Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan masyarakat terkait kasus perlindungan khusus anak tahun 2021 sebanyak 2.982 kasus. Dari jumlah tersebut, paling banyak atau 1.138 kasus anak yang dilaporkan sebagai korban kekerasan fisik dan atau psikis.
Kasus kekerasan fisik dan psikis tersebut meliputi penganiayaan mencapai 574 kasus, kekerasan psikis 515 kasus, pembunuhan 35 kasus, dan anak korban tawuran 14 kasus. Para pelaku yang melakukan kekerasan fisik dan/atau psikis terhadap korban, umumnya adalah orang yang dikenal oleh korban seperti teman, tetangga, guru, bahkan orang tua.
Pada tahun Juni 2022 juga terjadi kasus perundungan. Salah satunya adalah kasus yang terjadi di MTs Negeri 1 Kotamobagu, Sulawesi Utara. Di mana satu siswa menjadi korban perundungan oleh Sembilan orang temannya.
Kasus yang perundungan ini sempat viral di media sosial dan mejadi trending topik. Siswa korban perundungan tersebut akhirnya menghembuskan napas terakhir pada Minggu (12/6) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Kandou, Manado. (Kompas.com)
Perundungan atau Bullying
Dari kasus-kasus perundungan yang terjadi pada anak atau siswa, tentu harus ditanggapi dengan serius oleh semua pihak, baik itu pemerintahan, lembaga pendidikan, keluarga dan masyakat.
Dalam hal ini langkah awal adalah dengan memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan perundungan atau bullying dan jenis-jenisnya. Tidak hanya itu, kita juga mesti mengetahui apa sebab terjadinya perundungan atau bullying.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata perundungan adalah proses, cara, perbuatan merundung yang dapat diartikan sebagai seseorang yang menggunakan kekuatan untuk menyakiti atau mengintimidasi orang-orang yang lebih lemah darinya. Arti lainnya dari perundungan adalah arti dari kata dalam bahasa Inggris yaitu bully.
Black dan Jackson (2007) mengatakan bahwa, bullying merupakan perilaku agresif tipe proaktif yang di dalamnya terdapat aspek kesengajaan untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan, adanya ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik, usia, kemampuan kognitif, keterampilan, maupun status sosial, serta dilakukan secara berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak terhadap anak lain.
Selanjutnya, perilaku bullying dapat dikelompokkan menjadi empat bentuk, yaitu: pertama, bullying secara verbal, bullying secara fisik, bullying secara relasional, dan bullying elektronik. Bullying dalam bentuk verbal adalah bullying yang paling sering dan mudah dilakukan.
Bullying ini biasanya menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih lanjut. Bullying verbal ini juga yang paling sering terjadi di lingkungan sekolah. Terutama antara siswa dengan siswa. Contohnya adalah panggilan jelek kepada teman sejawat, kata-kata kotor dan kasar dan lain sebagainya.
Tidak hanya siswa, terkadang secara sadar atau tidak sadar guru juga melakukan bullying atau perundungan secara verbal terhadap siswanya. Bullying tersebut berupa memojokkan siswa atau memberikan pelajaran kepada siswa yang bermasalah di depan teman-temannya, sehingga ia merasa dipermalukan.
Disamping bullying verbal, tidak jarang tindakan bullying secara fisik kita temui di sekolah-sekolah. Bullying fisik seperti memukuli, menendang, meminta uang secara paksa kepada siswa yang lemah, dan lain sebagainya.
Pentingnya Pendidikan Anti Bullying
Pendidikan anti bullying atau perundungan sebagai upaya mencegah terjadinya tindakan bullying. Karena banyak terjadi kasus-kasus bullying, maka penting adanya pendidikan anti bullying.
Pendidikan anti bullying maksudnya adalah memberikan edukasi kepada siswa tentang apa itu perundungan, bagaimana perundungan bisa terjadi, bentuk-bentuk perundungan hingga apa yang akibat dari perbuatan bullying.
Tidak hanya siswa, guru juga mesti diberikan edukasi tentang bagaimana mencegah dan menangani masalah bullying. Seringkali saat ada siswa yang melakukan bullying, siswa tersebut di panggil dan diproses oleh guru.
Tapi setelah proses tersebut siswa masih mengulangi tindakan bullying. Artinya ada sesuatu yang salah dalam proses penyelesaian masalah tersebut. Oleh sebab itu, perlu adanya edukasi atau pendidikan anti bullying terhadap guru dan siswa.
Lantas, siapa yang bisa memberikan pendidikan anti bullying ini? Guru Bimbingan Konseling bisa menjadi narasumber dalam memberikan materi pendidikan anti bullying. Namun, jika guru BK di sekolah tidak mampu menjadi narasumber, maka pihak sekolah bisa mendatangkan narasumber dari luar, seperti lembaga perlindungan perempuan dan anak atau aktivis perlindungan anak.
Semoga dengan adanya pendidikan anti bullying tindakan bullying bisa dicegah, sehingga tidak ada lagi kasus-kasus bullying yang terjadi di lembaga pendidikan di Indonesia. Aamiin. (***)