Masa berlaku akreditadi setiap prodi hanya lima tahun. Setelah itu, prodi harus diakreditasi ulang.
JAKARTA. – Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) melarang 1.882 program studi (prodi) di sejumlah perguruan tinggi untuk mengeluarkan ijazah. Larangan di keluarkan setelah prodi tersebut diketahui berstatus kedaluwarsa.
Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT, Basaruddin mengimbau agar masyarakat berhati-hati dalam memilih program studi, karena ada diantaranya yang berstatus kedaluwarsa.
“Sebuah prodi disebut kedaluwarsa jika selama enam bulan sebelum masa akreditasi habis, yang bersangkutan tidak juga mengajukan akreditasi ulang. Hingga saat ini, ada 1.882 prodi yang belum ada pengajuan ulangnya,” kata Basaruddin dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BAN-PT yang dibuka oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Mentistekdikti), Mohamad Nasir di Jakarta, Kamis (8/12) malam.
Basaruddin menjelaskan masa berlaku akreditadi setiap prodi hanya lima tahun. Setelah itu, prodi harus diakreditasi ulang untuk menjaga kelangsungan kualitas pembelajaran di perguruan tinggi tersebut.
Berdasarkan catatan BAN-PT, ada 3.403 prodi 275 lembaga perguruan tinggi yang diakreditasi dan 463 usulan untuk prodi baru sepanjang 2016. Jumlah prodi secara keseluruhan saat ini ada sebanyak 19.011 dan 4.527 akreditasi perguruan tinggi.
Basaruddin menegaskan, pihak perguruan tinggi tidak dipungut biaya satu sen pun dalam mengurus akreditasi. Untuk itu sudah sepatutnya proses pengajuan akreditasi ulang tidak ditunda. “Sepenuhnya biaya menjadi tanggungan APBN,” tandasnya.
Ia menambahkan ada beberapa kemungkinan terjadinya keterlambatan dalam pengurusan akreditasi prodi tersebut. Misalnya, karena adanya konflik internal dalam perguruan tinggi tersebut, ketaktersediaan tenaga untuk mengisi borang-borang atau faktor lupa.
Borang-borang adalah instrumen akreditasi berupa formulir yang berisikan data dan informasi yang digunakan untuk mengevaluasi dan menilai mutu suatu program studi atau institusi perguruan tinggi.
“Bisa saja orang yang biasanya mengurus akreditas pensiun, meninggal atau ke luar dari perguruan tinggi tersebut. Jadi terabaikan pengajuan ulangnya,” kata Basaruddin.
Menurutnya, jumlah prodi yang lalai diperpanjang akreditasinya tersebut paling banyak terdapat di Perguruan Tinggi Swasta (PTS), meskipun ada juga yang di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). “Baik PTN maupun PTN memiliki kewajiban yang sama dalam akreditasi ini,” tuturnya.
Akreditasi “Online”
Untuk mempermudah proses akreditasi, kata Basaruddin, BAN-PT mulai Juni 2017 akan menerapkan Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi Online (SAPTO). Diharapkan, sistem baru tersebut mempermudah perguruan tinggi untuk proses reakreditasi. “Jadi tidak perlu datang ke Jakarta lagi, sehingga hemat biaya, tenaga dan waktu,” ujar Basaruddin.
Menristekdikti, Mohamad Nasir menyambut baik keberadaan sistem akreditasi online yang dikembangkan BAN-PT. Menurutnya, pemanfaatan teknologi sangat diperlukan agar proses kerja menjadi efektif dan efisien.
“Ke depan, tinggal bagaimana perguruan tinggi meningkan kualitas pembelajaran dan para dosennya. Ini tugas para pimpinan perguruan tinggi,” ucap Nasir.
Di samping itu, Nasir juga meminta para profesor di perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas diri dengan membuat karya ilmiah yang dipublikasikan di jurnal asing.
Ia menargetkan, dalam satu tahun seorang guru besar dapat menghasilkan minimal satu karya ilmiah yang dipublikasikan. Sedangkan untuk lektor kepala satu karya dalam dua tahun masa kerja. “Sehingga gelar akademik itu memberi kontribusi dalam mendongkrak publikasi ilmiah kita,” kata Nasir.
Nasir menambahkan, ada sekitar 9.000 karya dosen Indonesia yang sudah dimuat di jurnal ilmiah internasional. cit/E-3