Ada yang berbeda dengan pembelajaran di Bulan Ramadhan tahun ini. Jika pada tahun-tahun sebelumnya proses pembelajaran di Bulan Ramadhan masih berpusat di sekolah dengan pembelajaran biasa yang diselingi dengan kegiatan Ramadhan, namun pada tahun ini pembelajaran di Bulan Ramadhan 100% dipusatkan di masjid.
Perubahan metode pembelajaran ini Sesuai dengan instruksi Gubenur Provinsi Sumatera Barat Nomor: 451/1309/kpts-2023, tentang pelaksanaan Pesantren Ramadhan Kolaborasi tingkat SD.MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA/SLB Negeri dan Swasta tahun 1444 H se-Sumatera Barat.
Moment Pesantren Ramadhan Kolaborasi yang memusatkan pembelajaran di masjid merupakan salah satu langkah untuk mewujudkan sebuah program yang digaungkan di Ranah Minang, yaitu Babaliak ka Surau.
Seperti kita ketahui, Sumatera Barat adalah provinsi yang menjunjung tinggi sebuah Falsafah Budaya Minang, Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah. Falsafah budaya minang tersebut juga melekat pada visi Kabupaten Lima Puluh Kota, yaitu “Mewujudkan Lima Puluh Kota yang Madani, Beradat, dan Berbudaya dalam Kerangka Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabbullah”.
Dari falsafah minang tersebut dapat kita ketahui kalau Masyarakat Minang meletakan tatanan kehidupannya sejalan dengan adat dan juga agama islam yang menjadi agama mayoritas di Ranah Minang ini.
Lalu, apa hubungannya falsafah tersebut dengan Pesantren Ramadhan sebagai moment Babaliak ka Surau? Seperti kita ketahui, sejak dulunya surau atau masjid merupakan salah satu pusat pendidikan di Ranah Mnang. Surau atau masjid dijadikan tempat bagi anak-anak muda untuk menuntut ilmu keagamaan.
Namun, sejalan perkembangan zaman, masjid-masjid sekarang lebih banyak diisi oleh orang-orang yang lebih tua, sedangkan anak-anak sekarang lebih suka duduk atau nongkrong di tempat yang menurut mereka lebih mengeri mereka seperti café, tempat hiburan, dan lain-lain.
Timbul pemahaman jika pendidikan semata-mata hanya tentang pembelajaran di sekolah saja sehingga abai dengan pendidikan yang akan membentuk nilai-nilai karakter dan keagamaan yang bisa ditemukan di masjid-masjid. Kecintaan terhadap masjid pun mulai memudar dengan jarangnya masjid dikunjungi bahkan untuk sholat lima waktu. Sungguh fenomena yang sangat miris.
Namun, dengan adanya kegiatan Pesantren Ramadhan Kolaborasi selama pembelajaran di Bulan Ramadhan ini seperti membangkitkan kembali falsafah yang selama ini mulai terkikis. Peserta didik diajak babaliak ka surau dengan mengikuti kegiatan-kegiatan tidak saja berhubungan dengan keagamaan, tetapi juga kenegaraan, dan adat.
Peserta diidk diajak kembali mencintai masjid, menjadikan masjid sebagai salah satu sumber pendidikan mereka. Selama 3 minggu murid-murid se-Sumatera Barat, khususnya Kabupaten Lima Puluh Kota melangkahkan kakinya ke masjid untuk belajar.
UPTD SMPN 3 Kecamatan Harau sebagai salah satu SMP Negari di Kab. Lima Puluh Kota tentu tak ketinggalan dalam menyukseskan Pesantren Ramadhan ini. Dalam Pesantren Ramadhan Kolaborasi ini, UPTD SMPN 3 Kec, Harau membagi peserta didik ke tiga Masjid, yaitu Masjid Jamik Solok Bio-Bio, Masjid Al-Mutaqin Lubuak Limpato, dan Masjid Nurul Iman Ketinggian.
Selama Bulan Ramadhan, peserta didik beserta guru UPTD SMPN 3 Kecamatan Harau memusatkan pembelajaran di tiga masjid tersebut dengan program yang telah disusun sebelumnya, yaitu mengenai Sholat, Dzikir, Sholat Jenazah, Tadarus, dan juga hafalan Thafidz.
Selain itu murid juga melakukan sholat Zuhur dan Asar Berjamaah serta melakukan kultum secara bergantian sehingga juga membentuk nilai-nilai kepimpinan dalam diri peserta didik. Banyak harapan yang tertompang dari Pesantren Ramadhan Kolaborasi ini. Berharap kegiatan moment Babaliak Ka Surau ini tidak terhenti selepas Ramadhan berakhir.
Berharap moment ini terus timbul agar peserta didik sebagai anak kamanakan di ranah minang bisa memegangkan teguh falsafah Ranah Miang itu sendiri dalam mewujudkan diri mereka sebagai peserta didik dengan Profil Pelajar Pancasila.(Indri Widyastuti, S.Pd, GURU BAHASA INDONESIA UPTD SMPN 3 HARAU)