Batam – Aksi penolakan tarif baru Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) yang kini mulai diberlakukan BP Batam, terus bergulir dan menuai protes.
Setelah pengusaha minta ke Wakil Presiden Jusuf Kalla, agar tarif UWTO dihapus, kini giliran warga Batam yang tergabung dalam Persatuan Pemuda Tempatan (Perpat) menggelar aksi demo di DPRD Batam dan BP Batam, Senin (7/11). Mereka menolak penerapan tarif baru tersebut. Setelah selesai orasi damai di DPRD Batam, para pedemo melanjutkan aksi demo di kantor BP Batam.
Para pedemo, tidak hanya orasi, tapi para petinggi pedemo, memberikan alternatif, menerima UWTO, tapi dengan syarat, untuk kampung tua, tarifnya paling murah.
Penegasan itu disampaikan Dewan pakar Perpat Batam, Sastrawijaya, usai pertemuan dengan Deputi V, Bidang Pelayanan Umum BP Batam, Gusmardi Bustamin.
”Perjanjian dengan Ketua (BP) lama, harga UWTO Rp 18 ribu per 100 meter persegi. Yang baru belum ada. Kalau tidak bisa bebas UWTO. Kita minta UWTO sesuai perjanjian lama,” tegas Sastra.
Mereka meminta soal UWTO kampung tua, menjadi prioritas, yang diselesaikan BP Batam.
Selain meminta UWTO kampung tua diprioritaskan, mereka meminta perubahan Peraturan kepala BP (Perka), sehingga UWTO kampung tua lebih murah dari kapling siap bangun. Sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial bagi masyarakat tempatan.
”Kita minta diprioritaskan. Kita mita UWTO serendah-rendahnya. Itu wajar. Kita minta Perka diubah. Jangan UWTO pemindahan untuk kavling siap bangun (KSB), lebih rendah. Itu kan ruli, bukan orang tempatan,” sambungnya. Dia kembali menegaskan, mereka siap menerima UWTO ada di Batam. Hanya saja, dengan catatan harga UWTO di kampung tua, lebih murah. Sehingga Perdk harus direvisi, jika memang Perka tidak bisa diubah.
”Kalaulah memang itu yang terbaik untuk kebaikan negara (terima UWTO), tapi dengan catatan harga yang mampu kita,” imbuhnya.
Mereka juga meminta agar BP Batam tidak lagi mengatakan Batam sebagai pulau kosong, sebelum dikelolanya. Karena, menurut warga tempatan, sebelum Otorita Batam datang, sudah ada 6 ribu warga yang tinggal di Batam. ”Berarti ini bukan tanah kosong. Negara tidak bisa mengatakan Batam ini tanah kosong dan milik negara. Kita minta juga, agar Presiden menetapkan, sampai kapan harus menyewa ditanah kita,” imbuhnya.
Tidak hanya BP Batam, para demonstran juga meminta agar Pemko Batam, tidak menaikkan nilai jual objek pajak (NJOP) naik terus.
”Kami juga akan mendatangi Pemko. Kami akan menanyakan Pemko yang menaikkan terus NJOP. Kita akan mendatangi Pemko,” tegas Sastra.
Terkait dengan tututan itu, Gusmardi yang menemui warga mengatakan, akan menyampaikan ke pemeritah pusat. Pihaknya juga menunjuk Direktur Lahan BP Batam, Imam Bahroni, untuk untuk mengurus kampung tua secara khusus.
”Akan kami sampaikan kepada pimpinan. Ini sudah menjadi isu nasional. Mudah-mudahan ada jalan keluar. Kami tak bisa berikan janji apapun, tapi akan kami sampaikan ke DK,” janjinya.
Sebelum melakukan pertemuan dengan BP Batam, Perpat melakukan orasi didepan gedung Pemko Batam. Mereka awalnya mendatangi gedung DPRD Batam. Mereka memprotes terkait keberadaan BP Batam yang menaikkan UWTO. Mereka menilai, kenaikan harga yang dirasa membebani masyarakat kelas menengah ke bawah. ”Kita sudah bayar PBB, jangan diberatkan lagi dengan bayar UWTO,” kata pedemo, Udin Pelor.
Ketua DPRD Batam, Nuryanto yang menerima pedemo, menyampaikan dukungan untuk warga. Tidak hanya biaya UWTO yang dituntut rendah, bahkan Nuryanto mendukung agar Batam bebas dari UWTO.
”Tarif ini telah menyengsarakan masyarakat Batam. Kami sepakat dengan masyarakat Kota Batam. Masyarakat harus mendukung visi dan misi Wali Kota Batam, bebas dari pembayaran UWTO,” kata Nuryanto. (MARTUA)