in

Saatnya Petani Menjadi Pemain Utama di Sektor Perkebunan

M. Husni*
ACEHTREND.CO, Jakarta- Konferensi perkebunan rakyat yang diprakarsai oleh SPKS, SPI, API, Sawit Watch, FIELD, Bina Desa dan IHCS, resmi dibuka oleh Musdalifah, selaku Deputy bidang Perkebunan Kementerian Koordinator Ekonomi Indonesia, Rabu (26/4/2017). Konferensi perkebunan rakyat ini merupakan konferensi perkebunan rakyat pertama yang dibuat pada tingkat nasional. Adapun konferensi ini memiliki tujuan untuk memperkuat perkebunan rakyat menuju perkekbunan yang lestari dan berkeadilan social. Konferensi ini berlangsung tidak terlepas dari adanya persoalan-persoalan serius yang terjadi pada sector perkebunan di Indonesia. Adapun peserta yang hadir dalam konferensi ini merupakan petani dari berbgai sector seperti kelapa sawit, kopi, rempah-rempah dan coklat yang berasal dari seluruh Indonesia.

Ketua panitia Konferensi, Mansuetus Alsy Hanu menyampaikan dalam kata sambutannya bahwa konferensi ini bukan untuk menyaingi konferensi-konferensi serupa yang biasa dibuat oleh pemerintah atau kelompok pengusaha. Konferensi tersebut berangkat dari realitas yang terjadi saat ini pada sector ini. Beberapa hal yang menjadi acuan adalah, pertama, produksi perkebunan saat ini menurun drastis. Di sektor sawit, seharusnya bisa mencapai 36 juta ton per hektare tetapi sampai saat ini baru 30 juta ton/ha. “kita kalah dari Malaysia. Kedua, di wilayah pedesaan, masyarakat semakin berkurang yang gemar untuk menjadi petani atau berkebun, dan ini sangat meresahkan bagi kita semua. Persoalan lain adalah akses modal. Petani masih sulit mendapatkan peminjaman dari bank, bank-bank yang ada saat ini masih konfensional, kalau mau mendapatkan pinjaman harus ada jaminan. Dan jaminan itu tentunya harus dengan surat-surat yang lengkap,” ujarnya.

Ketiga, soal akses atas tanah. Petani saat ini sangat susah untuk mendapatkan tanah yang layak untuk berkebun karena tanah-tanah di pedesaan sudah banyak dikuasai oleh pengusaha-pengusaha besar. Keempat, perkebunan yang lestari dan berkeadilan social, kita masih sulit mendapat perkebunan yang lestari dan berkeadilan sosial karena memang banyak persoalan yang terjadi dan ini tidak diselesaikan oleh pemerintah atau pengusaha.

Dalam kesempatan yang sama, ketua Stering Committee, Henry Saragih menyampaikan bahwa hari ini merupakan hari yang bersejarah. Ini merupakan konferensi perkebunan rakyat pertama. Konferensi ini sangat penting, bukan saja karena hari ini isu-isu perkebunan menjadi pemberitaan internasional, tetapi ini juga menyangkut hal yang bersejarah bagi negeri ini.

Lebih lanjut, Henry menyampaikan bahwa, kehadiran penjajah di negeri ini ditandai dengan perkebunan. Sama-sama kita ketahui, perkebunan yang membuat perbudakan di negeri ini, yang membuat orang sengsara. Karena itu, konferensi ini harus bisa mengurai persoalan itu. Persoalan ekonomi masih menjadi persoalan serius di negeri ini, kesenjangan ekonomi masih tinggi. Kesenjangan dalam pemilikan tanah, ada yang menguasai jutaan ha, sedangkan masyarakat hanya 0,3-0,5 ha.

“Indonesia benar menjadi negara eksportir untuk hasil perkebunan, ini bukan hal luar biasa karena sejak jaman kolonial itu sudah terjadi. Persoalannya adalah dengan menjadi negara eksportir kehidupan rakyat kita bahagia atau tidak. Dengan konferensi ini diharapkan
perkebunan,menempatkan petani sebagai pelaku utama dalam sector ini. Petani tidak lagi menjadi buruh ditanahnya sendiri, tanaman perkebunan diprioritaskan untuk kebutuhan pangan keluarga petani dan nasional, perkebunan dengan cara-cara yang ekologis, perkebunan haruslah dikelola petani dan usaha bersama, menjunjung tinggi hak perempuan dan anak merupakan beberapa hal penting yang akan kita bahas dalam konferensi ini dan menjadi rujukan bagi pemerintah,” tegas Henry.

Sedangkan Musdalifah dari Kementrian Koordinator Ekonomi, selaku keynote speaker menyampaikan rasa terimakasih kepada para penyelenggara yang sudah menyelenggarakan konferensi perkebunan rakyat ini. Musdalifah menyampaikan bahwa perkebunan itu sangat penting karena banyak memberikan kontribusi bagi negara.

“Kenapa disebut sector perkebunan? Karena di daerah yang jauh dari perkotaan, yang bisa membangun adalah sector perkebunan. Perkebunan yang membangun anak-anak kita, dan sebagian besar bisa menyekolahkan anak-anaknya kejenjang yang lebih tinggi. Usaha pertanian dan perkebunan harus dikembangkan untuk ekonomi keluarga dan negara karena menjadi sumber pendapatan, dan perlu membangun pusat-pusat perkebunan di daerah,” jelas Ibu Musdalifah.

Terkait dengan ISPO, pemerintah sedang memperbaikinya. Khusus untuk petani mandiri atau petani rakyat, pemerintah sedang menyiapkan replanting tapi belum dilaksanakan karena sedang menjaga betul terkait dengan proses transparansi sehingga dapat sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan.

*Penulis adalah mantan Kombatan GAM. Saat ini sebagai petani dan aktivis lingkungan hidup.

Komentar

What do you think?

Written by virgo

Dinas Perpustakaan dan Arsip Aceh Singkil Adakan Lomba Bercerita

MUI Kecewa Tuntutan JPU Terhadap Ahok