Cinta memang anugerah terindah, namun sayangnya perasaan itu masih belum sepenuhnya dapat kurengkuh, tapi apa dayaku jika semesta telah menuliskan akhir sebuah kisah. Kita dua orang yang pernah saling mengungkapkan rasa, tapi kemudian saling menjauh.
Sejak perpisahan kita, aku tak pernah lagi menyapamu dan kamu seperti menghilang dari jejak dunia. Tapi jujur saja, terkadang aku masih mengingat kebersamaan kita. Kamu masih menjadi pria sempurna yang pernah menjadi alasanku mengukir sebuah senyuman. Katamu dulu, senyumku adalah yang termanis dan dapat menjadi pengusir lelahmu selepas bekerja.
“Lalu bagaimana kabarmu selepas tak ada lagi senyuman dariku? Apa sekali saja kamu pernah mengeja rindu untukku?”
Ah, kau tak perlu menjawab pertanyaan dariku. Karena kali ini aku justru ingin mengurai sebuah tanya yang dulu pernah terlontar olehmu. Pertanyaan yang sempat menggores hatiku karena tak tahu dengan cara apalagi aku harus menjelaskannya padamu. Berulang kali kucoba jelaskan dan berkali lipat kamu justru mengulang tanya ini setiap hari.
Seberapa besar cinta yang kupunya untukmu?
Perasaan itu ada di hati, tak ada yang tahu sedangkal atau sedalam apa selain diri sendiri
Dengan apa aku bisa menjelaskan perasaan yang ada di hatiku sampai kau percaya? Saat kau tanyakan itu, aku melihat dua anak panah yang berbeda dari mata tajammu. Kutemukan binar cinta ada dalam bola mata berwarna hitam yang kamu punya, namun dalam sekelebat saja mata indahmu berganti dengan tusukan yang menyayat hingga ke jantungku. Kedua matamu tampak tak berkedip menyelidik, tanda kamu tak lagi mempercayaiku.
Perasaan ini memang ada dalam hatiku dan kamu tak akan bisa mengerti. Kini kutahu, saat itu mungkin hati kita sudah tak lagi sekubu sehingga sulit untukmu menerima ketika kuberikan perumpamaan bahwa perasaan ini sama seperti yang kamu rasakan.
Atas nama cinta, pernah kurengkuh jarak yang berjauhan dengan sebuah kesetiaan
Jika tak ada cinta, tak mungkin aku akan bertahan menunggumu yang berada jauh dariku. Jarak yang memisahkan membuat perdebatan kita sering kali berujung pada kesalahpahaman. Tapi, tak bisa aku berlari meninggalkan ketika hatiku sudah tertawan olehmu. Tak lagi bisa kupandang laki-laki yang lebih baik darimu. Dibanding memperhatikan mereka, dulu aku justru berdoa agar kepulanganmu segera.
Baca Juga: Entah Apa Arti Cinta, Memiliki Atau Melepaskannya Pergi
Jika cinta yang kupunya ini tak cukup untukmu, akhirnya kucoba ikhlas melepaskanmu
Kusadari aku bukanlah gadis tercantik di dunia. Bukan juga yang terpintar dan penuh prestasi. Aku hanyalah gadis dengan segala kesederhanaan, namun pernah berhasil memenangkan hatimu sehingga dulu kamu katakan mencintaiku. Tapi masalalu itu memang tak sepantasnya kubanggakan karena kini hatimu sudah tak bersedia menampung hatiku.
“jangan tanyakan lagi seberapa besar aku mencintaimu, mas. Jika kau berpikir cintaku tak cukup besar untukmu, kini aku rela ketika kamu akhirnya pergi untuk mencari seseorang yang dapat mencintaimu melebihi aku.”