Menjadi Imam Masjid Mukhlisin, Dayabangun, Payakumbuh selama hampir seperempat abad, Ustad Agus Gunawan dikenal sebagai sosok yang lembut dan tidak banyak bicara.
Meski hidup sederhana, tapi ustad berdarah Jawa-Sunda ini, sudah sembilan kali pergi umrah. Sering menjadi guru liqo atau halaqah, bagi para petinggi daerah. Sering pula dimintai bantuan oleh warga untuk melakukan ruqyah syar’iyyah. Seperti apa, sosok Ustad Agus?
TIDAK sulit mencari Ustad Agus Gunawan. Setiap kali masuk waktu shalat wajib, ustad berperawakan teduh ini nyaris selalu terlihat di Masjid Mukhlisin. Masjid itu berada di kawasan Dayabangun, Pasar Payakumbuh. Di dekat permukiman penduduk nan padat dan heterogen.
Jamaah Masjid Mukhlisin Dayabangun umumnya adalah para pedagang dan pengunjung Pasar Payakumbuh. Selain tentunya warga Dayabangun dan warga Gantiang, yang kini masuk dalam wilayah Kelurahan Nunang Daya Bangun, Kecamatan Payakumbuh Barat.
Ustad Agus Gunawan selalu berada di Masjid Mukhlisin karena sudah menjadi imam masjid itu selama 24 tahun. “Saya menjadi imam masjid sejak 1999 sampai sekarang,” ujar Ustad Agus Gunawan, saat dijumpai Padang Ekspres di ruang perpustakaan Masjid Mukhlisin yang dipenuhi buku-buku agama, Senin lalu (27/3).
Ustad Agus Gunawan terlahir di Ngawi, Jawa Timur, 18 Agustus 1968. Ayahnya, Mardi, adalah seorang pensiunan prajurit TNI yang berasal dari Ngawi. Sedangkan ibunya, Odah, berasal dari Bandung, Jawa Barat. “Saya anak kesembilan dari dua belas bersaudara. Kami berdarah Jawa dan Sunda. Kedua orang tua, sudah tiada,” kata Ustad Agus.
Sampai kelas 3 SD, Ustad Agus bersama orang tua dan saudaranya menetap di Ngawi. Setelah sang ayah pensiun sebagai prajurit TNI, Agus diboyong ke kampung ibunya di Majalaya, Bandung, Jawa Barat. “Karena itulah, saya menyelesaikan pendidikan SD di Rancalongong, Majalaya,” ujar Ustad Agus.
Baru saja Ustad Agus menyelesaikan pendidikan SD di Majalaya, ayah dan ibunya memutuskan ikut program transmigrasi ABRI di kawasan Bantal, Muko-Muko, Bengkulu. “Sejak itu, saya menetap di Bengkulu. Melanjutkan sekolah di SMP Bantal, Muko-Muko,” kenang Ustad Agus.
Setamat dari SMP di Muko-Muko, Ustad Agus sempat melanjutkan pendidikan di SMA Muhammadiyah, Painan, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Sebab, jarak dari Muko-Muko ke Painan, terbilang dekat. Ketimbang jarak dari Muko-Muko ke Bengkulu.
Ustad Agus menimba ilmu di SMA Muhammadiyah Painan hanya setahun. Setelah itu, pindah ke SMA Muhammadiyah Kauman, Padangpanjang. “Saya tamat SMA Kauman tahun 1990-1991. Kemudian, melanjutkan kuliah ke Pesantren Tinggi Islam Al-Aqobah (PTIA) Bukittinggi. Tamat tahun 1996,” ujar Ustad Agus.
Dua tahun setelah tamat pendidikan tinggi di Bukittinggi atau tepatnya tahun 1998, Ustad Agus Gunawan menikah dengan Nurahmi, perempuan asal Sungaipuar, Kabupaten Agam. Setahun setelah pernikahan itu, mereka pindah domisili dari Bukittinggi ke Payakumbuh. Hingga akhirnya, Ustad Agus dipercaya menjadi Imam Masjid Mukhlisin.
Ternyata, profesi mulia ini sudah diimpikan Ustad Agus sejak kecil. “Kita memang dari kecil senang ke masjid. Yang paling senang, lihat kubah masjid. Ketika di Masjid, ada rasa nyaman dan betah. Dan kita, Alhamdulillah, selama 24 tahun di Masjid Mukhlisin, tidak cari tawar menawar harga dengan pengurus,” ujarnya.
Ustad Agus merasa, selama 24 tahun tinggal di Masjid Mukhlisin, pengurus masjid senang dengannya. Sebaliknya, Ustad Agus juga senang dengan pengurus masjid. “Saya juga merasa, jemaah senang dengan saya. Dan saya juga merasa senang dengan jemaah. Makanya, saya betah di sini. Padahal, para gharin masjid, sudah banyak yang keluar masuk,” kata Ustad Agus.
Meski seorang imam, tapi Ustad Agus juga memiliki tugas ganda. Kalau saat shalat Jumatan atau saat ceramah agama digelar, khatib dan ustad yang diundang tak datang, maka Ustad Agus naik podium.
Begitu pula kalau tak ada garin dan petugas kebersihan, Ustad Agus ikut membersihkan masjid. Kadang-kala juga mengajari anak-anak dan remaja, mengaji di TPA Masjid.
“Selama 24 tahun di Masjid Mukhlisin ini, kenangan yang paling tidak bisa saya lupakan adalah selesai membersihkan masjid. Begitu semuanya sudah ready, termasuk tikar sudah terbentang, saya merasa ada ketentraman dalam hati. Ada kebahagian tersendiri. Rasanya, itu lebih berharga dari dibayar dengan apapun,” kata Ustad Agus.
Ustad Agus juga dikenal dekat dengan jamaah masjid. Maka tidak heran, pada tahun 2010, ada jemaah yang mengajaknya pergi umrah ke tanah suci. Setelah itu, Ustad Agus dipercaya biro umrah menjadi pembimbing ibadah umrah.
Dan sampai kini, sudah 9 kali Ustad Agus pergi umrah. “Ini nikmat paling saya syukuri. Walau sedikit uang, tap saya sudah 9 kali pergi umrah. Ibadah haji yang belum,” ucap Ustad Agus dengan penuh rasa syukur.
Padang Ekspres pernah melihat Ustad Agus dijemput sebagai guru untuk sebuah liqo atau halaqah (pengajian) yang pesertanya termasuk mantan Wali Kota Payakumbuh Riza Falepi. Namun, karena pada Senin lalu itu kami larut berbagai obrolan, Padang Ekspres luput menanyakan soal liqo atau halaqah tersebut kepada Ustad Agus.
Pada bulan puasa ini, aktivitas Ustad Agus terbilang padat. Apalagi, Ustad Agus dikenal sebagai sosok yang mempelopori pelaksanaan i’tiqaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Rutinitas ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun di Masjid Mukhlisin. Dan kini, diadopsi pula oleh sejumlah masjid di Payakumbuh. Termasuk, Masjid Muslimin, Labuahbaru.
Di luar kesibukannya di masjid, Ustad Agus juga sering dimintai bantuan oleh warga untuk melakukan Ruqyah Syar’iyyah. Ini merupakan teknik terapi penyembuhan dengan cara membacakan ayat-ayat Al-Quran dan do’a-do’a yang mu’tabaroh kepada pasien/orang yang diruqyah, dengan sesuai kepada ketentuan Al-Quran dan As-Sunnah, seperti dicontohkan pada masa Rasulullah SAW.
Menurut Ustad Agus Gunawan, ruqyah syar’iyyah itu memang pernah dilakukan ulama-ulama zaman dahulu. “Dan harusnya, setiap orang beriman, bisa melakukannya. Karena ini bagian dari tauhid kita. Saya tidak membuka tempat ruqyah syar’iyyah. Namun, memang kadang ada yang meminta tolong. Dan kita coba, sepanjang sesuai syariah atau tidak syirik,” kata Ustad Agus.
Dalam obrolan dengan Padang Ekspres, Ustad Agus sempat berdiskusi tentang amalan atau ibadah pada bulan Ramadhan. Menurut Ustad Agus, ciri khas Ramadhan itu adalah puasa, qiyamullail (ibadah malam), dan tilawaqah quran.
“Adapun amalan yang paling banyak dilakukan sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAWA adalah interaksi dengan Al-Quran. Karena Ramadhan adalah bulan Al-Quran. Ramahdan bulan mulia. Sedangkan Al-Quran itu mulia dan memuliakan,” ujarnya.
Ustad Agus menambahkan, kemuliaan Ramadhan adalah kemuliaan waktu. “Allah memberikan kemuliaan untuk tempat tertentu dan untuk waktu tertentu. Mekkah dan Madinah itu lebih mulia dari tempat lain.
Tapi, tidak semua orang, bisa pergi ke sana. Ramadhan juga bulan kemuliaan yang diberi Allah. Dan semua orang berkesempatan melalui kemuliaan Ramadhan,” kata Ustad Agus.
Sebagai tanda syukur atas kemuliaan waktu yang diberikan Allah pada bulan Ramadhan, menurut Ustad Agus, sudah seharusnya ummat Islam, memperbanyak amalan. Karena dalam Ramadhan itu, ada malam laillatul qadar atau malam yang lebih baik dari seribu bulan. Malam lailatul qadar ini, akan dilewati oleh setiap orang di bulan Ramadhan.
“Setiap ummat yang mendapat kemuliaan waktu, mendapat kesempatan bertemu dengan bulan Ramadhan, pasti melewati malam lailatul qadar. Cuma saja, kita tidak tahu, apakah saat laillatul qadar itu, kita sedang beriman, atau sedang kafir. Sedang melaksanaan amalan atau sedang bermaksiat,” kata Ustad Agus.
Dalam konteks ini, Ustad Agus mengimbau ummat Islam, khususnya jamaah Masjid Mukhlisin, agar memperbanyak amalan di bulan puasa. Namun sebelumya, ummat harus tahu mana amalan yang harus didahulukan. Mana yang wajib, dan mana yang sunnah.
“Sekarang ini, kita lihat fenomenanya, tarawih ramai, tapi subuh sedikit. Padahal, tarawih itu sunnah dan shalat subuh itu wajib. Harusnya yang wajib didahulukan. Kita masih belum tertib dalam beribadah,” ulas Ustad Agus. (Fajar Rillah Vesky)