Palembang, BP
Tidak qorumnya rapat paripurna pengesahan APBD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) tahun 2020 di DPRD Sumsel dan terpaksa di laporkan ke Kemendagri , menjadi keperihatinan semua pihak.
“Prinsip demokrasi sudah sangat jelas, bahwa demokrasi itu dari oleh dan untuk rakyat. Jadi pada akhirnya rakyatlah yang harus menikmati buah dari demokrasi itu bukan pejabat dan aparat-aparatnya. Karenanya rakyat harus benar-benar tau dan mengerti apa yang dilakukan oleh pemimpinnya,” kata pengamat politik Sumsel Ade Indra Chaniago, Rabu (25/12).
Untuk itu, menurut pria yang berprofesi sebagai dosen ini , terkait polemik pembahasan APBD Sumsel tahun 2020 ini, ada beberapa catatan .
“Pertama, bahwa anggaran terkait dengan bidang perekonomian, pertanian, perkebunan dan peternakan, sangat minim. Sebagai contoh bibit karet dan sawit yang tidak lagi dianggarkan, padahal masyarakat kita di Sumatera Selatan mayoritas adalah petani. kedua, usulan dari Anggota DPRD Sumsel untuk memanusiakan 11.300 orang guru honorer sebesar 11,3 Milyar, hanya disetujui sebesar 5 (Lima) milyar yang berarti perorang Hanya dapat tambahan income sekitar Rp 30.000,-/bulan. Menurut saya usulan tersebut sangatlah tidak manusiawi, dengan tugas dan tanggung jawab mereka dalam mencerdaskan anak Bangsa, ironisnya anggaran Rp5 miliar itu dialihkan pula menjadi anggaran infastruktur SMA di Sumsel saat di pembahasan Komisi,” katanya.
Selain itu usulan masyarakat yang melalui wakilnya di DPRD juga tidak diakomodir, baik melalui e-planning bulan maret 2019 untuk APBD 2020 maupun yang masuk saat pembahasan keempat, terkait program berobat gratis yang selama ini dinikmati oleh masyarakat, hilang sejak 2 (dua) tahun terakhir.
“Yang terjadi yakni pemotongan anggaran PBI/Penerima Bantuan Iuran dari kebutuhan 295 Milyar ternyata hanya dianggarkan senilai 121 Milyar, artinya hanya cukup utk membayar iuran selama 4 bulan (bulan Januari hingga April) sisanya dari bulan Mei hingga Desember, tidak jelas anggaran dari mana. kelima, Pemerintah Sumsel, justru mengganggarkan Insentif camat yang seharusnya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota pada OPD/Organisasi Perangkat Daerah propinsi. Untuk usulan ini tidak jelas motivasinya dan apa kepentingannya (jangan-jangan ada udang dibalik bakwan terkait dengan Pilkada tahun 2020),” katanya.
Lalu keenam, terkait usulan Proyek dadakan dan fantastis untuk penimbunan dan pemagaran lahan Pemprov seluas 46 Ha senilai 173 Milyar.
“Menurut saya usulan penimbunan ini belumlah urgen dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat untuk Pendidikan dan Kesehatan sebagaimana dituangkan dalam pembukaan UUD `45 ketujuh, saya melihat Pemerintah Provinsi sepertinya ketidakpahaman terhadap tugas, fungsi dan hak DPRD dalam pembahasan anggaran , atau jangan-jangan hal tersebut sengaja dilakukan karena arogansi kekuasaan. Dan terakhir kedelapan, saya melihat buruknya pola komunikasi antara eksekutif dan legislatif.
Untuk itu, sebagai bentuk pengejewantahan dari sistem demokrasi yang kita pilih, saya sepakat dengan rekan pengamat yang mengatakan bahwa kita perlu dan menurut saya urgen menggagas kegiatan Uji Publik APBD Provinsi Sumsel TA 2020 dengan metode atau kajian Ilmiah,” katanya.
Hal tersebut sekaligus momen bagi Sumsel untuk memberikan Pendidikan Politik bagi masyarakat khususnya di Sumatera Selatan, agar mereka paham siapa pemimpin yang benar-benar berjuang untuk rakyat dan mana pemimpin mereka yang berjuang dengan mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan mereka dan kelompoknya.
“Ibarat pepatah agar rakayat tahu siapa pemimpinnya yang seperti musang berbulu domba,” katanya.
Sebelumnya Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya mengatakan, Pemprov Sumsel sepakat menyerahkan pembahasan APBD ke Kemendagri dan siap menerima keputusan apa pun.
“Kami tidak ada masalah karena tadi sudah disampaikan bahwa kalau tidak kuorum ya diserahkan ke Kemendagri, kami tunggu saja hasilnya,” kata Mawardi Yahya.
Sebelumnya, besaran RAPBD Provinsi Sumsel tahun 2020 telah ditetapkan Rp10,6 triliun, naik 1,06 persen dari APBD 2018 sebesar Rp10,5 triliun.#osk