
saat melaporkan 12 Anggota DPRD Pessel ke Kejari Pessel, Senin
(29/5) lalu.(IST)
Sebanyak 12 orang Anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Pesisir Selatan terkait dugaan perjalanan dinas yang merugikan negara. Laporan itu disampaikan Ketua Umum LSM Peduli Transparansi Reformasi (PETA) Pessel, Didi Someldi Putra, pada Senin (29/5).
Pelaporan tersebut dilakukan Didi, lantaran pihaknya menilai ke-12 Anggota DPRD Pessel itu tidak memiliki itikad baik untuk mengembalikan uang kelebihan bayar, sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK pada 2021.
Katanya, LHP BPK itu diterbitkan Mei 2022. Namun, sampai Desember 2022 masih ada 12 Anggota DPRD Pessel yang belum mengembalikan uang kelebihan bayar.
“Karena dinilai tidak memiliki itikad baik untuk mengembalikan uang negara sesuai dengan LHP BPK itu, kita memutuskan melaporkan 12 Anggota DPRD Pessel itu ke Kejari Pessel. Laporan itu sudah kita lakukan pada Senin (29/5) lalu,” jelasnya.
Didi menambahkan, laporan ke Kejari Pessel tidak saja terkait dugaan tindak pidana korupsi perjalanan dinas tahun 2021 yang diduga fiktif. Tapi, juga kelebihan bayar yang tertuang di LHP BPK.
“Dalam LHP BPK itu ditemukan perjalanan dinas Anggota DPRD Pessel tumpang-tindih dengan anggota DPRD daerah lain. Kemudian, juga ditemukan kelebihan bayar akibat irisan antar peraturan. Karena masih ada 12 orang anggota DPRD yang belum mengembalikannya ke kas daerah, maka ini kita laporkan,” tegaskan.
Terkait siapa nama-nama 12 Anggota DPRD Pessel itu, Didi belum mau menyebutkannya. “Kita tunggu saja tanggal mainnya. Nanti akan kita beberkan siapa saja nama-nama 12 anggota DPRD itu,” ujarnya.
Lebih jauh dijelaskan bahwa besar dana yang belum dikembalikan dari kelebihan bayar itu mencapai Rp 898 juta. Maka dari itu, identitas anggota DPRD yang terlibat tersebut akan diungkap secara menyeluruh. Mulai dari nama, jabatan, hingga besaran pengembalian yang harus disetor ke kas daerah oleh masing-masing anggota DPRD.
“Kami ingin menginformasikan ke masyarakat seperti apa tindak-tanduk wakil yang telah mereka pilih. Sekaligus mengedukasi masyarakat agar ke depan lebih cermat lagi dalam memberikan hak suara,” ungkapnya.
Namun terkait data dan nama-nama itu, dia hingga saat masih mengikuti persidangan di Komisi Informasi (KI) Sumatera Barat. “Proses sidang masih berlangsung. Mudah-mudahan dalam waktu dekat data tersebut bisa kami dapatkan,” tutupnya.
Menanggapi hal itu, salah seorang Anggota DPRD Pessel dari Fraksi PAN, Novermal Yuska, saat ditanyai terkait temuan kelebihan bayar perjalanan dinas yang dilaporkan ke Kejari itu, memastikan bahwa dirinya tidak terlibat.
“Itu merupakan ketidaktahuan atas perubahan aturan. Aturan lama perjalanan dinas diubah dari 4 hari menjadi 3 hari. Tapi anggota DPRD tidak diberi tahu,” ungkapnya.
Dijelaskan Novermal, tahun 2019 dan 2020, lama perjalanan dinas pimpinan dan anggota DPRD luar daerah luar provinsi selama 4 hari. “Tahun 2021, kami juga menganggarkan untuk 4 hari. Tapi, oleh Bupati Hendrajoni ketika itu, perbup-nya diubah dari 4 hari menjadi 3 hari tanpa pemberitahuan kepada DPRD,” jelasnya.
Dia menegaskan, sebenarnya anggota DPRD tidak bisa disalahkan. “Karena kami sudah menganggarkan 4 hari, Badan Musyawarah (Bamus) buat agenda kegiatan DPRD 4 hari, SPT (Surat Perintah Tugas) 4 hari, dan dilaksanakan 4 hari,” tegasnya.
“Lagi pula Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) nya juga sudah direview oleh Inspektorat,” sambungnya.
Ditambahkannya bahwa dia juga sempat berdebat keras dengan auditor BPK atas temuan di LHP tersebut. “Saya sempat debat keras dengan auditor BPK. Tapi, karena sudah menjadi temuan di LHP, terpaksa kami harus membayar,” ujarnya.
“Dan saya sudah bayar,” tambah Novermal lagi. Parahnya lagi, lanjut Novermal, anggota DPRD baru tahu ada temuan kelebihan bayar tersebut setelah LHP BPK keluar.
“Kami tidak pernah diklarifikasi oleh auditor BPK,” ujarnya. “Ini tidak adil,” tegasnya.
“Kami dihukum tanpa terlebih dahulu diberi kesempatan membela diri,” tegasnya lagi. “Kami kena kerjain,” tukasnya. (yon)