in

Menyongsong Reformasi Pengelolaan Dana Haji di Tangan Badan Pengelola Keuangan Haji

Selektif Investasi dan Tantangan, Salip Tabung Haji Malaysia

Era baru pengelolaan dana haji dimulai. Dana haji selama ini dikelola Kemenag. Mereka tentu tidak fokus, karena memiliki tugas lain. Seperti penyelenggaraan haji sendiri, pendidikan Islam, sampai pembinaan keagamaan. Kini pengelolaan dipegang Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), diharapkan bisa menghasilkan manfaat maksimal. Mengalahkan kinerja Lembaga Tabung Haji Malaysia (LTHM) yang berdiri sejak 1963 lalu.

Lebih dari sepuluh tahun dana haji dikelola oleh Kemenag. Dana haji itu terkumpul dari setoran awal pendaftaran haji sebesar Rp 25 juta/jamaah. Polemik di masyarakat justru muncul ketika pengelolaannya dipindah dari Kemenag ke BPKH. Padahal, ada potensi menghasilkan manfaat lebih besar.

Polemik muncul ketika Presiden Joko Widodo memunculkan gagasan supaya dana haji bisa dikelola dengan di investasikan untuk infrastruktur. Pro dan kontra di masyarakat muncul karena dikira dana haji digunakan langsung untuk membayari proyek-proyek pemerintah yang sedang berjalan. Seperti pembangunan jalan tol di luar pulau Jawa dan sejenisnya. Masyarakat pantas cemas, karena proyek infrastruktur itu belum pasti akan untung atau buntung.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)/Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro menuturkan, BPKH adalah sebuah badan yang baru terbentuk. “Sehingga, saya mengusulkan selektif dalam memilih produk investasi,” katanya. Dia menjelaskan, produk investasi perbankan seperti deposito masih menjadi opsi. Sebab, risikonya tidak terlalu tinggi, meskipun imbal hasilnya juga tidak besar.

Kemudian Bambang mengatakan, investasi sukuk atau surat berharga syariah negara (SBSN) seperti sekarang tetap dipertahankan. Namun, Bambang mengatakan, ke depan BPKH bisa memilih jenis sukuk lain. Tidak seperti selama ini, yakni sukuk yang dia sebut sebagai sukuk APBN.

“Saya menawarkan BPKH menempatkan uangnya untuk sukuk yang sudah jelas proyeknya,” katanya. Bambang mencontohkan, sukuk pembangunan proyek pembangkit listrik 400 mega watt (MW). Menurut dia, investasi ini berpotensi menguntungkan meskipun proyeknya belum selesai. Sebab, sudah ada perjanjian kesepakan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk membeli listriknya.

Atau juga Bambang mengusulkan dana haji dibelikan sukuk jalan tol Jagorawi. Menurut dia jalan tol penghubung Jakarta-Bandung sudah bisa dipastikan untungnya. Di antara indikasinya adalah lalu lintas di dalam tol Jagorawi yang sering padat. 

Bambang juga bakal menawarkan dana haji untuk membeli sukuk Bandara Soekarno-Hatta. Menurut dia, investasi untuk bandara “Cengkareng” itu sudah kelihatan mata untungnya. Dengan lalu, lintas pesawat maupun penumpang yang sangat besar.

Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) itu menjelaskan, imbal hasil atau manfaat sukuk yang spesifik proyeknya itu bisa sampai 10 persen bahkan lebih. Berbeda dengan sukuk APBN yang digunakan dana haji selama ini, imbal hasilnya berkisar 6 persen karena mengacu APBN. Bambang mengatakan akan mempertemukan BPKH dengan perusahaan-perusahaan seperti Jasa Marga, PLN, dan Angkasa Pura untuk pembelian sukuk itu.

Sementara untuk investasi sukuk di tol-tol luar Jawa dan bandara-bandara selain Soekarno-Hatta, menurut Bambang, perlu dikaji secara matang. Di antara pertimbangannya adalah faktor keuntungan yang akan dihasilkan nantinya. Baginya kepentingan calon jamaah haji sebagai investor harus diutamakan.

Ketua Dewan Pengawas BPKH Yuslam Fauzi mengatakan sesuai dengan UU 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, BPKH diberi keweangan untuk melakukan investasi langsung.  “Apakah itu investasi langsung dengan mendanai proyek infrastruktur, perkebunan, atau lainnya,” katanya. Namun karena BPKH masih baru berdiri, dia memilih sikap yang rasional.

“Kalau mau investasi di infrastruktur masuknya lewat surat utang atau sukuk,” jelasnya. Kemudian, Yuslam mengatakan, pihaknya bakal memilih proyek infrastruktur yang sudah pasti kelihatan untungnya. Misalnya jalan tol di Jakarta atau sekitarnya. Sementara untuk tol-tol di luar Jawa, dia mengatakan masih belum bisa diprediksi keuntungannya. 

Sebelum menjatuhkan pilihan ke mana dana haji ditempatkan, BPKH akan mempelajari cash flow perusahaan seperti Jasa Marga, PLN, Angkasa Pura, dan lain sebagainya.

Mantan Dirut Bank Syariah Mandiri (BSM) itu menjelaskan, saat ini rata-rata hasil investasi dana haji sekitar 6 persen sampai 7 persen.  “Upaya kami di BPKH ingin menghasilkan return 8 persen sampai 10 persen,” katanya. 

Dengan potensi return yang meningkat itu, nantinya jamaah haji tidak perlu biaya besar saat pelunasan BPIH. Bahkan dalam jangka panjang jamaah bisa menerima uang pengembalian, jika pengelolaan dana haji menghasilkan return maksimal.

Yuslam mengatakan, dengan asumsi return pengelolaan dana haji 10 persen, dalam 10 tahun ke depan aset dana haji bisa menggelembung dari sekarang Rp 99 triliunan menjadi Rp 300 triliun.  “Visi kami menjadi lembaga pengelola keuangan haji terbesar di dunia,” jelas lulusan Universitas Indonesia itu.

Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin juga optimistis pengelolaan dana haji oleh BPKH bakal lebih baik dibandingkan dengan Kemenag.  “Bandingkan saja, BPKH itu lembaga khusus mengelola dana haji. Sementara Kemenag itu tugasnya banyak,” jelas dia.

Lukman mengatakan, pengelolaan dana haji di Kemenag selama ini cukup terbatas. Yakni, hanya di produk deposito dan sukuk saja. Kemenag tidak berwenang untuk investasi di sektor lainnya. Meskipun begitu dengan pengelolaan terbatas, hasil atau manfaat yang diterima jamaah cukup besar.

Politisi PPP itu mengatakan, ongkos haji riil di Indonesia tahun ini sekitar Rp 61 juta. Tetapi, rata-rata biaya haji yang ditanggung jamaah cukup Rp 34,8 jutaan. Biaya ini untuk ongkos penerbangan, biaya pemondokan di Mekkah, dan uang saku. Sisanya sebanyak Rp 26,8 jutaan sudah ditutup dari hasil pengelolaan dana haji. “Di sosmed (sosial media, red) masih saja ada yang menanyakan kemana uang pengelolaan dana haji,” kata dia.

Pengamat ekonomi INDEF Bhima Yudhistira menuturkan, polemik tentang pemanfaatan dana haji untuk pembangunan infrastruktur muncul akibat permasalahan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat khususnya umat Islam karena pemerintah terkesan ingin memanfaatkan dana haji.  

Bhima menguraikan, sebenarnya pemanfaatan dana haji yang mencapai Rp 95,2 triliun untuk keperluan infrastruktur sudah terjadi sejak tahun 2013 lalu. Bentuknya melalui instrumen sukuk. Misalnya sukuk digunakan untuk pembangunan rel kereta api Cirebon-Kroya, rel kereta Manggarai, jalan, jembatan dan pembangunan asrama haji. 

Per Juli 2017, total dana haji yang masuk ke instrumen Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) sudah mencapai Rp36,69 triliun. “Jadi ini persoalannya adalah komunikasi yang terjalin dengan umat Islam tidak kondusif,” jelas Bhima, kemarin. 

Namun, lanjut Bhima, terlepas dari situasi politik, penggunaan dana haji tetap perlu dikritisi karena rentan disalahgunakan untuk tujuan jangka pendek pemerintah. Dia mencontohkan, pemerintah dapat membuat aturan turunan pengelolaan dana haji dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) untuk meningkatkan porsi dana haji pada instrumen sukuk.

Di saat yang bersamaan pada tahun 2018-2019 pemerintah akan agresif menerbitkan sukuk baru untuk menutup defisit anggaran. Hal ini merupakan kecemasan yang sangat logis, mengingat 2018-2019 merupakan jatuh tempo utang pemerintah sebesar Rp 810 triliun. 

Sementara di sisi yang lain tren defisit anggaran pemerintah terus melebar, bahkan dalam APBN-P 2017 diproyeksi tembus 2,92 persen atau mendekati batas aman 3 persen. “Pemerintah dikhawatirkan akan menggunakan sukuk dana haji untuk menutup sebagian utang jatuh tempo tersebut,” ujarnya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Ironi Narkoba

Bonus Demografi Bisa Picu Ledakan Pengangguran