Pernah menonton film Ayat-ayat Cinta yang dibintangi Fedi Nuril, Rianti Carthwrigt, Zaskia Adya Mecca, Carissa Putri, dan Mellani Putria? Film garapan sutradara Hanung Bramantyo ini, diangkat dari novel karya Habiburrahman El Shirazy.
Sang penulis novel yang lebih dikenal sebagai Kang Abik, ternyata berteman dengan Ustad Asrat Chan, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Limapuluh Kota.
PERTEMANAN Habiburrahman El Shirazy atau Kang Abik dengan Ustad Asrat Chan, bermula saat mereka sama-sama menimba ilmu di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Menurut Ustad Asrat Chan, sebelum dikenal sebagai penulis novel Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih, Kang Abik sejak dulu memang seorang pecinta seni dan menyukai puisi.
“Sewaktu kami sama-sama di Mesir, Kang Abik memang seorang pecinta seni dan menyukai puisi. Selain dengan Kang Abik, saya juga pernah berinteraksi dengan Saiful Bahri, pakar tafsir yang mempunyai jam terbang tinggi di Jakarta, bahkan sering juga dakwah ke luar negeri. Begitulah hidup. Berteman dengan penjual parfum, akan kecipratan harumnya,” kata Ustad Asrat Chan kepada Padang Ekspres, pekan lalu.
Ustad Asrat Can saat ini tercatat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Limapuluh Kota. Ustad Asrat Chan lahir di Bukittinggi, 4 November 1978. Ayahnya bernama Ajisman, dan ibunya bernama Ratnis. Pasangan ini berasal dari Sariaklaweh, Palupuah, Kabupaten Agam.
Saat ini, Ustad Asrat Chan yang merupakan alumni MTSN 1 Bukittinggi, MAPK Padangpanjang, dan Universitas Al-Azhar, menetap di kampung istrinya. Sang istri bernama Dina Rahmi berdomosili di kawasan Kuranji, Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota.
Sebelum dipercaya sebagai Ketua MUI Limapuluh Kota, Ustad Asrat Chan dikenal sebagai penyuluh agama di lingkungan Kantor Kemenag setempat.Pemegang Sertifikat Nasional Pembimbing Profesional Manasik Haji ini, pernah pula pernah menjadi Ketua Kelompok Kerja Penyuluh (Pokjaluh) Agama Sumatera Barat.
Dalam perjalanan hidupnya, Ustad Asrat Chan yang dikenal bijak dan berhati lembut, memiliki banyak pengalaman dakwah. Misalnya, saat berada di Mesir. Ia tak hanya mempelajari ilmu agama di Universitas Al-Azhar, Kairo. Tapi, juga pernah belajar kepada Syekh Sayyid Sabiq, ulama yang menulis kitab Fiqh al-Sunnah, sebagai karya fenomenal dalam bidang fiqih.
“Syekh Sayyid Sabiq adalah ulama yang berkomitmen tidak bermazhab, tetapi tidak pernah mencela mazhab-mazhab fiqih yang ada dan tidak mengingkari keberadaannya. Serta selalu mengajak agar umat Islam bersatu dan merapatkan barisan. Agar tidak menyebabkan umat menjadi lemah. Dan mengajak agar membentengi para pemuda-pemudi dengan membiasakan mereka beramal Islami,” kata Ustad Asrat Chan.
Selain Syekh Sayyid Sabiq, Ustad Asrat Chan berkesempatan untuk mendengarkan siraman rohani dan sempat bersalaman langsung dengan Syekh Yusuf Al-Qaradhawi. Seorang ulama yang dikenal luas seantaro jagad ini.
“Diantara ungkapan Syekh Yusuf Al-Qaradahawi yang penuh makna adalah tiada ruang dalam hidupku dan hatiku untuk dendam dan iri kepada seorang Muslim pun. Walaupun ia berbeda pendapat dan arah pandangan denganku. Karena hatiku dan pikiranku sibuk dengan musuh-musuh umat. Yang alangkah banyaknya jumlah mereka,” kenang Ustad Chan.
Selama menimba ilmu di Mesir, Ustad Asrat Chan juga sempatkan untuk napak tilas ke beberapa tempat bersejarah di Mesir. Seperti Masjid Abbasiyah, yang terletak tak jauh dari Pasar Abbasiyah.
“Jika bulan Ramadhan, masjid ini ramai jamaahnya. Termasuk i’tikaf sepuluh akhir Ramadhan. Dengan fasilitas dari masjid untuk berbuka dan sahur yang semua biayanya dikeluarkan masjid,” kata Ustad Asrat Chan.
Bukan hanya menapak tilas sejarah peradaban Islam yang ada di Mesir, seperti Masjid Abbasiyah, Benteng Kokoh Shalahuddin yang dibangun oleh Sultan Al-Ayyubi pada 1178M, dan makam Imam Asy-Syafi’i di pinggiran Kota Kairo. Ustad Asrat Chan selama berada di Mesir,juga pernah bekerja sebagai pembimbing ibadah Haji.
Ustad Asrat Chan menukilkan kisahnya menjadi pembimbing ibadah haji di Mesir ini, lewat buku berjudul Berlayar di Atas Wadi Nil yang diterbitkan oleh penerbit Oman Publishing Bandung, 2020 silam. Menurut Ustad Asrat Chan, Wadi Nil adalah nama kapal yang ia tumpangi, saat bekerja sebagai pendamping ibadah haji di Mesir.
“Berlayar di atas kapal Wadi Nil untuk perjalanan haji dari Mesir ke Pelabuhan Jeddah, membutuhkan waktu selama 50 jam. Setelah menghadang ombak dan badai di lautan. Banyak pengalaman saya dapatkan. Melayani tamu-tamu Allah itu ternyata tak mudah untuk dilalui. Mulai mencari tempat untuk beristirahat, hingga akhirnya tumbang dan bisa tertidur dengan posisi bersandar di dinding masjid,” kenang Ustad Asrat Chan.
Kini, setelah pulang kampung ke Ranah Minang dan beristri ke Guguak Limapuluh Kota, Ustad Asrat Chan selain bekerja sebagai penyuluh agama Kantor Kemenag, juga mendirikan Pondok Pesantren (Ponpes) An-Nahl.
Didirikan di Kuranji, Guguak. Kini, memiliki sekitar seribu santri. Mulai dari jenjang pendidikan usia dini, dasar, sampai menengah. Ustad Asrat Chan meyakini, segala sesuatu yang memberikan manfaat bagi banyak orang, disertai dengan berserah diri pada Allah seutuhnya, maka Allah pun akan menyertai kita.
“Allah juga berfirman dalam Q.S Al-Israa ayat 7 yang artinya, Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Karena itu, bangunlah kebaikan sebanyak mungkin, dalam kondisi dan keadaan apapun,” pesan Ustad Asrat Chan. (Fajar Rillah Vesky)