Laskhar e-Taiba. Gara-gara kejadian tersebut hubungan India dan Pakistan memanas, pun citra Islam menjadi buruk.
Namun, detail informasi itu tidak dibawa oleh sutradara Maras dalam filmnya. Beberapa bagian kecil dari film yang justru terlihat menonjol adalah pemilihan nama teroris, penyebutan “kafir”, hingga ucapan “Alhamdulillah”.
Istilah Islam radikal juga mencuat di tengah film, mengacu pada kelompok yang mengatasnamakan agama untuk melakukan teror.
Sejumlah penonton “Hotel Mumbai” bisa jadi merasa geram karena adegan kejam yang membawa-bawa nama Islam. Ditambah lagi, gambaran tentang aparat keamanan yang terlihat tidak kompeten karena saat itu Mumbai tidak memiliki pasukan khusus teror.
Untuk itu, sebelum menyaksikan film “Hotel Mumbai”, penonton perlu membekali diri tentang latar belakang dan kronologi seputar peristiwa berdarah itu agar mendapat gambaran yang utuh.
“Hotel Mumbai” tayang di Toronto International Film Festival pada 2018, Australia dan Amerika Serikat pada Maret 2019 dan akan hadir di bioskop Indonesia pada 10 April 2019.
Baca juga: “Dumbo” kisah tentang keluarga dan impian
Baca juga: “My Stupid Boss 2”, sekuel yang lebih jenaka
Baca juga: Film “Melodylan” Lika-liku Perjalanan Cinta Remaja
Oleh Lia Wanadriani Santosa
Editor: Heppy Ratna Sari
COPYRIGHT © ANTARA 2019