Anggota DPR RI asal Sumatera Barat Nevi Zuairina angkat bicara soal pernyataan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang menyebut 65 persen dana pensiun perusahaan-perusahaan pelat merah yang bermasalah.
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKS ini mengatakan, pihaknya telah mengendus ketidakberesan perusahaan BUMN dalam pengelolaan dana pensiun. Ia menegaskan bahwa Fraksi PKS sudah mengendus sejak munculnya kasus Jiwasraya.
“Fraksi PKS pernah menggulirkan Pansus Jiwasraya, untuk membongkar kasus yang bernilai triliunan rupiah itu. Dalam kasus Jiwasraya saja, kerugian negara ditaksir sebesar Rp16,81 triliun. Sementara itu pada 1 Februari 2021 Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menyatakan kerugian uang negara akibat kasus Asabri Rp23,7 triliun,” ujar Nevi.
Nevi pun mendorong, adanya pembenahan tata kelola BUMN yang dimulai dari jajaran direksi dan komisaris di perusahaan pelat merah tersebut.
Politisi Dapil Sumbar II ini mengatakan, posisi jajaran direksi dan komisaris memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalankan BUMN.
“Pengangkatan jajaran direksi dan komisaris harus mempertimbangkan kapasitas dan integritas, sebagaimana amanah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN khususnya pada Pasal 16 dan Pasal 28,” imbuh Nevi.
Nevi juga meminta, agar Erick Thohir dapat segera melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus dugaan korupsi di tubuh perusahaan BUMN.
Politisi PKS ini menekankan pentingnya transparansi pengelolaan BUMN ke publik juga menjadi kunci perbaikan tata kelola BUMN.
Sebagai badan usaha yang didanai negara melalui APBN, lanjut Nevi, sudah seharusnya rakyat Indonesia tahu bagaimana kondisi BUMN.
“Pemerintah dapat mempertimbangkan diberlakukannya konsep Non Listed Public Company (NLPC) pada BUMN, agar rakyat dapat memantau perkembangan BUMN tanpa harus khawatir sahamnya dibeli oleh publik,” tandas Nevi dalam keterangan tertulisnya.(rel)