in

Akibat Tambang Emas Ilegal, Batang Kuantan Jadi Sungai Mati, Geopark Silokek Terancam

PADEK.CO– Aliran Batang Palangki – Batang Kuantan yang membelah Nagari Pusat Ibu Kabupaten Sijunjung, Nagari Muaro, kembali menjelma menjadi “sungai mati”. Kualitas airnya tidak lagi dapat dimanfaatkan (sangat keruh), plus berbau.

Fenomena akut ini diduga akibat aktivitas tambang emas ilegal menggunakan kapal ponton dan dompeng di sepanjang aliran Batang Palangki – Batang Kuantan, Kabupaten Sijunjung. Sehingga kekeruhan air sungai menjadi parah, berwarna coklat pekat. Bahkan terindikasi mengandung zat berbahaya akibat penggunaan kimia pelarut emas mentah.

Berbeda dengan keruh akibat musim hujan, lazimnya debit air cenderung naik diikuti adanya material kayu-kayu hanyut. Berselang beberapa hari kemudian situasi akan kembali berangsur normal. Namun kini kondisi air keruh tampak permanen.

Berdasar informasi masyarakat, pengusaha tambang merasa aman beroperasi lantaran membayar ‘uang koordinasi’ setiap bulan.

Parahnya, aktivitas tambang emas ilegal juga terjadi di aliran Batang Kuantan kawasan Geopark Nasional Silokek, tepatnya di bawah tugu BPBD menuju Geopark Silokek.

Kawasan ini sebelumnya tercatat pernah mengalami bencana besar (longsor), hingga jalan utama penghubung Nagari Muaro – Silokek sepanjang 700 meter ambrol.

Untuk pemulihannya terpaksa dilakukan pembuatan jalan baru dengan alokasi dana bantuan APBN lebih dari Rp30 milliar. Lagi-lagi pemicunya disebut-sebut karena adanya aktivitas penambangan emas ilegal di sisi bawah badan jalan dengan cara mengeruk sisi tebing pinggir sungai.

Seperti diketahui, Pemkab Sijunjung telah mematenkan Geopark Silokek sebagai kawasan Geopark Nasional, dan kini sedang dalam kajian oleh Unesco menuju Unesco Global Geopark (UGGp). Serta digadang-gadang menjadi tujuan wisata Internasional. Namun bagaimana Geopark Silokek bisa menarik bagi pengunjung bila kondisi airnya begitu buruk, sangat keruh.

Aliran Batang Kuantan sendiri jelas menjadi jargonnya Geopark Silokek, mengalir di bawah ngarai taman batu purbakala berusia jutaan tahun tersebut. Hingga romantika Geopark Silokek sangat diidentik dengan aliran Batang Kuantan di bawahnya.

Oleh sebab itu banyak hal semestinya harus dipertimbangkan, jangan karena faktor kepentingan akhirnya melakukan kegiatan yang berujung kerusakan alam dan lingkungan.

Seorang warga, Wati 54, yang sebelumnya mengaku pernah menggantungkan hidup lewat menangkap ikan di aliran Batang Palangki – Batang Kuantan, kini kehilangan mata pencahariannya.

Disebutkan ibu tiga anak tersebut, keluarga mereka tidak punya lahan perkebunan untuk digarap, untuk memenuhi kebutuhan hidup, sang suaminya menjalani profesi sebagai tukang penangkap ikan di aliran Batang Palangki. Dengan cara memasang jaring di beberapa titik menggunakan sampan, selanjutnya jaring diangkat untuk dipanen.

“Memasang jaring bisanya dilakukan sore hari, kemudian akan dibangkit kembali pagi harinya. Ikan yang berhasil didapat akan dijual untuk membeli segala kebutuhan hidup,” ucapnya.

Jenis ikan tangkapan, sambungnya, ada ikan baung, garing, mansai, nila, tawas dan lain sebagainya. Harga jual, rata-rata Rp15 ribu per jerat, berat 1/2 kg dengan jenis/ukuran campur-campur. Hasil penjualan bisa mencapai Rp75 ribu per trip.

Namun sejak adanya penambangan ilegal, tiap kali jaring dipanen hasilnya selalu mengecewakan, bahkan terkadang hanya dapat empat ekor saja. Itupun ikan kecil-kecil pula. Lantaran kondisi air sungai tiada henti keruh, bahkan berbau.

Untuk membiayai hidup sehari-hari, kini suami Wati terpaksa jadi kuli serabutan, bahkan terkadang pulang tiap seminggu sekali karena lokasi bekerjanya di luar daerah.

“Payah kini Pak. Air sungai keruh (pekat), ikan sungai jadi punah,” sesalnya.

Hal yang sama juga diungkapkan Andri 37, seorang anggota komunitas mancing asal Sijunjung. Menurutnya kondisi aliran Batang Kuantan begitu buruk, hingga kestabilan ekosistem makhluk hidup di sepanjang aliran menjadi punah.

“Melihat situasinya keruh begini, jangankan ikan sungai, buaya pun tidak akan sanggup bertahan hidup di dalamnya,” ujarnya kesal.

Diakuinya, setahun lalu pihaknya bersama teman-temannya (Pemancing Mania Sijunjung) sempat bernafas lega, aliran sungai relatif membaik, hingga hobi mancing di sejumlah titik strategis dapat tersalurkan. Berbagai jenis ikan endemik berhasil didapatkan.

Namun kini, kondisi air sungai begitu buruk, keruh. Tak ayal nyaris tak ada ikan bisa didapatkan tiap kali memancing.

“Keruhnya aliran sungai kembali terjadi akibat tambang emas ilegal, dan itu dilakukan para mafia secara terang-terangan. Atas fenomena ini, pihak kepolisian belum juga bertindak,” ucapnya.

Kapolres Sijunjung AKBP Andre Anas saat dikonfirmasi via telepon selularnya tidak kunjung mengangkat, dicoba dikirim pesan WA juga tidak dibalas.

Sementara Kasat Reskrim AKP Rolindo Ardiansyah, mengaku sedang banyak kegiatan hingga belum bisa melayani untuk wawancara. (atn)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Ahli Bahas Mitigasi Bencana lewat Konferensi Internasional

Nanon Korapat sukses gelar konser intim pertamanya di Jakarta