Palembang (Antarasumsel.com )- Menggeluti sebagai pekerja penjemur ampas kelapa sisa perasan mungkin bukan pilihan bagi Abdullah (47) warga Sematang Borang Kecamatan Sako Palembang, hanya untuk menopang hidup keluarganya sehari-hari, meskipun hasilnya tidak mencukupi.
Pantauan Antara di Palembang, Minggu, panas terik sinar mentari disiang itu tidak membuat Abdullah dan istrinya Marsiah untuk berhenti bekerja, justru asik membolak-balik ampas kelapa yang setengah kering untuk kembali terjemur matahari.
“Ampas kelapa ini memang harus dijemur di terik matahari, semakin cepat kering ampas kelapa, maka bisa segera mendapatkan upah jemur dari pemiliknya,” kata Abdullah.
Ia mengaku, menekuni pekerjaan sebagai pemberi jasa penjemur ampas kelapa, karena tak ada usaha lagi yang bisa dilakukan untuk mencari nafkah.
Sebelum menekuni pekerjaan ini, Ia bersama istri dan anaknya bekerja sebagai petani.
Tetapi sejak bulan Agustus 2016, ia tak bisa lagi menggarap lahan untuk bertani dan bercocok tanam, karena lahanya sudah dijual dan oleh pemilik baru dibangun perumahan untuk masyarakat.
Sejak saat itu ia terpaksa bekerja serabutan untuk mencari nafkah bagi keluarga, hingga mendapat pekerjaan sebagai penjemur ampas kelapa.
Menurut dia, upah menjemur ampas kelapa ini dihitung perkarung Rp10 ribu, setiap dua hari sekali ada sekitar 20 karung basah sisa parutan kelapa yang dikirim pemilik ke tempat pengeringan ini.
“Musim hujan seperti saat ini, pengeringan ampas kelapa menjadi terganggu, karena hanya mengandalkan cahaya matahari, tetapi tetap semangat untuk terus berusaha dan berdoa,” kata Abdullah.
Ia mengakui, untuk penghasilnya sangat pas-pasan saja, untunglah ketiga anaknya yang duduk dibangku sekolah menengah atas, sekolah menengah pertama dan di sekolah dasar tidak menuntut banyak, mereka hanya bisa tamat saja hingga sekolah menengah atas.
Begitu juga Marsiah (45) istrinya untuk membantu mencari nafkah bagi keluarganya mengambil upahan menggosok di rumah tetangga yang membutuhkan jasanya.
Setiap hari anak-anak ke sekolah naik angkutan umum, karena jaraknya memang cukup jauh dari rumahnya.
Sempat anak pertamanya putus sekolah lantaran tak mermiliki biaya untuk membayar uang SPP, karena sekolah di swasta.
Marsiah berharap, anak-anaknya akan mendapatkan pekerjaan yang baik setelah mereka tamat sekolah nanti.
Ia juga berharap Pemerintah Kota Palembang melalui Dinas Pendidikan dapat memberikan bantuan dan dukungan pendidikan bagi ketiga anaknya.