* Kasus Penistaan Agama Murni Tindak Pidana
MEDAN ( Berita ) : Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok),menjadikan sidang perdanya sebagai pentas kampanye dirinya. Anehnya, majelis hakim membiarkan saja Ahok, berbicara keluar dari materi perkara.
‘’Aneh. Majelis hakim membiarkan saja Ahok, berbicara keluar dari materi perkara. Ada apa dengan majelis hakim ?,’’ kata Pakar Hukum dari Universitas Sumatera Utara (USU) Dr. Abdul Hakim Siagian, Rabu (14/12).
Dia menyebutkan itu saat ditanya Wartawan , tentang pendapatnya terhadap sidang perdana kasus Ahok, sehari sebelumnya. Kata Abdul Hakim Siagian, pada sidang perdananya di PN Jakarta Utara, kemarin, Ahok, mempublikasikan program-program kerjanya selama menjabat sebagai Gubernur DKI J-karta.
Harusnya, dia bicara soal materi perkara. Menurut Abdul Hakim, pengadilan kemarin itu, seakan menjadi pentas Ahok, berkampanye. Mirisnya, majelis hakim tidak melarang. Padahal apa yang disampaikan Ahok, tidak relevan dengan perkara yang dituduhkan kepadanya. Demikian juga Jaksa Penuntut Umum (JPU), membisu.
Banyak hal disampaikan terdakwa dan pengacaranya, berisikan nista, palsu, bohong dan bahkan fitnah. Antara lain, Ahok mengaku sudah banyak membantu Islam melalui bantuan-bantuan. Padahal kalau diteliti, semua itu adalah uang rakyat, bukan Ahok.
Di sisi lain, berapa pula diberikan Ahok kepada non muslim bila dihubungkan dengan keadilan dan pemerataan anggaran yang ada. Begitu juga, dugaan adanya perbuatan konspirasi dengan pengembang, sehingga rakyat kecil digusur.
Kemudian, seolah-olah Ahok Islami sekali, karena orangtua angkatnya Islam. ‘’Semua yang disampaikan Ahok, itu tidak ada kaitannya dengan kasus penistaan agama yang dilakukannya,’’ katanya.
Karena itu, menurut Abdul Hakim Siagian, tidak ada alas an lagi Ahok dilepas bebas. Demi hukum, hakim harusnya menahan Ahok. Sedangkan terkait dengan materi dakwaan, Abdul Hakim Siagian, menyebutkan sejak dari awal sudah melihat kalau polisi sangat berat untuk mengusut Ahok, dengan berbagai alasan.
Padahal, kejahatannya secara teori adalah kejahatan terberat. Dari polisi, jaksa dan sekarang di pengadilan, diduga kasus ini terkesan sudah dikondisikan. Sehingga wajar banyak pihak menduga dakwaan yang di bawa ke pengadilan membuka celah untuk meringankan Ahok .
“Tanda-tanda sudah terlihat. Perkara yang sama sebelumnya, semua pelaku ditahan. Kenapa Ahok, hingga dipengadilan belum juga ditahan. Ini bentuk baru ketidakadilan,”kata Abdul Hakim.
Murni pidana
Sementara itu, Ketua Pemuda Muhammadiyah Sumut M.Basir Hasibuan, berhaap majelis hakim yang menyidangkan kasus Ahok, tidak tergiring oleh opini yang menyebutkan kasus tersebut adalah politik.
Sebab, kasus penistaan agama adalah murni tindak pidana. Menurut Basir Hasibuan, Ahok selalu melontarkan kalimat pembelaan dan mengkambing hitamkan politikus lain yang menjadi penyebab semua masalah ini terjadi.
Karena itu, hakim harus bisa melokalisir antara kasus penistaan agama dengan politik. Sebab itu merupakan dua hal yang terpisah,dan tidak tepat jika persidangan dipengaruhi unsur politik.‘’Saya melihat Ahok, sengaja melontarkan pembelaan dengan berbagai kalimat yang seolah dia menjadi korban ulah para politikus yang tidak suka terhadap dirinya,’’ katanya.
Menurut Basir, hal tersebut dapat dipahami sebagai strategi Ahok, dalam persidangan untuk meringankan hukuman, dan menjadi pertimbangan para hakim dalam mengambil keputusan, agar Ahok tidak divonis bersalah.
Basir Hasibuan, juga mengaku kecewa dengan Ahok,yang menghubung-hubungkan kedekatannya dengan saudara-saudara angkatnya yang Islam.“Jika memang Ahok, betul mempunyai saudara angkat muslim, harusnya dia lebih memahami bagaimana cara menghormati agama Islam, dan orang-orang muslim. Ini kok malah merendahkannya,” katanya.
Sedangkan sikap Ahok, yang menangis, menurut Basir, adalah kepura-puraan, sehingga kelihatan seolah-olah dia dizhalimi. Itu merupakan scenario untuk mendapatkan simpati dari para hakim, jaksa dan masyarakat lainnya.
Politik Pilkada
Di tempat terpisah, pengamat politik dari Lembaga Penelitian Sosial Politik SumutAbdul Kadir, mengatakan kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, sesungguhny asudah sangat jelas dan ada dasar hukumnya. Oleh sebab itu,hakim harusnya fokus pada permasalahan, dan jangan tergiring ke opini politik Pilkada.
Menurutnya, jika Ahok, menuding orang-orang menggunakan Al-Maida 51 sebagai alat untuk mengalahkannya dalam Pilkada, justru sebanarnya Ahok, lah yang telah menggunakan ayat tersebut untuk meyakinkan masyarakat demi kepentingannya.
“Jadi baiknya mari kita melihat maslaah ini secara proporsional, yakni fokus pada penistaan agama dan mengkaji kata per kata yang dilontarkan Ahok, di Kepulauan Seribu, dengan menyebut Al-Maida 51,” kata Abdul Kadir.
Menurutnya, tidak ada politisasi dalam tuntutan umat muslim untuk menuntut Ahok. Sebaliknya, Ahok lah yang terlihat berusaha meyakinkan masyarakat bahwa penistaan agama tersebut merupakan kasus yang dipolitisasi sebagai alat untuk menjatuhkannya.
“Jika Ahok,terus ngotot menilai bahwa tuntutan ini adalah gerakan politis dan digerakan aktor politik,maka hal tersebut akan menjadi masalah baru terhadap Ahok,” katanya. (WSP/m49/crds/I)