Washington. — Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memilih Dekan Fakultas Hukum Universitas Internasional Florida, Alexander Acosta, sebagai Menteri Tenaga Kerja. Acosta merupakan warga Hispanik pertama yang dinominasikan untuk kabinet Trump.
Acosta pernah bertugas di Dewan Hubungan Tenaga Kerja Nasional dan sebagai jaksa federal di Florida Selatan. “Saya pikir dia akan menjadi Menteri Tenaga Kerja yang luar biasa,” kata Trump di Gedung Putih, Kamis (16/2) waktu setempat.
Acosta merupakan alumnus Harvard Law School. Setelah lulus kuliah, Acosta pernah magang untuk Hakim Agung Samuel Alito di Pengadilan Banding selama satu tahun. Selepas itu, dia memutuskan bekerja di Washington di sebuah firma hukum di Chicago, Kirkland & Ellis.
Acosta semakin dikenal ketika bertugas sebagai pengacara di wilayah selatan Florida. Dia lalu memutuskan mengundurkan diri sebagai pengacara pada 2009 dan memilih menjadi Dekan Fakultas Hukum Universitas Florida.
Pada 2011, Acosta pernah bersaksi di depan kongres tentang pentingnya melindungi hak-hak warga muslim Amerika. Dia mengatakan dalam membangun bangsa, prinsip-prinsip kebebasan, termasuk kebebasan beragama, harus dikedepankan. Hal itu dia lakukan setelah menjabat Asisten Jaksa Umum di Divisi Hak Sipil Departemen Kehakiman.
Akan Direvisi
Dalam jumpa pers di Gedung Putih, Trump nampaknya tidak akan melakukan langkah hukum lagi setelah pengadilan federal membatalkan perintah eksekutif sang Presiden.
Sebagai gantinya, Trump menegaskan, pekan depan, dia akan menerbitkan perintah eksekutif yang sudah direvisi dengan menghilangkan unsur-unsur yang ditolak pengadilan federal.
Trump tidak menjelaskan secara rinci di mana perbedaan perintah eksekutif yang akan terbit dengan kebijakan lama. “Satu-satunya masalah adalah keputusan pengadilan yang buruk sehingga membuat kami, menurut saya, dengan segala hormat, membuat sebuah keputusan yang buruk,” ujar Trump.
Setelah perintah eksekutif diteken pada 27 Januari lalu, hampir semua pelancong dari tujuh negara dengan penduduk mayoritas muslim secara temporer dilarang masuk ke AS.
Nasib serupa juga menimpa para pengungsi, khususnya yang berasal dari Suriah. Kondisi itu membuat kebingungan bahkan bagi negara-negara yang memiliki perjanjian khusus dengan AS, seperti Meksiko dan Kanada.
Pemegang visa AS dan green card serta mereka yang memiliki dua kewarganegaraan sama bingungnya karena ikut terjerat dalam larangan itu. Penasihat keamanan presiden, Steve Bannon, dikabarkan berada di balik keputusan kontroversial itu. Dia bahkan tak menerima keberatan departemen keamanan dalam negeri terkait beberapa hal dalam kebijakan tersebut.
Akhirnya, keputusan kontroversial itu dibungkam hakim federal, James Robart, dari negara bagian Washington dan membuat peraturan tersebut tak berlaku secara nasional. Awalnya, Trump mengancam akan membawa kasus itu ke Mahkamah Agung, tetapi Departemen Kehakiman memilih untuk merevisi aturan yang asli dan menerbitkannya kembali.
Presiden Trump beralasan terbitnya perintah eksekutif itu adalah untuk memerangi terorisme. Namun, tak ada warga dari ketujuh negara yang disasar aturan tersebut membunuh seorang pun warga AS di wilayah AS sejak 2001. Rtr/P-4