BALI, METRO
TNI Angkatan Laut sedang melakukan investigasi untuk mendalami penyebab kecelakaan KRI Nanggala 402 hingga menyebabkan 53 prajurit terbaik gugur dalam tugas tersebut.
“Kami masih menunggu dari hasil tim investigasi. Mohon jangan menerka-nerka apa penyebabnya. Dengan situasi kondisi maaf, badan haluan temuannya di sini, anjungan di sini, buritan di sana, sehingga kami belum tahu tentang itu,” kata Pangkoarmada II Laksda TNI Iwan Isnurwanto dalam konferensi pers, di Lanal Denpasar, Bali, Selasa (18/5).
Dia mengatakan, KRI Nanggala 402 memiliki alat keselamatan dalam kapal tersebut. Terdapat dua alat keselamatan dalam KRI Nanggala, yaitu mulai alat hembus tangki pemberat yang ada enam buah dengan 60 bar, kemudian tangki tahan tekan isinya kurang lebih 2.000 liter dibebani 30 bar tekanan udara.
“Apabila alat tersebut tidak bisa dimanfaatkan dengan baik berarti ada sesuatu hal lain yang menyebabkan kapal selam tersebut tenggelam. Kalau itu adalah pesawat, ada blackbox tetapi untuk alutsista militer di dunia mana pun khususnya untuk kapal tidak ada yang namanya blackbox. Kami pun orang-orang kapal selam meneliti tidak hanya orang kapal selam yang masih aktif, tapi kami pun berkomunikasi berkoordinasi dengan senior-senior kami di kapal selam Hiu Kencana,” tutur Iwan.
Dia meminta semua pihak bersama-sama menunggu hasil dari tim investigasi. Saat ini, belum tahu apa yang menyebabkan kapal selam dengan berat 1.300 ton tenggelam.
“Misalnya itu blackout itu kecepatannya adalah tidak sampai dengan 10 detik sudah mencapai 100 meter. Jadi dapat dibayangkan kalau misalnya 10 detik berarti 10 meter per detik untuk kecepatannya. Sekarang misalnya kalau mobil berapa kecepatannya ya 100 km per jam sudah begitu. Nah kalau ini bagaimana, sehingga kalau 839 meter berarti tidak lebih dari 90 detik sudah sampai di bawah,” terang Iwan.
Panglima Komando Armada II menegaskan, tenggelamnya kapal KRI Nanggala 402 di kedalaman 839 meter terjadi karena kecelakaan bukan meledak.
“Kalau meledak kapal-kapal kami yang melakukan evakuasi dan mempunyai kemampuan sonar mendengarkan suara di dalam air, pasti mendengar karena ingat pada saat latihan penembakan dengan torpedo kepala latihan. Daerah-daerah yang di luar area penembakan tersebut sudah dijaga kapal-kapal kami yang mempunyai kemampuan untuk mendeteksi suara di bawah air. Namun ini (Suara) tidak ada sehingga murni adalah ini kecelakaan bukan meledak,” tegas Laksda TNI Iwan Isnurwanto.
Dia menjelaskan apabila kapal KRI Nanggala meledak pasti barang-barang dalam kapal akan berhamburan mengambang di atas permukaan laut. Namun, hingga saat ini tidak ada pecahan-pecahan yang muncul ke permukaan.
Selain itu, menurut dia, jika ada suara ledakan, kapal-kapal yang melakukan kegiatan operasi laut pasti mendengar.
“Tidak hanya penembakan bawah laut tapi juga penembakan anti udara, anti kapal selam sudah dilaksanakan kan semuanya. Ini tahap yang ketiga dari empat tahap yang kami laksanakan kalau meledak kapal-kapal kami yang mempunyai kemampuan sonar mendengarkan suara di dalam air, pasti mendengar,” ucap Iwan Isnurwanto. (jpg)