in

Antara Kemiskinan dan Ganja

Oleh Tibrani Tibrani*)

Berdasarkan hasil kajian Institute for Development of Acehnese Society (IDeAS), yang kemudian dirilis ke website BPS (bps.go.id) pada Senin (17/7/2017). Riset kajian ini menunjukkan bahwasanya Aceh menduduki peringkat sebagai provinsi termiskin se Sumatera, secara Nasional, Aceh barada di peringkat ke-enam termiskin setelah Papua, Papua Barat, Maluku, NTT, dan Gorontalo.
Banyaknya jumlah kemiskinan di Aceh menjadi suatu problematika yang tidak berkesudahan di Negeri Serambi Mekkah, betapa tidak dana otsus yang digelontorkan oleh pusat untuk pembangunan Aceh, ternyata bersifat nihil, tanpa berdampak berarti untuk menanggulangi jumlah kemiskinan.

Masalah kemiskinan di Aceh, merupakan masalah paling fenomenal dan sudah menjadi bumerang yang terus menjadi ancaman bagi perekonomian rakyat dan menjadi nafas utama rakyat Aceh untuk menuju Aceh sejahtera. Kesenjangan masalah kemiskinan menjadi problematika bagi pemerintahan Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah, untuk diselesaikan secara bertahap dan berkelanjutan untuk menyelasaikan dilema yang mengurita hampir di setiap sanubari rakyat Aceh.
Karena sulitnya mendapat pekerjaan ditambah lagi tekananan hidup dan melambuknya jumlah kebutuhan barang pokok setiap tahunya, telah membuat sebagian rakyat Aceh menjadi kalap, menghalalkan segala cara untuk dapat bertahan hidup.

Termasuk melalukan pekerjaan yang melanggar batas-batas norma agama, hukum, sosial, dan lain sebagainya.
Dalam kurun beberapa waktu lalu misalnya, Tim gabungan Polda Aceh bersama Polres Pidie berhasil mengamankan 2 ton ganja kering, yang dikemas rapi sebanyak 107, pada kasus lainya Personel Polres Aceh Barat berhasil mengamankan daun ganja kering sebanyak 43 kg, siap edar.
Maraknya peredaran ganja di Aceh merupakan suatu pertanda bahwa, keadaan masyarakat belum begitu kondisif mengenai permasalahan ekonomi, kadangkala sesuatu yang tidak masuk akal atau rasional bisa saja dilakukan oleh segolongan manusia karena hidup penuh kesusahan dan kemelaratan ekonomi.
Kondisi alam Aceh secara geografis sangat subur dan iklim yang sangat mendukung untuk bercocok tanam, sangking suburnya batang ubi yang ditancap di tanah bisa, tumbuh sendiri tanpa ada harus yang menyiram dan merawatnya.

Namun kondisi iklim yang sangat subur, tidak serta merta membuat masyarakat Aceh menjadi sejahtera, makmur berkeadian dalam ekonomi.
Akibat dari kondisi perekonomian yang carut-marut membuat sebagian masyarakat tiada pilihan lain, selain menanam ganja.

Fenomena menamam ganja di Aceh merupakan bukan suatu masalah yang komtemporer, tapi sudah menjadi masalah yang di dalam napak tilas sejarah Aceh itu sendiri, pada masa dahulu ganja merupakan suatu tanaman yang bersifat kultural,yang lazimnya digunakan untuk melezatkan kari kuah kambing.

Pergesaran zaman seolah telah mengubah keadaan, seolah ganja telah disalah gunakan oleh sebagian generasi muda sekarang, penggunaan ganja telah dimanfaatkan untuk merusak pikiran sehat generasi muda, bukan lagi sebagai penyedap makanan.

Dalam tatanan ekonomi global, ganja telah dijadikan komoditi pasar gelap yang dijual dengan harga yang tinggi, hal inilah yang membuat sebagian masyarakat kelah menengah ke bawah Aceh, nekad untuk menanam ganja karena harga pasar yang melonjak dan menggiurkan untuk dijadikan komunitas barang dagangan.

Di beberapa negara, ganja dilegalkan karena dimanfaatkan sebagai kebutuhan medis dan bahan komoditi perindustrian, biasanya tanaman multiguna ini digunakan untuk kebutuhan industri tekstil, bahan kertas yang berkulitas tinggi, industri kosmetik dan lain sebagainya.

Dilematis memang keberadaan ganja di Aceh, di satu sisi lain ganja memang di bisa dipisahakan keberadaanya dalam tatanan struktural masyarakat Aceh.
Kasus penemuan ganja yang saya disebutkan di atas merupakan secuil dari permasalah ganja di Aceh yang melibatkan masyarakat menengah ke bawah. Permalasahan ganja di Aceh merupakan patologi sosial yang dibutuhkan suatu niat yang tulus dari pemerintah untuk menyelesaikannya dan harus memberikan jalur alternatif untuk menggatasi persoalan ini.

Jika seandainya tidak mampu diselesaikan secara arif dan bijaksana, alangkah baiknya, harus dicarikan solusi akan akar permasalahan ini. Salah satu solusi yang cemerlang adalah ganja itu dilegalisasi untuk mengenjot perekomian masyarakat miskin, kemudian di budidayakan untuk kebutuhan industri dan medis.

Secara konstestasi ekonomi kapital,apa bedanya tembakau dengan ganja, keduanya sama-sama berbahaya bagi masyarakat, tapi kenapa tembakau dilegalkan sedangkan ganja tidak dibolehkan. Tentunya jawabannya karena tembakau telah menjadi sentra ekonomi untuk kepentingan ekonomi kapitalis global sehingga menggaburkan manfaat ganja dan kepentingan masyarakat kelas ke bawah.

*)Ditulis oleh Tibrani, Mahasiswa Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala juga Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FISIP.

Komentar

What do you think?

Written by virgo

Sebarkan literasi digital, Indosat kirim karyawan ke daerah terpencil

Tapak Suci Putera Muhammadiyah Adakan Tanwir ke 54